Syariat Islam Memenuhi Kebutuhan Listrik Rakyat

Penulis : Ratna Munjiah 
(Muslimah Ideologis)

Pemadaman listrik selama satu pekan ini mengungkap persoalan lain yang dihadapi oleh PT Perusahaan Listrik Negara atau PLN di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Nah, pemadaman listrik ini dilakukan karena PLN tidak memiliki pembangkit listrik cadangan untuk tetap melayani pelanggannya ketika salah satu mesin pembangkit mengalami kerusakan maupun dalam masa perawatan.

Saat ini, PT PLN hanya memiliki daya listrik sebesar 27 megawatt. Sementara beban puncak pemakaian listrik mencapai 26 megawatt. Padahal, satu tahun lalu di 2018, beban puncak hanya 22 megawatt.

Menurut Manajer Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan (UP3), PT PLN, Hendra, beban puncak pemakaian daya listrik setiap tahun mengalami lonjakan. Penyebab pertumbuhan penduduk dan infrastruktur publik, maupun pemenuhan listrik untuk kalangan rumah tangga. Dalam satu tahun saja, penambahan beban naik 4 megawatt. Dari 22 megawatt menjadi 26 megawatt. Karena banyaknya pemasangan baru dan pelanggan yang melakukan penambahan daya.

Dengan kemampuan prosuksi listrik hanya 27 megawatt, sementara beban puncak 26 megawatt, itu artinya Kabupaten Berau sudah memasuki ambang defisit sumber daya listrik. Untuk mengantisipasi hal ini, PT PLN kata Hendra, saat ini tengah menyiapkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Teluk Bayur unit I. PLTU Teluk Bayur memiliki dua unit mesin pembangkit masing-masing berkapasitas7 megawatt, namun baru satu yang beroperasi.

Pemadaman Listrik PLN Berau akan berlangsung hingga 17 September 2019, Alasannya Kamis, 12 September 2019 15:42 Mesin pembangkit ini kan bekerja 24 jam selama beberapa bulan, sehingga perlu perawatan.(https://kaltim.tribunnews.com/2019/09/13/di-ambang-defisit-listrik-ini-antisipasi-yang-dilakukan-pt-pln-berau-kalimantan-timur)

Didapati fakta yang demikian tentu membuat rakyat  akan berpikir. Sejatinya propinsi Kaltim merupakan salah satu propinsi lumbung energi. Seharusnya dengan melimpahnya SDA (Migas dan Batu bara dan energi lainnya) di Kaltim tidak perlu menghadapi kekurangan atau defisit seandainya dikomparasikan antara jumlah energi yang dibutuhkan dengan ketersediaan SDA di Kaltim

Namun faktanya dengan SDA yang berlimpah tersebut sampai saat ini kondisi masyarakat di Kaltim masih susah untuk mendapatkan pasokan listrik yang dibutuhkan, dan semua ini bisa dipastikan dikarenakan salahnya pengaturan urusan rakyat tak terkecuali kesalahan dalam pengelolaan SDA yang ada. Semua terjadi tak lepas karena diterapkannya sistem kapitalis dalam pengelolaan SDA yang ada. 

Dalam sistem kapitalis SDA dikuasai oleh para kapital dengan bantuan penguasa, maka tak mengherankan defisit energi akan terjadi. Sehingga dengan alasan defisit tersebut pemerintah mau tidak mau melakukan pemadaman bergilir. Sesungguhnya pemadaman yang terjadi bukan merupakan pekara baru, namun selalu terjadi berulang dan bahkan sudah menjadi agenda rutin. 

Sampai saat ini setidaknya ada 3 faktor persoalan listrik yang menimpa di negeri kita. Pertama dari sisi kualitas, sehingga ada daerah yang setiap hari mengalami pemadaman seperti yang terjadi di Berau. Kedua persoalan kuantitas, sampai saat ini rasio elektrifikasi di negeri kita masih rendah. Faktor ketiga adalah mahalnya harga listrik. Saat ini meski rakyatnya dihadapi dengan buruknya layanan listrik oleh PT PLN, namun hampir tiap tahun TTL terus dinaikkan, bahkan harga listrik saat ini diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar alias harga komersil. 

Semua permasalahan tersebut tentu saja sangat merugikan masyarakat, baik masyarakat umum maupun dunia industri. Dan kerugian masyarakat tentu meliputi materi (kerusakan pada alat-alat elektronik, terhentinya usaha kecil seperti jasa fotokopi, sablon dst, kebakaran dan tentu akan merogoh kantong lebih dalam lagi untuk membayar tagihan listrik yang lebih mahal).

Sistem kapitalis-neoliberal adalah biang kerok krisis listrik di negeri kita. Pemilik kebijakan mengatakan bahwa kenaikan tarif listrik dilakukan karena terus meningkatnya subsidi listrik dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Dana subsidi tersebut sebenarnya bisa digunakan untuk membangun infrastruktur seperti pembangkit listrik, rumah sakit, sekolah, dan jalan raya. Di samping itu karena tingkat elektrifikasi masih rendah maka dibutuhkan dana untuk investasi. Dan itulah alasan yang terus diungkapkan pemerintah yang mana alasan tersebut adalah kamuflase semata.

