Jeratan Ekonomi Berkedok Investasi

Oleh : Nisa Agustina, M.Pd

Surganya para investor, inilah julukan yang sekarang lebih pantas disematkan kepada negeri yang dahulu terkenal dengan sebutan Zamrud Khatulistiwa.Bukan rahasia umum lagi memang, Indonesia dengan kekayaan alamnya yang melimpah, sangat menarik perhatian banyak pihak untuk berinvestasi. Bahkan di era Jokowi-JK jumlah investasi ini mengalami peningkatanyang signifikan, yaitu naik 46 persen dari sebelumnya Rp463 triliun menjadi Rp678 triliun. (suara.com, 17/07/2017)

Kenaikan investasi ini merambah juga ke berbagai pelosok daerah, salah satunya di Kabupaten Bandung.Pada periode Januari-September 2018, investasi di Kab. Bandung mencapai Rp 14,93 triliun, naik 36,36 % jika dibandingkan dengan nilai total investasi selama 2017 yang hanya sekitar Rp 11 triliun.(www.pikiran-rakyat.com, 09/01/2019)

Mudahnya perizinan manjadi alasan utama melonjaknya nilai investasi. Kepala Dinas Pernanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bandung, Ruli Hadiana menyebutkan kenaikan investasi di Kab. Bandung dipicu oleh pelayanan perizinan yang terus dipermudah dengan sistem daring.Sejak 2017, DPMPTSP Kabupaten Bandung memiliki Sistem Layanan Online Cetak Sendiri (Siloncer) dan Sabilulungan Sistem Informasi Perizinan Terpadu (Samirindu).Dua layanan sistem daring ini memungkinkan pemohon mengajukan perizinan kapan saja dan di mana saja.Para investor yang telah masuk kemudian diberikan pembinaan agar semakin betah berinvestasi di Kab. Bandung dan tidak memindahkan modalnya ke daerah lain. (dara.co,id, 29/08/2019). Mudahnya investasi semakin mulussemenjak pemerintah pusat meluncurkansistem Online Single Submission (OSS) yang memungkinkan investor mendapat izin berusaha dalam waktu kurang dari 1 jam. (tempo.co, 09/07/2018) 

Investasi Asing = Penjajahan Ekonomi
Penanaman Modal Asing (PMA) merupakan bentuk investasi dengan jalan membangun, membeli total atau mengakuisisi perusahaan di suatu negara (Wikipedia). Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 yang mengatur tentang investasi menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Penanaman Modal Asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.

“Di era globalisasi ekonomi modern seperti sekarang ini, tentunya kita tidak bisa menolak pengaruh dan terhindar dari perdagangan internasional.Bangsa Indonesia akan jauh tertinggal, bahkan kesulitan ekonomi, jika menolak masuknya investasi asing".Itulah ucapan yang berbusa-busa dan kerap dilontarkan pemerintah dan para pengamat ekonomi untuk melegitimasi gempuran investasi.

Pemerintah seolah lupa, atau pura-pura lupa, bahwa investasi bukan dana hibah, bukan sekedar pinjaman tanpa syarat. Investasi adalah modal yang disuntikkan oleh swasta untuk beberapa jenis usaha yang ada di Indonesia dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Oleh karenanya, investor tidak akan menanamkan investasinya jika suatu usaha tidak menjanjikan keuntungan di masa mendatang. Investor juga tidak akan berinvestasi, jika tidak ada kepastian untuk mendapat keuntungan.

Maka dari itu, biasanya seorang investor akan senantiasa memastikan perolehan keuntungan pada dirinya dengan memberikan syarat-syarat yang mengikat. Investor juga pasti akan membidik obyek-obyek vital yang menjadi hajat hidup orang banyak agar memperoleh keuntungan besar karena objek tersebut dibutuhkan oleh banyak orang.

Kita ambil contoh investasi China di Indonesia. Pinjaman (investasi Asing) yang diberikan China, diikat dengan berbagai syarat seperti adanya jaminan dalam bentuk aset, adanya imbal hasil seperti ekspor komoditas tertentu ke China, hingga kewajiban negara pengutang agar pengadaan peralatan dan jasa teknis harus diimpor dari China. Mengutip riset yang diterbitkan oleh Rand Corporation, China’s Foreign Aid and Government Sponsored Investment Activities, disebutkan bahwa hutang yang diberikan oleh China mensyaratkan minimal 50 persen dari pinjaman tersebut terkait dengan pembelian barang dari China.

