Ketika para Intelektual Terpapar Paham Liberalisme

Oleh : Afika Khairunnisa
(Muslimah Peduli Generasi)

Liberalisme dalam sebuah pengertian dimana etika sosial yang berstandar pada kebebasan, dengan keinginan bebas yang sebebas-bebasnya tanpa ada yang membatasinya. Baru-baru ini dunia pendidikan dikejutkan dengan hal-hal yang memiriskan hati.

Seperti yang dilansir oleh  HARIAN.JOGJA bahwasannya Mahasiswa program doktor UIN Sunan Kalijaga Jogja, Abdul Aziz, mengajukan konsep Milk Al Yamin yang digagas Muhammad Syahrur dalam ujian terbuka disertasi berjudul Konsep Milk Al Yamin Muhammad Syahrur sebagai Keabsahan Hubungan Seksual Nonmarital di UIN Sunan Kalijaga, Rabu (28/8/2019). Aziz mengemukakan pendapat yang menyatakan seks di luar nikah dalam batasan tertentu tak melanggar syariat. (https://m.harianjogja.com/jogjapolitan/read/2019/08/28/512/1015092/disertasi-mahasiswa-uin-sunan-kalijaga-seks-di-luar-nikah-tak-langgar-syariat).

Pertanyaannya, mengapa hal ini bisa terjadi? Padahal kita tahu berzina adalah suatu perbuatan yang sangat di laknat oleh Allah SWT, dan merupakan dosa besar. Mengapa para intelektual muslim bisa mengajukan hal-hal yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam itu sendiri?

Seolah ingin mengadopsi dan tidak mau kalah kini beberapa dari kalangan intelektual muslim mengambil nilai-nilai barat yang danggap maju dan lebih beradab agar dapat diterapkan dan dapat diakulturasikan dengan nilai dasar Islam, dengan mengkaitkan dengan beberapa ayat dan hadits yang dianggap sesuai. Mereka mulai memasukan sedikit demi sedikit pemahaman-pemahaman barat kedalam Islam, sedikit-sedikit mulai mengkikis nilai dasar Islam yang dianggap sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman, dan bahkan lebih ekstrim lagi menganggap nilai dasar ini justru menyebabkan kemunduran dan kejumudan dalam Islam.

Kalangan ini sering menganggap dirinya sebagai kalangan Moderat atau Liberal, Islam moderat dalam masyarakat sekarang dipahami sebagai Islam yang menerima semua nilai, tidak radikal dan tidak ekstrim. Seolah-olah pandangan ini secara tidak langsung di refleksikan dari pandangan barat atas Islam, mereka (barat) memframingkan Islam moderat sebagai lawan Islam radikal, untuk mendeskripsikan mereka yang berpaham non-Islamis dan atau Slafis, seperti mereka yang reformis, sekuler, dan modernis. Barat menginginkan Islam yang sesuai arahan mereka dan sesuai dengan cara pandang mereka, dan tentu saja sesuai dengan keinginan mereka.

Bukannya memperbaiki dan memberikan solusi pada kemunduran Islam, justru pandangan ini malah menambah daftar panjang kemunduran ummat. Kalangan intelektual muslim yang seharusnya menjadi pembangkit dan problem solver malah kemudian ikut terjangkit virus liberal ini. Hal ini tentunya tidak terlepas dari banyakanya kalangan intelektul yang belajar Islam dari barat atau kita sebut dengan istilah oxydental . Tak semua yang belajar dibarat memang ter-barat kan namun kebanyakan dari mereka justru menjadikan Islam sesuai dengan pandangan barat dalam memandang Islam.

Barat menginginkan Islam dapat sesuai dengan kepentingan mereka, diberikanlah kesempatan kepada para intelektual untuk belajar Islam di barat. Barat inginkan ummat Islam menafsirkan al-Qur’an sesuai dengan perkembangan zaman, sehingga Al-Qur’an dapat sesuai dengan zaman. Memperdebatkan hukum Islam yang qat’i yang dianggap sudah kuno dan tidak relevan. Menafsirkan Al-Qur’an dengan metode hermeneutika. Hermeneutik mulai digunakan sebagai alat untuk memahami suatu teks suci diawal abad 17 dan 18 M. ketika pemikiran yang berkaitan dengan wacana bahasa, filsafat, dan keilmuan lain mulai berkembang pesat, hermeneutik pun mulai dilirik masyarakat eropa dalam memamahi kitab injil. Kemudian pada akhirnya hermeneutik mulai dilirik oleh cendekiawan muslim sebagai alat bantu untuk memahami kitab suci al-Qur’an. Hal ini membuat kalangan Intelektual Muslim menjadi terpengaruh cara penafsiran barat atas Al-Qur’an yang disamakan dengan injil, sehingga begitupun mereka akan memahami Islam sesuai dengan cara pandang barat dalam beragama.

Tentu saja hal ini terjadi akibat kondisi Islam saat ini yang tidak dalam keadaan baik-baik saja. Semenjak runtuhnya wadah umat Muslim di seluruh dunia yaitu Daulah Khilafah pada tahun 1924M, muslim memang dalam keadaan yang lemah bahkan banyak dihadapkan dengan penjajahan baik secara fisik maupun pemikirannya. 

Seharusnya para intelektual muslim sadar bahwa inilah yang diinginkan oleh mereka. Mereka tidak akan meminta umat muslim untuk melepaskan kemuslimannya secara terang-terangan tapi mereka akan berupaya agar muslim itu sendirilah yang melepaskan identitas kemuslimannya. Alhasil, mereka menginginkan racun yang mereka tuangkan kedalam benak para intelektual muslim berhasil sehingga dari para intelektual inilah yang akan melanjutkan misi-misi mereka untuk melunturkan keIslaman umat. kata-kata yang keluar dari para intelektual adalah bak corong yang pasti didengar oleh kalangan masyarakat muslim lainnya. Hingga tercokolah pemikiran liberal di kalangan para intelektualnya yang akhirnya menyeruak ke kalangan musliam-muslim lainnya. Naudzubillah mindzaliq. Untuk itu saatnya muslim segera bangkit dari keterpurukan yang direncanakan oleh para kafir penjajah. Kembalilah dalam identitas muslim yang sebenarnya, kembalilah kepada fikroh dan thoriqoh yang shahih yang diajarkan dalam  syari'at Islam.

Post a Comment

Previous Post Next Post