Kumuhnya Batas Wilayah Kota-Kabupaten Bandung

Oleh: Ika Kartika 
Ibu Rumah Tangga, Kabupaten Bandung


Pantauan Visi.news, Kamis (15/8), tugu batas wilayah di jalan raya Cibiru yang kerap macet terutama saat jam-jam sibuk, selain catnya di bangunan gedung sudah kusam dan sebagian huruf diduga ada yang mencopot, beberapa bagian tugu kini dipenuhi coretan oleh aksi vandalisme orang tak bertanggung jawab.

Entah siapa yang harus bertanggung jawab untuk merawat, sekaligus memelihara tugu batas wilayah ini, apakah Pemprov Jabar, Pemkot Bandung, Pemkab Bandung, ataukah pihak Kecamatan Cileunyi. Sementara yang pasti kondisinya harus segera ditangani karena saat ini tugu batas wilayah sangat mengenaskan, Kata Dr. Deni K. Yusuf, dosen UIN SGD Bandung yang juga sekretaris RW 21 Komplek Griya Manglayang (GBM 21) Desa Cinunuk, Kecamatan Cileunyi.

"Jujur, saya sangat prihatin dan menyayangkan tangan-tangan jahil yang telah merusak dan mencorat-coret tugu batas wilayah tersebut. Nya atuh pepeuriheun teu ngarawat, cik atuh ulah dirusak sareng dicurat-coret," kata Deni.
Lebih memprihatinkan lagi ketika disinyalir bahwa kawasan tersebut  menjadi tempat maksiat karena tidak jarang ditemukan juga alat kontrasepsi kondom di sudut-sudut lorong tugu tersebut.

Otonomi daerah diduga kuat menjadi salah satu faktor saling lempar tanggung jawabnya pemerintah dalam menangani masalah-masalah yang ada di titik-titik perbatasan. Alih-alih setiap potensi kebaikan dan keburukan dapat tertangani dengan baik oleh pemimpin daerah setempat, yang terjadi justru terbengkalainya amanah yang semestinya menjadi tanggung jawab mereka.

Banyaknya bangunan-bangunan yang terbengkalai tanpa pemeliharaan bahkan dimanfaatkan oleh sebagian orang untuk berbuat maksiat menjadi bukti abainya pemerintah dalam penataan kota. Tentu dibutuhkan adanya analisis kegunaan setiap  bangunan sehingga tidak perlu ada pemborosan anggaran untuk membangun sesuatu yang sebenarnya tidak terlalu urgen. Alangkah lebih baiknya untuk lebih memfokuskan anggaran ke arah pemenuhan kebutuhan asasi warga dan kolektif mereka. Ketika masih ada sisa anggaran maka dapat diarahkan untuk kebutuhan tersier semisal pembangunan dan perbaikan tata kota yang tentu tak kalah penting dari kebutuhan primer dan sekunder lainnya. 

Hal ini sangat berbeda dengan kondisi yang terjadi pada masa kekhilafahan. Pada saat aturan Islam dijadikan standar dalam pengaturan setiap urusan masyarakat oleh pe mimpin (khalifah). Keindahan dan pengurusan tata kota yang dibangun oleh negara (khilafah) dikerjakan sesudah pengurusan (riayah) dari sisi kebutuhan asasi seperti sandang, pangan, papan. Begitupun dengan kebutuhan kolektif seperti keamanan, kesehatan dan pendidikan di masyarakat telah terpenuhi dengan baik.

Islam adalah agama yang komprehensif memiliki tata aturan untuk memberikan kaidah dan konsep dalam menata kota yang baik. Karena pemimpin (khalifah) menyadari sepenuhnya dengan tugasnya dan bertanggungjawab mengurus (riayah) kepentingan rakyatnya dan kelak ia akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah Swt Sebagaimana hadits berikut ini: 

"Setiap orang adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang kepala negara adalah pemimpin atas rakyatnya dan akan dimintai pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya." (HR. Muslim)

Banyak fakta tentang penataan kota pada masa kekhilafahan seperti pada masa Bani Umayyah, Cordoba menjadi ibu kota Andalus yang muslim. Kota ini dikelilingi dengan taman-taman hijau. Pada malam harinya diterangi dengan lampu-lampu sehingga pejalan kaki memperoleh cahaya sepanjang sepuluh mil tanpa terputus. Lorong-lorongnya dialasi dengan batu ubin dan sampah-sampah disingkirkan dari jalan-jalan. 

Tempat mandi berjumlah 900 buah dan rumah-rumah penduduknya berjumlah 28.300 buah, gedung-gedung sebanyak 80.000 buah, masjid 600 buah dan luas kota Cordoba adalah 30.000 hasta. Pada malam hari ada sebuah masjid dengan 4.700 buah lampu yang meneranginya dan setiap tahunnya menghabiskan 24.000 ritel minyak, 19 pintunya berlapiskan perunggu dan  lempengan-lempengan emas.

Di Granada terdapat bangunan di dalam Istana al-Hamra yang merupakan lambang keajaiban dari masa ke masa. Istana ini didirikan di atas bukit yang menghadap ke kota Granada dan hamparan ladang yang luas dan subur mengelilingi kota itu sehingga tampak sebagai tempat terindah di dunia. Jika beralih ke Baghdad akan dijumpai bahwa biaya yang dibelanjakan untuk membangun kota ini mencapai 4.800.000 dirham, sedang jumlah pekerja mencapai 100.000 orang.

Contoh di atas hanyalah sebagian kecil dari fakta yang tampak pada peradaban Islam yang maju. Betapa Islam sangat memperhatikan penataan kota, selain untuk keindahan, memberikan kenyamanan dan keamanan para penduduknya. Penataan yang luar biasa (di zamannya) ini dibuat oleh para penguasa saat itu ketika kebutuhan asasi dan kolektif masyarakat telah terpenuhi dengan baik.

Kelalaian terhadap pengurusan yang terjadi di tugu batas Kota dan Kabupaten Bandung pada hakikatnya tidak akan terjadi jika para pemangku kebijakan dan masyarakatnya memiliki kesadaran untuk senantiasa merasa diawasi oleh Allah Swt dan mau untuk menyandarkan segala permasalahan pada aturan syara, bukannya malah saling melempar tanggungjawab. Dalam sistem Islam hal ini akan diminimalisir, karena khalifah yang merupakan pemimpin tertinggi akan memberi amanah kepada tiap aparat negara yang ada di bawahnya dengan jobdesk dan penentuan batas wilayah yang wajib menjadi tanggungjawab periayahan dari pemimpin daerah (dari tingkat provinsi hingga terbawah).
       
Selama di negeri ini masih menggunakan paradigma sistem sekuler (memisahkan agama dari kehidupan) tidak hanya masalah batas kota akan tetapi masalah-masalah lain akan bermunculan dan cenderung arah penyelesaiannya tidak sampai pada akarnya. Oleh sebab itu hanya dengan kembali pada syariat Islam yang menyeluruh (kaffah) saja yang akan menjadi solusi terbaik untuk menyelesaikan semua permasalahan yang terjadi.
Wallahu a'lam bi ash-shawab

Post a Comment

Previous Post Next Post