Islam Menghapuskan Rasisme



Oleh: Sofia Ariyani, S.ù
Pegiat Opini dan Member Akademi Menulis Kreatif


Isu rasisme masih hangat diperbincangkan dunia. Tidak mengenal negara berkembang maupun negara maju. Isu yang sangat rentan terhadap perpecahan suatu negara. Pada sistem hidup yang berlandaskan kebebasan ini mestinya kasus-kasus rasisme tidak muncul, akan tetapi yang terjadi nampak seolah menafikan prinsip liberalisme itu sendiri.

Beberapa waktu lalu terjadi kerusuhan di Manokwari Papua yang memakan sejumlah korban jiwa, berawal dari ujaran rasis yang dilontarkan oleh oknum TNI. 
Dilansir oleh beritagar.id, pangkal musababnya, para mahasiswa dituduh telah melakukan perusakan bendera Indonesia di depan asrama mereka di Jalan Kalasan No.10, Surabaya. Bendera Merah Putih pun tergeletak di selokan depan asrama.

Puluhan mahasiswa itu kemudian mendapat perlakuan tidak semestinya. Umpatan binatang hingga aksi represif kepolisian menerobos masuk asrama dengan melemparkan gas air mata harus diterima oleh para mahasiswa Papua itu.

Tindakan itu diambil kepolisian karena puluhan mahasiswa itu tak menuruti perintah untuk keluar dari asrama dan menyerahkan diri. Setidaknya, empat mahasiswa terluka akibat aksi tersebut.

Menurut Dorlince Iyowau, salah satu penghuni asrama, alasan pihaknya tidak keluar karena kondisi di sana tidak kondusif, masyarakat dan sejumlah aparat mengurung mereka. (beritagar.id, 19/08/2019)

Terlepas dari kasus pelecehan bendera merah putih yang belum jelas pula kebenarannya, tetap tidak dibenarkan melontarkan ujaran rasisme yang berujung pada kerusuhan dan menelan korban jiwa. Memang tidak dipungkiri pula peristiwa di Papua kemarin adalah akumulasi dari kemarahan dan penderitaan rakyat Papua yang selama ini senantiasa "dianak tirikan". Lebih lanjut bahwa diduga kuat terdapat tangan-tangan oknum pejabat kapitalis yang cenderung menginginkan agar Papua berpisah dari Indonesia.

Tidak semestinya ujaran rasis terlontar di negeri yang menjunjung tinggi Bhineka Tunggal Ika ini. Sangat ironis dengan _tagline_ rezim penguasa yang gencar dikampanyekan berupa "NKRI Harga Mati, Saya Pancasila, Saya Indonesia" yang katanya untuk menangkal paham radikal. Tetapi justru mereka sendirilah yang mengingkarinya. Ketika bintang kejora dikibarkan di depan istana, kala pengusungnya berdemo tak satu pun dari aparat yang mengamankannya, padahal jelas mereka menginginkan Papua terpisah dengan Indonesia. Hal ini tentu mengancam keutuhan NKRI. Ironisnya negara pun bergeming seolah membiarkan.

Di negara pengusungnya liberalisme dan demokrasi, kasus rasisme justru menempati urutan lebih tinggi. Tak dinyana Donald Trump yang saat ini menjadi pemimpin yang dipandang arif dan bijak dalam keberagaman warga negaranya malah tersandung beberapa kasus rasisme, salah satunya terhadap beberapa anggota Parlemen Demokrat minoritas.

Bukan kali ini saja, sejak era kolonialisme, rasisme di negeri Paman Sam sudah merebak. Secara hukum dan sosial, hak-hak dan pemberian keistimewaan hanya diberikan kepada orang Amerika berkulit putih. Xenofobik dan diskriminasi menjadi momok bagi warga Amerika pendatang. Orang Amerika kulit putih menganggap dirinya ras unggul, selain dari mereka dipandang ras rendah, seperti Asia, Afrika, Hispanik, dan Arab.

Amerika sebagai adidaya kapitalisme dan kiblat liberalisme faktanya justru menjadi negara yang telah melanggar aturannya sendiri. Kebebasan seolah hanya miliknya, tidak untuk negara lain. Ini menjadi bukti bahwa demokrasi beserta kroninya yang mengusung kebebasan hanyalah _lip service_ dan tidak akan pernah sinkron dengan kehidupan, demikian utopis.
Karena demokrasi adalah sistem yang berasal dari aturan manusia dan hingga kini belum pernah terbukti mampu menyejahterakan kehidupan dan memanusiakan manusia. Sebaliknya, berbagai pertentangan, perselisihan, peperangan hingga perusakan alam dan manusia mewarnai dunia.

Islam Agama Memuliakan Manusia

Islam, agama mulia yang diturunkan oleh Allah Swt untuk mengatur segala aspek kehidupan. Islam dengan seperangkat aturannya membuat manusia hidup mulia.

Adalah Bilal bin Rabbah seorang sahabat Rasulullah, budak hitam yang pertama masuk Islam. Ia menjadi simbol sekaligus bukti keadilan dan kesempurnaan Islam, tidak ada rasisme atau pun perbedaan antara orang berkulit putih, berkulit merah maupun berkulit hitam. Tidak ada jenjang sosial dan ekonomi. Tidak ada perbedaan antara budak dan majikan, atasan dan bawahan, bahkan rakyat dan penguasa.

Bilal bin Rabbah bahkan menjadi salah seorang sahabat Rasul Saw yang dijamin masuk surga.

Allah menciptakan manusia berbeda-beda dalam penciptaannya, beda bangsa, bahasa, suku, ras, hingga warna kulit agar saling mengenal satu sama lain. Yang membedakan di sisi Allah hanyalah ketakwaannya. Allah berfirman yang artinya:

 _“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu."_ (TQS. al-Hujurat: 13)

Rasul Saw pun bersabda:

 _“Lihatlah, engkau tidaklah akan baik dari orang yang berkulit merah atau berkulit hitam sampai engkau mengungguli mereka dengan takwa.”_ (HR. Ahmad)

Tak akan ada kemuliaan dan saling menghargai pada diri manusia ketika sistem yang menaunginya pun adalah sistem rusak. Kapitalisme beserta derivatnya sudah nyata merupakan sistem rusak dan tak mampu memanusiakan manusia.

Hanya Islam yang terbukti mampu memuliakan manusia apapun warna kulitnya, sukunya, bahasanya dan bangsanya. Hanya Islam yang mampu menghilangkan _gap-gap_ antara budak dan tuannya, atasan dan bawahan, serta antara rakyat dan penguasa. Maka ini dihasilkan dari sistem yang mendukung, yaitu sistem Islam. Suasana keimanan yang tercipta akan menghapuskan rasisme. Suasana ini hanya dapat terwujud ketika ditopang oleh institusi Khilafah Islamiyah. Khilafah akan menjaga perbedaan itu dalam satu kesamaan, berbeda dengan satu tujuan yaitu menggapai rida Allah. Berbeda-beda tetapi tetap satu dalam naungan Khilafah Islamiyah.

 _Wallahu a'lam bishshawab_.

Post a Comment

Previous Post Next Post