RKUHP , Solusi apa Masalah ?

Oleh : Nita Nopiana ,S.Pd

Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau RUU KUHP menuai polemik. Sejumlah pasal dalam RUU KUHP dipersoalkan publik karena masih banyak mengandung pasal yang multitafsir atau karet.

Penolakan pun makin gencar disuarakan publik setelah DPR berencana mengesahkannya pada sidang paripurna, Selasa (24/9). Ribuan mahasiswa di seluruh Indonesia sejak Senin (23/9) hingga Selasa turun ke jalan. Di Jakarta, mahasiswa membanjiri depan gedung DPR.

Tuntutan mereka satu, batalkan pengesahan RUU KUHP, UU KPK, RUU Pemasyarakatan dan RUU Pertanahan. DPR akhirnya menunda pengesahan RUU KUHP, RUU Pemasyarakatan dan RUU Pertanahan. Namun, bukan berarti membatalkan karena sifatnya hanya menunda pengesahan.

Setelah 100 tahun lamanya menggunakan KUHP buatan Belanda, Pemerintah dan DPR akhirnya memutuskan untuk merevisi UU KUHP. Namun beberapa pasal yang direvisi menuai kontroversi. Antara lain, diantaranya pasal soal penghinaan Presiden dan Wakil Presiden, pasal penghinaan suami istri, Pengekangan kebebasan pers dan berpedapat (pasal 218,dst), Gelandangan (432) didenda 1 juta ,Koruptor (pasal 604) terancam pidana 2 tahun penjara dan denda paling banyak 4 kategori. 

Apakah dengan adanya RKUHP membuat rakyat lebih terurus ? sepertinya jauh panggang dari api. 
Sebuah kemustahilan menyelesaikan problem hukum jika aturannya tetap berlandaskan pada kelemahan akal manusia dan sistem yang ditegakkan adalah sistem sekuler. 

Islam Solusi
Seolah terlupakan bahwa selama 13 abad kesuksesan penerapan hukum Islam oleh institusi khilafah Islamiyah dalam sejarah dunia menjadi bukti yang tak mungkin dipungkiri.Tergambar Jelas bagaimana penerapan aturan-aturan Islam secara menyeluruh dalam naungan Khilafah Islamiyah mampu mengatasi problematika umat dan mampu mencegah terbukanya pintu-pintu maksiat,meriayah umat serta  kata keadilan benar benar bisa dirasakan. Bahkan menjadi solusi tuntas untuk menghilangkan segala kezaliman yang dirasakan rakyat  serta menerapkan sanksi yang tegas sesuai dengan syariat Islam kepada pelanggarnya.

Pemerintah Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam enggan menerapkan aturan-aturan Islam secara menyeluruh. Islam hanya sebagai pengatur masalah ibadah, tidak boleh bersinggungan dengan politik, ekonomi maupun dasar-dasar hukum negara. Maka, saat ini, Islam merupakan solusi yang terdiskriminasi.

Tersirat bahwa kaum Muslim di Indonesia kehilangan identitasnya. Maksiat dibiarkan merajalela, riba menjadi landasan ekonomi, pendidikan mencontoh pada budaya Barat, kehidupan modern yang mementingkan gaya hidup hedonis, HAM menjadi alasan untuk berkembangnya pergaulan bebas, LGBT, prostitusi dan maksiat lainnya.

Dengan segala problematika ini masihkah kita berharap pada pemerintahan sekuler yang  berusaha merancang RKUHP,namun justru makin membuat masalah baru. Maka, satu-satunya solusi untuk problematika umat saat ini adalah menjadikan Islam sebagai ideologi (mabda’) sehingga kaum Muslimin mampu untuk bangkit dan bersegera menyelesaikan masalah-masalah yang meresahkan saat ini. Sehingga penerapan sanksi bagi pelaku maksiat bukanlah sesuatu hal yang kejam atau tidak berprikemanusian, tetapi sebagai bentuk taat kepada aturan-aturan Islam.

Post a Comment

Previous Post Next Post