Benarkah Indonesia Masih Terjajah Kapitalis Liberal ?

Oleh : Risnawati 
(Penulis Buku Jurus Jitu Marketing Dakwah)

Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh menyebutkan bahwa sistem bernegara Indonesia menganut sistem kapitalis yang liberal. Surya Paloh mengatakan itu saat memberikan kuliah umum di Kampus Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta Pusat, yang bertajuk "Tantangan Bangsa Indonesia Kini dan Masa Depan".

"Ketika kita berkompetisi (pilpres dan pilkada), wani piro. Saya enggak tahu lembaga pengkajian UI ini sudah mengkaji wani piro itu saya enggak tahu, praktiknya yang saya tahu money is power, bukan akhlak, bukan kepribadian, bukan attitude, bukan juga ilmu pengetahuan. Above all, money is power," kata Surya Paloh, di Jakarta, Rabu (14/8).

Artinya, lanjut dia, sebenarnya Indonesia malu-malu kucing untuk mendeklarasikan sebagai negara kapitalis yang liberal. "Kita ini malu-malu kucing untuk mendeklarasikan Indonesia hari ini adalah negara kapitalis, yang liberal, itulah Indonesia hari ini," jelasnya.

Tokoh nasional ini pun menyayangkan sistem politik yang cenderung kapitalis dan liberal di Indonesia, di mana tidak mendapat perhatian oleh para akademisi. Padahal, realitas di Indonesia saat ini bertentangan dengan Pancasila.

"Tidak ada pengamat, lembaga penelitian dan lembaga ilmiah tidak memperhatikan. You tahu enggak bangsa kita ini adalah bangsa yang kapitalis hari ini. You tahu enggak bangsa kita ini bangsa yang sangat liberal hari ini. Ngomong Pancasila, mana itu Pancasila. Tanpa kita sadari juga, kalau ini memang kita masuk dalam tahapan apa yang dikategorikan negara kapitalis," paparnya.

Menurut dia, saat ini Indonesia terlalu bersahabat dengan pragmatisme transaksional.  "Kita bertikai satu sama lain. Kita dekat dengan materialistik, kita bersahabat dengan pragmatisme transaksional, kita pakai jubah nilai-nilai religi, tapi kita sebenarnya penuh hipokrisi (munafik)," tuturnya.

Di hadapan civitas akademi UI, Surya juga mempertanyakan apakah masyarakat Indonesia mampu mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini karena sistem yang tumbuh dan berkembang adalah non-Pancasila. "Ada ideologi baru yang ditawarkan, entah apa bentuknya, saya minta penelitian dari UI," ujarnya.

Telaah Mendalam Akar Masalah
Indonesia memang sejak dulu sudah mengadopsi sitem kapitalisme. Selain berbiaya politik mahal, kapitalis liberal juga gagal menghilangkan oligarki politik.

Kapitalisme didasarkan pada akidah sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan). Akidah sekularisme ini mengakui bahwa manusia, alam semesta dan kehidupan ini berasal dari atau diciptakan oleh Tuhan. Namun demikian, keberadaan Tuhan hanya diakui sebagai Pencipta, bukan sekaligus sebagai Pengatur. Dengan kata lain, pengakuan terhadap Tuhan hanya sebatas formalitas belaka. Sebab ideologi Kapitalisme hanya mengakui Tuhan dari sisi keberadaan-Nya semata, tidak dari sisi peran-Nya.

Konsekuensinya, kehidupan manusia tidak perlu diatur oleh Tuhan, tetapi cukup diatur oleh manusia sendiri. Manusia dipandang memiliki kewenangan mutlak untuk mengatur dirinya sendiri. Karena itulah ideologi Kapitalisme menjauhkan peran Tuhan (baca: agama) dari kehidupan, sekaligus mengukuhkan peran manusia sebagai pengatur kehidupan. Dalam konteks kekinian, hal itu diwujudkan dalam kerangka demokrasi dengan jargon kedaulatan rakyat-nya. Kedaulatan rakyat nyata-nyata menafikan kedaulatan Tuhan. Kapitalisme kemudian melahirkan berbagai konsepsi dan aturan kehidupan sosial, politik, ekonomi, hukum, dsb. Berbagai konsepsi dan aturan kehidupan tersebut semata-mata bersumber dari akal dan hawa nafsu manusia. Dengan menjadikan kedaulatan ada di tangan manusia (rakyat), berbagai malapetaka kehidupan manusia terjadi. Manusia yang serba kurang dan terbatas, dengan kepentingan dan hawa nafsunya, membuat berbagai konsepsi dan aturan yang justru banyak menimbulkan bencana bagi mereka sendiri. Kehidupan serba bebas tanpa mau terikat dengan aturan Tuhan menjadi pola hidup manusia. Dilegitimasi dengan jargon Hak Asasi Manusia (HAM), manusia hidup lepas dari aturan Tuhan. Penindasan sesama manusia terjadi. Yang kuat menindas yang lemah. Yang berkuasa memeras rakyat. Tidak ada nilai-nilai spiritualitas dalam kehidupan sosial karena agama adalah urusan privat, bukan urusan publik.

