Layanan Listrik pun Diserahkan ke Swasta? Solutifkah?

Oleh: Heni Kusmawati, S.Pd

Beberapa waktu lalu tepatnya hari minggu, 4 Agustus 2019 terjadi pemadaman listrik (black out) di wilayah Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat. Akibatnya, banyak aktivitas masyarakat yang terhenti terutama yang menggunakan sistem berbasis digital. Moda transportasi umum seperti ojek online, KRL, dan MRT lumpuh sejak listrik mati pukul 11.45 WIB. Penumpangnya dievakuasi secepat mungkin. Toko-toko yang memanfaatkan listrik saat terjadi transaksi jual pun tidak beroperasi, mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) tak bisa digunakan sehingga yang tidak membawa uang tunai merasa linglung (kompas.com).

Menanggapi hal itu, pemerintah tentunya tidak tinggal diam. Melalui Mentri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan memintaPT Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk tidak terlalu banyak terlibat dalam pembangunan-pembangunan listrik. Selanjutnya, dia meminta PLN efisien dengan cara menyerahkan proyek pembangkit listrik kepada swasta untuk menggarap proyek pembangkit (Okezone.com).

Semakin jelas lah bagaimana sikap pemerintah, bukannya memberikan solusi tuntas atas mati nya listrik, malah menyerahkan ke pihak swasta. Dilansir 20Detik.com, pemerintah menggandeng China untuk membangun PLTA penghasil listrik terbesar. Pemerintah dan Tiongkok menandatangani MoU pembangunan PLTA Kayan. PLTA yang mampu menghasilkan listrik 9.000 MW ini akan mengaliri listrik untuk wilayah Tanjung Palas Timur, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara.

Padahal seperti yang dilansir JawaPos.com, proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA)nantinya yang akan rampung tahun 2020 akan menenggelamkan dua desa yaitu Desa Long Lejuh dan Long Peleban Kecamatan Peso. Dua desa itu dipastikan tenggelam akibat pembendungan sungai Kayan.

Menjadi jelas lah bahwa negara melepaskan tanggung jawabnya untuk mengurusi dan melayani rakyat. Pelayanan rakyat justru diserahakan kepada pihak swasta. 

Maka, tidaklah mengherankan ketika negara bergantung pada pihak swasta, maka negara tersebut akan mudah dikendalikan. Tidak hanya dari satu aspek akan tetapi ke seluruh aspek kehidupan.  Seperti halnya kasus black out PLN. Semestinya pemerintah menyelesaikan kasus tersebut bukannya menyerakan kepada swasta. 

Namun, bukanlah hal yang baru bagi negeri yang menerapkan sistem ekonomi liberal, seolah segala hal yang jika tidak menyerahkan ke pihak swasta untuk menyelesaikannya, maka itu menjadi aneh. Inilah konsekuensi dari penerapan sistem ekonomi liberal oleh penguasa yang berdampak buruk bagi ekonomi masyarakat.

Tentunya berbeda dengan sistem islam yang bersumber dari Allah Swt. Sistem yang tidak hanya memberikan kesejahteraan bagi kaum muslim akan tetapi bagi seluruh warga negara yang ada menerapkan sistem islam.

Sistem yang menjamin seluruh kebutuhan warga negaranya. Energi listrik sangat dibutuhkan oleh warga, apalagi saat ini tekhnologi sudah canggih yang kebanyakan memanfaatkan energi listrik.

Dalam sistem ekonomi islam, listrik adalah kebutuhan pokok rakyat, dimana negara memiliki kewajiban untuk memenuhinya. Industri listrik merupakan milik umum yang memanfaatkan bahan baku yang terus mengalir bagai air. Yang jumlahnya besar menjadi potensi membuka lapangan pekerjaan bagi rakyat serta menghidupkan roda perekonomian bagi masyarakat. Oleh karenanya, negara harus mengelola dengan baik sehingga hasilnya dinikmati oleh semua warga negara di dalamnya. Pengelolaannya oleh penguasa karena penguara adalah pelayan rakyat. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw.:

“Seorang imam adalah pelayan dan hanya dialah satu-satunya yang bertanggung jawab terhadap urusan rakyatnya”.

”Pemimpin manusia adalah pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang diurusnya” (HR Muslim).
Wallahua'lam.

Post a Comment

Previous Post Next Post