Saat ini setiap tahun listrik dinaikkan namun pelayanan yang kita dapatkan masih tetap buruk. Krisis listrik yang terjadi terus menerus karena sistem kapitalis liberal tersabut. Sistem tersebut menyebabkan liberalisasi pada tata kelola listrik, baik sumber energi primer maupun layanan listrik. Adanya UU no 22 tahun 2001 menjadi payung hukum legalisasi perampokan terhadap ladang minyak dan gas (migas) di Indonesia. Akibatnya hampir 80 % ladang migas Indonesia dikuasai asing. Saat ini pemerintah tidak lebih sebagai regulator dan fasilator saja, sementara pengelolaan diserahkan kepada mekanisme bisnis.

Jika ditelisik lebih dalam liberalisasi (komersialisasi) layanan listrik, kekacauan pengelolaan listrik tejadi sejak tahun 1992, ketika swasta mulai diperkenankan turut serta dalam bisnis penyediaan listrik dengan dikeluarkannya Kepres No.37 Tahun 1992. Saat itu digembar-gemborkan bahwa kita akan kekurangan pasokan listrik. Oleh karena itu perlu dibuka pintu lebar-lebar bagi swasta untuk membangun pembangkit baru. Maka sejak itu berdirilah berbagai pembangkit swasta untuk membantu suplai listrik PLN.

Liberalisasi ini diperkuat dengan UU No.30 Tahun 2009 tentang ketenagalistrikan. Dilakukan unbunding vertikal (pemecahan secara fungsi, yaitu fungsi pembangkit, transmisi, dan distribusi). Dengan demikian pembangkit, transmisi dan distribusi hingga ritel/penjualan ke konsumen dapat dilakukan sepenuhnya oleh swasta.

Akibat liberalisasi ini maka harga akan terus menerus naik namun layanannya tetap atau semakin buruk. Maka untuk itu sistem kapitalis-liberal ini sejatinya harus dibuang karena penerapan sistem ini hanya akan menimbulkan permasalahan bagi kehidupan masyarakat, rakyat akan senantiasa mengalami kesengsaraan jika sistem ini dipakai untuk mengatur urusan rakyat. Sudah seharusnya pemimpin kita beralih kepada sistem Islam, satu-satunya sistem yang akan membawa pada kebaikan dan kesejahteraan.

Dalam Islam listrik merupakan hajat hidup orang banyak, maka listrik yang berkualitas, murah, bahkan gratis akan disediakan bagi seluruh manusia jika menerapkan sistem Islam. Dalam pandangan Islam, listrik merupakan milik umum dilihat dari dua aspek. Pertama listrik yang digunakan sebagai bahan bakar masuk ke dalam kategori api (energi) yang merupakan milik umum. Nabi Muhammad SAW bersabda:" Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara: padang rumput (kebun/hutan), air dan api (energi)."(HR Ahmad). 

Termaksud dalam kategori api (energi) tersebut adalah berbagai sarana dan prasarana penyediaan listrik seperti tiang listrik, gardu, mesin pembangkit, dan sebagainya.

Kedua, sumber energi yang digunakan untuk pembangkit listrik baik oleh PLN maupun swasta sebagian besar berasal dari barang tambang yang depositnya besar seperti migas dan batu bara merupakan milik umum. Karena milik umum, maka haram barang tambang tersebut  dikuasai oleh swasta maupun asing.

Imam At-Tarmidzi meriwayatkan hadits dari Abyadh bin Hamal, bahwa ia meminta kepada Rasulullah Saw untuk dibolehkan mengelola tambang garam. Lalu Rasulullah Saw memberikannya. Setelah ia pergi, ada seorang laki-laki bertanya: "Wahai Rasulullah, tahukan engkau, apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu bagaikan air yang mengalir."Rasulullah Saw kemudian bersabda : " Tariklah tambang tersebut darinya"( HR At-Tirmidzi).

Tindakan Rasulullah Saw yang membatalkan pengelolaan tambang yang sangat besar (bagaikan air yang mengalir) menunjukkan bahwa barang tambang yang jumlahnya sangat besar tidak boleh dimiliki oleh pribadi, karena tambang tersebut merupakan milik umum.

Oleh karena itu, barang-barang tambang seperti migas, batu-bara, emas, perak, besi, tembaga, timah, dan lain sebagainya adalah kepemilikan umum. Dalam Islam, kepemilikan umum wajib dikelola oleh negara karena negara adalah wakil ummat. Kepemilikan umum tidak boleh dikuasai dan dikelola pribadi, swasta apalagi pihak asing. Karena listrik termaksud milik umum, seharusnya listrik dapat diperoleh masyarakat dengan mudah, murah dan bahkan gratis.

Sehingga sejatinya umat Islam harus segera menyadari bahwa sudah saatnya kita seharusnya gencar menawarkan sistem alternatif di tengah kuatnya arus sistem kapitalisme, yakni sistem pemerintahan Islam. Sistem pemerintahan yang dijalankan pada landasan kuat yang dijamin kebenarannya yang berlandaskan pada Al Qur'an dan Al Hadist. Hanya sistem Islam yang akan mensejahterakan umat secara menyeluruh baik muslim maupun non muslim. Hanya kembali kepada sistem Islam maka segala persoalan tentang listrik akan dapat diselesaikan dengan tuntas. Wallahua'lam

Post a Comment

Previous Post Next Post