Karena itu, dalam praktek Kapitalis-demokrasi dimanapun, kekuasaan tetap saja dipegang oleh sekelompok minoritas yaitu para kapitalis, kelas politik, dan elit partai. Bahkan, para pemimpin partai politik sekarang ini mayoritas adalah pengusaha kaya raya. Para calon pimpinan daerah maupun pusat pun adalah para pengusaha kaya yang siap untuk menaikkan citranya di dalam dunia politik. Mereka mampu membeli politik (kekuasaan) dengan kemampuan ekonomi yang mereka miliki.

Sebaliknya, mereka menumpuk ekonomi (material, kekayaan) dengan cara mencari hidup di politik. Maka menjadi sebuah kewajaran jika pasca pemilu, kepentingan elit lebih diutamakan daripada kepentingan rakyat. Kepala daerah dan wakil rakyat tidak lagi mewakili rakyat akan tetapi mewakili diri sendiri, golongannya (partai) dan para kapitalis yang sudah mendukungnya saat pemilu. Rakyat akan terus dikhianati selama sistem demokrasi diterapkan.

Dengan demikian, Kapitalisme adalah sistem yang gagal, rusak dan merusak serta berbiaya mahal. Kerusakan yang menyertai demokrasi adalah sesuatu hal yang wajar, sebab demokrasi lahir dari rahim pemikiran manusia yang terbatas, lemah dan serba kurang. Karena itu sistem Kapitalisme Liberal itu harus segera ditinggalkan dan dicampakkan. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 50 yang artinya “Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (TQS al-Maidah [5]: 50).

Kembali Kepada Islam
Islam adalah agama yang tidak pernah memisahkan urusan dunia dengan kehidupan, termasuk urusan politik, pemerintahan dan kebijakan ekonomi. Dibidang pemerintahan dan kebijakan ekonomi islam telah mewajibkan Negara untuk mengelola urusan umat dan berkhidmat pada mereka. Nabi saw bersabda, “Imam (Kepala Negara) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggungjawab atas rakyat yang ia urus” (HR.al-Bukhari)

Inilah yang dicontohkan oleh Rasulullah saw saat menjadi Kepala Negara di Madinah. Beliau melayani masyarakat dan menjadi penanggung hidup mereka. Beliau bersabda, Aku lebih utama menjamin kaum Mukmin daripada diri mereka sendiri. Karena itu siapa saja yang meninggal dunia dari kalangan kaum Mukmin, lalu meninggalkan utang, maka akulah yang wajib membayarnya; siapa yang meninggalkan harta maka harta itu untuk ahli waris (HR.Bukhari)

Islam datang membawa solusi problem manusia secara umum, sehingga Negara dalam islam tidak boleh berlepas diri dari kewajiban mengurus rakyat, apalagi lebih mementingkan kepentingan asing dan aseng hany untuk kekuasaan dan kepentingan individu. Karena penjualan aset milik rakyat kepada swasta atau asing juga membuat pihak asing leluasa menjarah dan menguasai kedaulatan sebuah Negara. Semua aturan yang diberlakukan Allah SWT itu adalah solusi kehidupan sekaligus menjamin keadilan bagi seluruh manusia. Sebenarnya telah amat jelas dan gamlang kerusakan yang terjadi di negeri ini. Semua malapetaka yang menimpa negeri ini buksnlsh disesbksn oleh Syariah dan Khilafah, justru akibat Syariah dan Khilafah tidak diterapkan, sebuah kebohongan nyata bila dikatakan Syariah dan Khilafah adalah ancaman bagi negeri ini.

Alhasil, kerusakan tatanan kehidupan saat ini jelas buah dari sistem Kapitalis liberal. lalu, mengapa negeri ini masih betah dengan sistem yang rusak dan menyengsarakan ini? Sekaranglah saatnya mengibarkan panji Rasulullah, saatnya umat Islam kembali kepada aturan yang berasal dari Allah yakni syariat islam yang diterapkan menyeluruh dalam bingkai Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah. Allahu Akbar. Merdeka!
Previous Post Next Post