Adakah Urgensi Deradikalisasi?

Oleh : Dini Azra 

Di periode kedua pemerintahan presiden Jokowi. Sudah terbaca bahwa konsern rezim saat ini adalah proyek deradikalisasi. Yakni upaya pencegahan terhadap paham radikalisme. Yang disinyalir sudah sangat membahayakan NKRI. Maka tak tanggung-tanggung. Di dalam tubuh kabinet baru yang diberi nama Kabinet Indonesia Maju, disertakan slogan melawan radikalisme. Serta dipilihnya tokoh-tokoh penting. Untuk menempati posisi menteri, yang ditunjuk khusus untuk menjalankan deradikalisasi. Salah satunya dari kementerian agama. Dengan menunjuk mantan jendral TNI Fachrul Razi, sebagai Menteri Agama. Semakin menegaskan agenda melawan radikalisme ini.

Namun semenjak awal dirinya dilantik, pernyataan-pernyataan menag Fachrul Razi banyak menuai kritik dan polemik. Mungkin karena tidak berlatar belakang pendidikan Islami. Sehingga apa yang diucapkan, malah menimbulkan kegaduhan. Pertama-tama dia tegas menyatakan, jika dirinya bukanlah menteri agama Islam. Tapi menteri semua agama. Bahkan disebuah acara televisi dia katakan semua agama membawa rahmatan lil alamin. Ini sangat bertentangan dengan prinsip tauhid umat Islam. Dan yang paling menjadi sorotan, ketika dia mempersoalkan masalah penggunaan cadar dan celana cingkrang di lingkungan instansi pemerintahan. Sehingga menjadi wacana untuk melarang bagi Aparatur Sipil Negara (ASN), mengenakannya di tempat kerja.

Hal ini menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Karena tidak seharusnya pakaian berupa cadar dan celana cingkrang, diidentikkan dengan paham radikal. Cadar dan celana cingkrang merupakan bagian dari syari'at Islam. Yang termasuk wilayah keyakinan seseorang. Ada beberapa definisi hukum yang diyakini para Ulama. Terlepas itu hukumnya mubah, sunnah atau wajib, itu adalah keyakinan individu yang harus dihormati. Karena masalah ini, menag mendapat peringatan langsung dari MUI. Agar tidak membuat kegaduhan ditengah umat. Menag pun membantah telah memulai kajian pelarangan tersebut. Dia beralasan bahwa di instansi pemerintah memang sudah tidak diperbolehkan memakai cadar.

"Kalau instansi pemerintah kan, memang sudah jelas aturannya. Kalau kamu PNS memang boleh pakai tutup muka?" Dia juga menjelaskan, jika alasan pandangannya tersebut, menyinggung kejadian penusukan Wiranto. Yang salah satu pelakunya merupakan wanita bercadar dan berjilbab lebar.
Menurutnya, "Cadar itu hanya saya bilang tidak ada dasar hukumnya dalam Alquran maupun hadits, menurut pandangan kami. Tapi kalau orang mau pakai ya, silahkan. Itu bukan ukuran ketakwaan orang."pungkasnya.( WowKeren, 31-10-201)
Menag Fachrul Razi juga menghadiri rapat kerja perdananya, dengan Komisi VIII DPR, Kamis (7/11). Beliau dimintai klarifikasi soal larangan cadar dan celana cingkrang. Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto mengatakan, " Dalam agenda Deradikalisasi di kemenag, seolah radikalisme itu segaris lurus dengan cadar dan celana cingkrang." Sedangkan menurutnya, BNPT telah menyatakan jika terorisme tidak terkait dengan agama tertentu.

Ali Taher anggota Komisi VIII dari fraksi PAN dalam rapat. Dia mengingatkan Fachrul Razi, agar memahami pengertian agama sebagai religion dan faith. Sebagai menag dirinya tidak boleh masuk ke wilayah faith seseorang. Dia mengatakan, "Oleh karena itu jangan lagi muncul isu-isu radikalisme. Kalau tidak ada radikalisme, tidak pernah ada Namrud berjumpa Ibrahim, tidak pernah ada Musa bertemu dengan Firaun. Dan tidak akan bertemu Muhammad dengan Abu Lahab dan Abu Jahal." 

