Solusikah Pemindahan Ibu Kota?



Oleh: Ummu Husna
Pemerhati sosial & Member Akademi Menulis Kreatif

Kondisi Jakarta dengan segudang persoalan seperti banjir, kemacetan, polusi udara dan air,  serta masalah lainnya. Belum sepenuhnya bisa teratasi, bahkan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Isu ini memunculkan gagasan pemindahan ibu kota.

Sebagaimana pernyataan ini disampaikan oleh presiden RI Joko Widodo saat jumpa pers di Istana Negara. Pernyataan tersebut adalah keputusan presiden RI Joko Widodo dalam rencana pemindahan ibu kota Negara. Pemilihan kawasan Kalimantan. Dilansir dari katadata.co.id (26/8/2019).

Solusikah ibu kota negara pindah?

Padatnya penduduk wilayah kota Jakarta dan penanganan yang pragmatis memunculkan berbagai persoalan sosial. Seperti, kemiskinan, pengangguran dan pergaulan bebas yang berujung pada tindak kriminalitas. Apakah dengan pemindahan ibu kota negara merupakan sebuah solusi? Apakah rakyat akan terbebas dari persoalan tersebut? 

Dalam segi pendanaan pemerintah hanya mampu meng _cover_ 19 persen dari total dana yang dibutuhkan (Rp 466 triliun). Selebihnya pembangunan diserahkan kepada swasta. Pemerintah hanya bayar hak sewa saja, dengan kata lain "ngontrak" dilahan sendiri. Sebuah ironi bukan?

Adalah peluang emas bagi para kapitalis untuk mengambil kesempatan ini untuk berbisnis. Dengan tujuan memperoleh banyak keuntungan. Karena pembangunan infrastruktur adalah hal utama yang diperlukan pada awal pemindahan ibu kota. Tak peduli dampak yang ditimbulkan akan merugikan rakyat. Berbagai persoalan pun muncul ke permukaan. Dan pemerintah mengabaikan pemenuhan keperluan rakyatnya.

Beban Masyarakat Meningkat

Beban Jakarta yang sudah semakin banyak, ternyata telah menulari kota besar lainnya termasuk Kalimantan Timur. Banjir yang terjadi berhari-hari pada beberapa bulan yang lalu, dan ceruk-ceruk menganga sisa galian tambang batu bara yang berubah menjadi danau merenggut nyawa warga setempat. Karena lokasi galian yang dekat dengan pemukiman warga. Asap akibat kebakaran hutan yang menjadi langganan, polusi udara dan krisis air bersih. Inilah sederet  persoalan yang terjadi di pulau Borneo. Ditambah persoalan di pulau-pulau lain yang belum teratasi. Apalagi dengan pemindahan ibu kota negara hampir dipastikan akan menambah beban persoalan.

Penggunaan konsep batil sekularisme kapitalisme _good governance_ khusus KPBU (Kemitraan Pemerintah dan Badan Usaha) yang disertai agenda hegemoni RI 4.0 dan Climate Change  yang akan diwujudkan dalam bentuk ibu kota negara berkonsep _smart_ , _green_ , dan _beauty city_ bagi peningkatan kompetisi regional maupun internasional dapat dipastikan semua ini hanyalah menjadi beban baru bagi bumi Borneo dan Indonesia.  Sementara itu bayang-bayang konflik agraria yang sering berujung kekerasan fisik dan kematian pun di depan mata. Demikian pula deforestasi dengan sejumlah persoalan seriusnya. Di samping arus _massive_ nilai dan budaya sekularisme kapitalisme di tengah-tengah masyarakat.

Islam Solusi Tunggal

Tak ada yang mampu menyelesaikan berbagai persoalan yang terjadi dari desa hingga kota besar selain dengan Islam. Carut marutnya persoalan ibu kota maupun desa berakar dari sistem kapitalistik yang mencari keuntungan sebesar-besarnya tanpa memperhatikan dampak yang akan terjadi. Negara pun hanya sebagai regulator bukan periayah umat. Bahkan negara berperan sebagai pebisnis yang menjual kebutuhan hidup kepada rakyatnya sendiri.

Sedangkan Islam aturan yang berasal dari Sang Pengatur sekaligus Sang Pencipta yaitu Allah Swt Islam datang menyelesaikan problematika umat. Peradaban Islam telah menggoreskan tinta emas dalam perjalanan kehidupan manusia di segala aspek kemajuan ilmu pengetahuan hingga kesejahteraan menjadi peradaban gemilang pada saat itu.

Lantas solusi dari hulu ke hilir hanya dapat teratasi dengan diterapkannya aturan Islam yaitu syariah Islam dalam bingkai negara, Daulah Khilafah Islamiyah. 

Wallahu a'lam bishawab.[

Post a Comment

Previous Post Next Post