Fenomena LGBT, Apakah Sudah Diakui Keberadaannya ?

Oleh : Rukmini Lathifah, S.Pd 
(Pendidik dan Anggota Akademi Menulis Kreatif Kalsel)


Kehadiran kelompok LGBT (Lesbian Gay Biseksual Transgender) dalam acara halal bihalal Idul Adha dan hari kemerdekaan RI ke 47 dilingkungan Pemkot Banjarbaru mengundang reaksi masyarakat. Bukan saja joget bersama dengan para petugas kebersihan tetapi juga berfoto bersama dengan walikota dan wakilnya, semakin menguatkan sinyal bahwa LGBT telah semakin massif menjalin kedekatan dan meraih pengakuan para penguasa. 

Menurut Muhammad Riza, Ketua IPBS(Ikatan Pemuda Santri Banjarbaru), ”Bentuk acara serta undangannya tidak mencerminkan kebiasaan serta kondisi masyarakat Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan yang mayoritas muslim dan dikenal sangat religius. Riza mempertanyakan kepantasan dan relevansinya mengundang para waria yang bukan saja berjoget bersama dengan petugas kebersihan, namun berfoto bersama dengan wali kota dan wakil walikota beserta jajaran pimpinan Dinas Lingkungan Hidup.
Keberadaan kaum pelangi ini berkembang sangat pesat. Di Banjarbaru, menurut Komisi Penaggulangan AIDS (KPA) Kota Banjarbaru Edy Sampana kepada BPOST Online, di dunia nyata LGBT  terkumpul dalam beberapa kelompok. “Info dari seorang pengidap HIV, di Banjarbaru ada tiga kelompok Lelaki Seks Lelaki (LSL) jumlah anggota tiga kelompok sekitar 60 orang.” Menurut Pak Edy Sampana. 
Di dunia maya, komunitas LGBT di Banjarbaru itupun mempunyai beberapa grup di facebook yang bernama Comunitas Gay Martapura dan Banjarbaru (New) yang beranggotakan 300 anggota dan sudah eksis sejak beberapa tahun yang lalu. 

Perkembangan jumlah kelompok LGBT ini dari tahun ke tahun kian bertambah. Dikalangan masyarakat sendiri, sebenarnya keberadaan kelompok LGBT sangat dikecam dengan keras.  Bahkan Ketua MUI, Husin Naparin, mengatakan sejak 2014 lalu MUI telah mengeluarkan fatwa haram terkait LGBT.  Artinya keberadaannya dikalangan masyarakat Banjarbaru khususnya, yang mengaku sebagai masyarakat religius, LGBT adalah bentuk  penyimpangan dan harus ditanggulangi secara serius. Bukan  malah diberikan tempat.

Dalih Kebebasan dan HAM

Penyebaran virus LGBT semakin hari semakin massif. Penyebaran ide dan perilaku LGBT menggunakan dalih kebebasan HAM. Meski sebagian besar masyarakat menentangnya, akan tetapi gaya hidup ini semakin subur dan berkembang ditengah masyarakat. Dengan dalih bahwa LGBT sah-sah saja keberadaannya dengan berlandaskan kepada kesesuaiannya  dengan ide relativitas kebenaran dan moral. Intinya, tidak ada kebenaran tunggal dan yang mengikat semua orang. Kebenaran bersifat majemuk, bergantung kepada individu, budaya dan konteks sosial tertentu. Semua orang harus toleran terhadap ukuran moralitas serta ukuran benar salah menurut pihak lain. Karena itu menurut ide ini perilaku LGBT tidak boleh dipandang sebagai perilaku menyimpang, tidak bermoral dan abnormal.

Menurut ide ini, LGBT hanya merupakan keberagaman orientasi seksual seperti halnya perbedaan suku, agama, ras dan budaya dalam masyarakat. Perilaku LGBT dianggap manusiawi dengan dalih tidak merugikan orang lain. Yang penting, perilaku seksual yang terjadi aman, nyaman dan bertanggung jawab. Masyarakat lantas dituntut toleran terhadap perilaku menyimpang LGBT.

Selain itu, setiap orang bebas untuk mengekspresikan diri , dan itu bagian dari HAM. Dari sudut pandang kebebasan dan HAM, pelaku LGBT hanya mengekspresikan orientasi seksual dan identitas gender yang jadi pilihannya sebagai bagian dari hak asasinya. Berdasarkan dalih kebebasan dan HAM itu, penentangan atas perilaku LGBT kemudian dianggap sebagai pelanggaran HAM.

LGBT mengancam generasi, kembali kepada Fitrah

LGBT bukanlah hak asasi manusia. Melainkan penyimpangan kodrat yang diberikan oleh Sang Maha Pencipta. Bahkan menurut psikolog, ibu Elly Risman, perilaku penyimpangan LGBT ini, kini telah bermetamorfosa menjadi wabah menular yang mendunia (pandemik).
Maka kondisi ini bukan hanya mengancam generasi, tetapi juga populasi manusia. Inilah akibat yang terjadi, ketika sanksi hukum yang tegas tidak diberlakukan. Tetapi justru dibela atas dasar hak asasi manusia.

Secara mendasar, syariah Islam mengharuskan Negara untuk senantiasa menanamkan aqidah Islam dan membangun ketakwaan pada diri rakyat. Negarapun juga berkewajiban menanamkan dan memahamkan nilai norma, moral budaya, pemikiran dan sistem islam kepada rakyat.

Syariat Islam sendiri sesungguhnya memiliki tiga pilar dalam penerapannya, yaitu ketakwaan individu, kontrol sosial dalam masyarakat dan penerapan Syariat Islam secara menyeluruh oleh negara.

Penanaman keimanan dan ketakwaan juga membuat masyarakat tidak disominasi oleh sikap hedonis, mengutamakan kepuasan hawa nafsu. Selain itu, Negara juga tidak akan membiarkan penyebaran pornografi dan pornoaksi ditengah masyarakat. Masyarakat akan diajarkan bagaimana menyalurkan naluri melangsungkan keturunannya (gharizah nau’) dengan benar.

Penerapan sistem Islam akan meminimalkan seminimal mungkin faktor-faktor yang bisa memicu terjadinya kekerasan seksual, pedofil, sodomi dan perilaku seksual lainnya.

Jika masih ada yang melakukannya, maka sistem ‘uqubat (sanksi) Islam akan menjadi benteng yang bisa melindungi masyarakat dari semua itu. Hal itu untuk memberikan efek jera bagi pelaku kriminal dan mencegah orang lain melakukan kejahatan serupa.

Dalam syariat Islam, pelaku LGBT tidak memiliki tempat sedikitpun dalam masyarakat. Pelaku homoseksual ini, akan dijatuhi hukuman yang sangat berat yaitu dijatuhkan dari tempat yang tinggi sampai mati. 

Syariat Islam adalah aturan terbaik bagi manusia, bahkan bagi alam semesta. Syariat Islam itu justru memuliakan, mengembalikan makhluk kepada fitrah penciptaannya, memberikan rasa adil dan menjadi rahmat ketika diterapkan secara menyeluruh dan sempurna.

Oleh karena itu, siapapun yang menghendaki masyarakat yang bersih, dipenuhi kesopanan, keluhuran, kehormatan, martabat dan ketentraman, akan menuntut penerapan syariat dinegeri ini hingga terwujud kehidupan manusia dalam peradaban gemilang dibawah naungan khilafah. Maka Islam  sebagai  rahmatan lil ‘alamin akan  terwujud.
Wallahua'lam bish shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post