"Saya berpesan kepada bapak menteri, jenderal tinggal jenderal, tapi jenderal yang tidak menapakkan kaki di bumi, kehilangan makna kejenderalannya. Saudara jangan pernah berbangga diri, tugas pemimpin adalah menggeser air mata kemiskinan menjadi air mata kebahagiaan," katanya. Republika.co.id(7/11/2019)

Sebagaimana menag yang menunjukkan sikap anti radikal secara frontal dan kontroversial. Pemerintah sepertinya juga serius menunjukkan perlawanan terhadap gerakan radikal. Masyarakat diharapkan bisa mendukung upaya pemerintah. Dan menelan mentah-mentah, informasi yang disampaikan. Padahal semestinya negara wajib mengetahui makna dibalik kata radikal itu terlebih dulu. Agar tidak kesulitan menentukan definisi. Juga konsisten dalam mengambil kebijakan. Tidak sembarangan mengarahkan tuduhan. Akibat tidak adanya definisi yang jelas. Setiap orang bisa berpikir secara liar dan bebas. Yang justru bisa menimbulkan kekacauan ditengah masyarakat luas.

Istilah  Radikal sendiri, berasal dari bahasa latin yang berarti akar. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) radikal berarti mendasar (sampai pada hal prinsip). Sikap politik amat keras Menuntut perubahan(Undang-Undang, pemerintahan; maju dalam berpikir dan bertindak. Jika ditilik dari bahasa, Islam sudah seharusnya radikal. Karena agama Islam memiliki prinsip yang mendasar yaitu akidah. Dan harus diimplementasikan secara kaffah dengan adanya syariah.

Berbeda jika kata radikal ditambah isme, menjadi radikalisme. Karena menurut KBBI berarti sebuah aliran kelompok dalam politik. Dimana menuntut adanya perubahan, dengan jalan kekerasan dan secara drastis. Sikap ekstrim dalam berpolitik. Jelas ini bertentangan dengan ajaran Islam. Dimana tidak ada paksaan dalam menganut agama Islam.(Al-Baqarah :256). Namun istilah radikalisme ini begitu gencar diberitakan media. Sehingga saat ini istilah tersebut dilekatkan pada umat Islam. Yang teguh memegang prinsip agamanya. Yang tegas menyatakan mana haq dan bathil. Mengikuti jalan hidup Rasulullah dengan sunnah nafilah. Dan terutama bagi mereka yang menyerukan diterapkannya hukum syariah.

Maka rakyat harus memahami, juga menyadari bahwa proyek deradikalisasi ini. Adalah upaya untuk mengalihkan perhatian publik. Dari persoalan besar yang sebenarnya yang lebih urgent. Yakni masalah ekonomi, sosial dan politik. Yang membuktikan kegagalan kapitalisme liberalisme di negeri ini. Dimana korupsi banyak menjerat para pejabat. Diantaranya sangat dekat dengan penguasa. Penguasaan SDA oleh asing dan aseng kian meluas. Kenaikan bpjs, tarif dasar listrik tak terelakkan. Serta pungutan pajak disegala lini, semakin membebani rakyat.

Selain itu jelas bahwa proyek radikalisme ini dijadikan senjata melawan gerakan Islam. Mencegah kebangkitan umat untuk menuju perubahan yang hakiki. Namun percayalah bahwa upaya ini akan gagal atas ijin Allah Subhanahu wa ta'ala. Semakin besar permusuhan yang mereka hembuskan. Justru akan mempertebal keimanan. Memperkuat keyakinan akan kebenaran agamanya. Dan justru akan membuat umat menjadi jengah, tidak percaya terhadap pemerintah. Yang lebih berpihak pada para kapitalis asing dan agenda kaum kafir. Sebagaimana Allah ta'ala berfirman : “Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah (justru) menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya.” (QS. Ash-Shaff: 7). Wallahu a'lam bishawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post