Jika saja para investor yang menanamkan modal lewat Penanaman Modal Asing (PMA) ini diberi ketentuan-ketentuan yang tegas terkait bidang-bidang mana saja yang boleh dan tidak boleh digarap, barangkali utang negara dan segenap permasalahannya tidak menjadi serumit sekarang.Tapi nyatanya tidak demikian, perusahaan asing itu justru diberi pintu gerbang sehingga leluasa membeli saham mayoritas perusahaan lokal.  Termasuk perusahaan plat merah yang diprivatisasi yang sebetulnya sudah memiliki pasar dan menguntungkan. 

Swasta asing di sini bahkan menguasai 100 persen saham bidang usaha strategis yang menguasai hajat hidup orang banyak, atau saham bidang usaha strategis yang merupakan kepentingan keamanan negara seperti jaringan telekomunikasi, jasa survey dan sistem komunikasi data. Ini sama saja dengan menggadaikan nyawa negara pada asing.  Bahkan tak berlebihan kalau ada yang mengatakan sejak keran investasi dibuka lebar maka Indonesia for sale dan kita kembali terjerat dalam penjajahan ekonomi. Sebab, semua itu melapangkan jalan pada asing untuk menguasai dan melemahkan keamanan negara melalui penguasaan data dan jaringan telekomunikasi, menguasai SDM dan menggunakan data melalui jasa survei untuk kepentingan negara lain, memonopoli ekonomi melalui retail di marketplace, menguasai lab jaringan dan sel untuk merampok plasma nutfah atau bahkan kepentingan senjata biologis, dan tak terkecuali menanamkan budaya asing melalui penguasaan pengelolaan pariwisata.

Realitas investasi asing hari ini secara nyata menjadikan Indonesia bergantung kepada negara lain alias tidak berdaulat. Bahkan, dengan melihat skema pembayaran hutang yang dimiliki Indonesia saat ini, diperkirakan Indonesia tidak akan pernah terbebas dari jebakan hutang sampai kapanpun. Ini berdampak pada semakin beratnya beban yang harus ditanggung masyarakat, karena penyelesaian utang dan bunganya semakin menyerap alokasi dana APBN.

Untuk itu, agar bisa terlepas dari ketergantungan asing, Indonesia harus keluar dari sistem kapitalistik global.Secara mendasar, kebijakan-kebijakan Indonesia mestinya tidak lagi berbasis pada kesepakatan internasional.Sehingga tidak mudah ditekan dan didikte. Sebagai negeri muslim terbesar, Indonesia dapat mengulang sejarah kegemilangan perekonomian Islam dengan menerapkan Syari'at Islam secara holistik melalui institusi Khilafah.

Prinsip dasar Khilafah dalam bekerjasama dengan negara lain adalah tidak memberikan jalan masuk bagi Asing untuk menguasai kaum muslimin dan bertujuan semata-mata demi kemashlahatan warga negara Khilafah. Khilafah, yang dikenal independen, menjalankan roda perekonomian mandiri sesuai syari’at Islam dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam dan manusia, termasuk menghindari berbagai perjanjian luar negeri yang bertentangan dengan syari’ah.

Dengan pengelolaan sistem keuangan negara berbasis syari’ah, maka akan diperoleh pemasukan rutin yang sangat besar dalam APBN negara yang berasal dari pos fa’i dan kharaj, pos kepemilikan umum, dan pos zakat. Abdul Qadim Zallum dalam buku Sistem Keuangan Negara Khilafah mengemukakan bahwa kebutuhan dana negara yang sangat besar juga dapat ditutup dengan penguasaan (pembatasan oleh negara) atas sebagian harta milik umum, gas alam, maupun barang-barang tambang lainnya.

Tentu hal ini hanya bisa terlaksana jika para elit politik berkemauan kuat untuk mengelola sumber daya alam secara mandiri (tidak bermental terjajah) dan bukan malah menyerahkannya kepada negara lain.Pembinaan yang dilakukan terhadap para investor PMA di kab. Bandung dan atau seluruh wilayah Indonesia lainnya hanya akan menguntungkan kapitalis asing, menyengsarakan rakyat dan memberi peluang neo imperialisme terus berkembang.
 Wallahu a'lam bish-showab

Post a Comment

Previous Post Next Post