Pariwisata di Era Khilafah

Oleh : Mimin Mintarsih
Ibu Rumah Tangga

Pelaksana harian wali kota Bandung Yana mulyana mendorong agar wisata halal segera terwujud ,wisata halal ini di nilai dapat mendobrak daya tarik kunjungan wisatawan ke kota Bandung,

Wisata halal bukan hanya sebatas penyediaan fasilitas shalatnya yang kebih besar arah kiblat dan produk halal, lingkungan tempat makannya juga harus bersih dan nyaman. Adanya wisata halal ini tidak lain untuk memenuhi kebutuhan pasar wisatawan muslim yang terus berkembang, semacam adanya permintaan pasar yang cukup besar, sehingga penyedia jasa bergerak untuk menyediakan kebutuhan dari permintaan tersebut.

Karateristik wisata halal ini adalah apa yang di butuhkan oleh wisatawan muslim seperti layanan makanan halal, penggunaan air yang mudah untuk berwudhu, dan fasilitas ibadah bagi muslim. Semua fasilitas dan layanan yang kondusif sesuai dengan nilai dan gaya hidup islam, tidak ada kegiatan non halal dan fasilitas rekreasi dan pelayanan yang sesuai syariah.

Karateristik ini tidak terbatas pada wisatawan muslim tapi juga wisatawan lainnya.

Dalam pandangan islam ada beberapa kata yang mewakili kata wisata, salah satunya safar, safar dalam bahasa arab yang berarti perjalanan, memiliki banyak makna jika di kaitkan dengan islam.

Dalam sebuah hadist di katakan bahwa wisatanya muslim adalah berjihad di jalan Allah. Ada pula yang di hubungkan dengan ilmu pengetahuan, sehingga perjalanan yang dilakukan dengan tujuan untuk mencari ilmu adalah safar. Di sisi lain pemahaman wisata dalam islam adalah untuk merenungi ciptaan Allah SWT, menikmati indahnya alam nan agung sebagai pendorong jiwa manusia untuk menguatkan keimanan pada zat yang menciptakanya bagi yang sebelumnya belum beriman. ini bisa mengokohkan keimanannya. Disinilah proses dakwah bisa di lakukan dengan memanfaatkan obyek wisata tersebut.

Menjadi sarana propaganda (dia'yah) karena dengan menyaksikan langsung peninggalan bersejarah dari peradaban islam itu ,siapa pun yang sebelum nya tidak yakin akan keagungan dan kemuliaan islam, umat dan peradabannya bisa di yakinkan. Yang sebelumnya tidak mempunyai keyakinan namun belum menyaksikan langsung bukti-bukti keagungan dan kemuliaan tersebut, akan yakin dengan islam.

Sementara obyek pariwisata yang bukan peninggalan sejarah dari peradaban lain maka Khikafah dua jalan, yaitu:

Pertama: Jika objek -objek tersebut merupakan tempat peribadatan kaum kafir, maka harus di lihat jika masih di gunakan sebagai tempat peribadatan maka objek- objek tersebut akan di biarkan tetapi tidak boleh di pugar atau di renovasi jika mengalami kerusakan. Namun jika objek- objek tersebut tidak di gunakan sebagai tempat peribadatan maka objek- objek tersebut akan ditutup bahkan di hancurkan.

Kedua: Jika objek- objek tersebut bukan tempat peribadatan maka tidak ada alasan untuk di pertahan kan karena objek - objek tersebut akan di tutup dan di ubah seperti apa dunia pantasi yang di dalamnya terdapat berbagai patung mahluk hidup seperti manusia dan binatang, tempat seperti ini akan di tutup patung mahluk hidupnya akan di hancurkan atau di ubah agar tidak bertentangan dengan syariat islam.

Seperti ketika Muhamad Al Fatih menaklukan konstatinovel karena waktu itu hari Jumat maka Gereja Aya Shopiapun di tutup dan di sulap menjadi mesjid, gambar-gambar dan ornamen khas kristen pun di cat, stelah itu gereja yang di sulap jadi masjidpun di gunakan untuk sholat jumat oleh Muhamad Al Fatih dan kaum muslimin. Begitu lah negara Khilafah dalam bidang pariwisata.  
Wallahu’alam Bi Shawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post