Syariah Islam Dalam Mewujudkan Kemaslahatan Umat

Penulis : Mutiara Putri Wardana

Pasca digelarnya Ijtimak Ulama IV pada tanggal 5 Agutus 2019 lalu di Bogor yang menyatakan bahwa sesungguhnya semua ulama ahlussunah waljamaah telah sepakat terhadap penerapan syariah, dan penegakan khilafah serta amar ma'ruf nahi munkar adalah kewajiban agama Islam. Selain itu, mewujudkan NKRI bersyariah berdasarkan Pancasila merupakan salah satu rekomendasi Ijtimak Ulama IV nomor 3.6. Dan hal itu jelas saja menuai polemik terutama bagi mereka yang berkecimpung di pemerintahan saat ini.

Moeldoko selaku kepala staff kepresidenan sendiri ikut buka suara terkait hal ini, dia mengatakan  bahwa negara kita ini kan bukan negara Islam. Negara kita ini negara... sudah jelas ideologinya, ideologi lain nggak bisa dikembangkan di sini. Sepanjang itu berlawanan dengan ideologi Pancasila, ya harus dilawan. Moeldoko juga menekankan Indonesia bukan negara berdasarkan Ijtimak Ulama. Indonesia merupakan negara yang berlandaskan hukum. (https://news.detik.com, 07/08/19)

Penolakan NKRI Syariah juga datang dari politisi Sekjen PPP Arsul Sani yang mengatakan tidak boleh kemudian ada orang Islam di negara ini yang karena pemahaman keagamaannya lalu ingin mengubah ideologi atau dasar negara kita atau bentuk negara kita. Dari negara kesatuan menjadi misal negara dengan sistem khilafah. (https://news.detik.com, 07/08/19)

Selain itu ada juga Plt Kepala BPIP Haryono yang mengatakan bahwa sejak awal, para pendiri bangsa kita menyatakan kita bukan negara agama, tapi bukan negara yang sekuler atau yang anti agama tetapi negara yang berketuhanan. Negara yang menjadi milik semua. (https://news.detik.com, 13/08/19)

Itu hanya lah sebagian kecil pihak yang kontra akan penegakan syariah Islam di negara ini, selain mereka pastinya masih banyak lagi yang tidak setuju bahkan alergi terhadap apa yang dipaparkan dalam Ijtimak Ulama IV tersebut. Dan tentunya penolakan itu bukan sebuah hal yang mengejutkan lagi karena seperti yang kita ketahui bersama banyak pihak-pihak yang sudah menentang akan tegaknya syariah itu sendiri.

Pasca bangsa Indonesia merebut kemerdekaannya juga banyak kelompok-kelompok umat Islam yang menggaungkan penegakkan syariah Islam secara kaffah. Hal itu bisa dilihat dari pro-kontra selama proses pembentukan Dasar Negara Republik Indonesia, dimana antar kelompok Islam dan Nasionalis saling silang pendapat.

Dalam merespon sila pertama Dasar Negara, kelompok Islam kekeuh dengan memperjuangkan point pertama Piagam Jakarta, yaitu Ketuhanan dengan kewajiban melaksanakan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Sementara itu kelompok Nasionalis menolaknya, dan kekeuh untuk tetap mengajukan sila yang dapat merangkul semua kelompok agama. (islami.co, 06/02/19)

Jadi, jangan mengelak jika Indonesia dikatakan sebuah negara sekuler sebab pada faktanya Islam hanya dipakai dalam hal ibadah ritual saja tapi tidak dipakai dalam ranah kehidupan yang lain. Padahal Islam bukan sekedar agama tapi sebuah mabda sebab Islam itu ajaran yang komprehensif, yang mengatur semua aspek kehidupan, baik kehidupan pribadi, keluarga, kelompok, masyarakat maupun bangsa dan negara. Sederhananya, Islam terdiri dari akidah dan syariah (peraturan-peraturan dalam kehidupan).

Dengan dalih toleransi aturan Allah SWT dikesampingkan dan lebih memilih aturan-aturan yang bersumber dari buah pemikiran manusia. Padahal Allah adalah satu-satunya Pencipta yang menciptakan manusia, alam, dan hidup ini beserta aturan-aturan di dalamnya. Tetapi dengan sombongnya kita manusia membuat aturan sendiri yang justru memberi dampak seperti apa yang terjadi saat ini. Sistem kufur yang rusak terus dijunjung tinggi sementara sistem Islam terus dicaci.

Maka benar saja apa yang difirmankan Allah dalam surah Ar-Rum ayat 41 yang artinya “Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan (maksiat) manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.

Padahal jika kita mau mempelajari dan memahami bagaimana jalannya sebuah negara dengan diterapakannya syariah secara kaffah pasti kita tidak akan alergi mendengarnya bahkan kita akan bersama-sama memperjuangkannya.Sistem Islam juga sangat toleran terhadap non-muslim. Syariat Islam tak sepenuhnya juga tergantung oleh negara, tak perlu UU. Seperti shalat, puasa, haji, zakat, umrah. Hal itu bisa dikerjakan oleh siapapun yang muslim tanpa melihat ada atau tidaknya UU.

Adapun syariah sering salah diartikan dan sangat ditakuti terutama hukum pidana secara Islam (hudud) seperti hukum pidana qishos, rajam, potong tangan, qital.

Pelaksanaan hudud ini harus dengan otoritas negara didukung UU, tidak boleh dilakukan secara individual, lewat ormas, partai, yayasan atau entitas lain. Jadi tidak seperti apa yang dibisikkan oleh pihak-pihak pembenci agar masyarakat fobia terhadap aturan agamanya sendiri terlebih yang berlebel muslim. Lagi pula, dengan diterapkannya syariah oleh sebuah negara juga bisa memperkuat hukum positif dan bisa dijadikan tindakan preventif atas segala tindakan yang melanggar hukum syara’.

Jika ada yang mengatakan negara ini sudah menerapkan syariah, syariah yang bagaimana? Karena pada faktanya sekarang ini syariah Islam hanya dipakai dalam hal ibadah ritual saja seperti yang ada di dalam rukun Islam (syahadat, sholat, puasa, zakat, dan haji).

Syariah yang diterapkan di aspek lain seperti perbankan atau lembaga keuangan yang katanya syariah, pendidikan yang berlabel kan Islam, atau bahkan pengadilan terkait hukum Islam yaitu pengadilan agama apakah pantas disebut sebagai penerapan syariah? Tidakkah kita berpikir bahwa itu hanya kamuflase dari para musuh-musuh Islam yang mengaburkan keberadaan sebuah sistem sekuler di tengah-tengah kita saat ini.

Yang mengherankan dan menjadi tanda tanya besar adalah bagaimana bisa negara dengan mayoritas muslim malah menolak dan menentang tegaknya syariah Islam itu sendiri. Apalagi sampai menuduh syariah Islam bertentangan dengan Pancasila dan bisa disangka sebagai makar. Hal itu merupakan sebuah tuduhan yang salah alamat, karena penerapan syariah secara kaffah sendiri lah yang bisa mewujudkan sila-sila itu dan bukan demokrasi seperti sekarang ini yang justru banyak mengalami kecacatan dalam mewujudkan nilai-nilai dari Pancasila.

Itulah usaha dari musuh-musuh Islam yang dengan suksesnya menggiring stigma negatif tentang Islam terutama dalam hal penerapan aturannya melalui sistem khilafah dan penegakkan syarih secara kaffah. Lantas pantaskah kita disebut muslim jika kita memusuhi aturan Islam itu sendiri.

Jangan sombong mencap diri kita beriman kepada Allah dan kitab-Nya jika apa yang difirmankan Allah saja kita ingkar dan dengan bangganya kita menolak segala apa yang disampaikan Allah di dalamnya.

Diterapkannya syariah Islam adalah aspirasi yang tidak dapat disingkirkan begitu saja. Selama negara ini masih menganut demokrasi, tidak ada alasan untuk membungkam suara-suara yang menginginkan penerapan syariah Islam di negeri ini. Persoalannya, sebagian besar masyarakat takut akan hal itu.

Harusnya kita malu meneriakkan dengan lantang NKRI harga mati, Pancasila adalah ideologi negara tetapi kita justru merusak negara kita tercinta ini dan tidak bisa memberikan pemecahan masalah terhadap problematika yang terus menerus kita hadapi, tidak ada kemaslahatan yang kita rasakan. Justru kita tidak bisa mengaplikasikan nilai-nilai pancasila itu sendiri. Syariah Islam lah satu-satunya cara untuk mewujudkan kemaslahatan yang sesungguhnya yang tidak bisa diwujudkan oleh sistem kufur yang kita terapkan saat ini, yaitu demokrasi yang sebenarnya lebih tepat dikatakan kapitalisme.Wallahua'lam
Previous Post Next Post