Jebakan Utang di Balik Proyek Pendidikan Islam



Oleh: Nur Fitriyah Asri
Penulis Buku Opini Akademi Menulis Kreatif

Sistem pendidikan di Indonesia akhir-akhir ini menjadi pusat sorotan publik. Masih hangat dan ramai dibicarakan masalah zonasi yang membingungkan para anak didik dan orang tua wali murid yang merasa dikecewakan. Karena hak-hak pengakuan prestasi intelektualnya ditiadakan. Ini berakibat anak apatis dan pesimis dalam menghadapi kehidupan.

Juga adanya wacana westernisasi (pembaratan) dengan mendatangkan para pendidik dari luar (asing dan aseng) yang dilengkapi dengan fasilitas nyaris sempurna. Hal ini bisa memicu kecemburuan  para pendidik lokal yang merasa dianaktirikan. Di samping itu bisa berdampak pada tertutupnya pintu masuk lapangan kerja bagi calon para pendidik yang kalah bersaing. Lebih-lebih lagi bahayanya akan mempengaruhi akidah dan akhlak didiknya, sebab guru adalah digugu dan ditiru artinya sebagai contoh atau seorang figuritas.

Karut marutnya output pendidikan yang dinilai gagal, yakni banyaknya pengangguran dan tingginya angka kemiskinan. Merebaknya kenakalan remaja dengan pergaulan bebasnya. Dekadensi (merosotnya) moral anak bangsa yang memprihatinkan. Melahirkan koruptor yang  sudah menggurita. Banyaknya penjahat-penjahat berdasi yang menjual kekayaan alam di negeri sendiri.
Menjual dan memanipulasi keadilan dan lain sebagainya. Semua itu membuktikan bahwa tujuan pendidikan nasional tidak tercapai. Bahkan bisa dikatakan gagal, jauh panggang dari api. Semua itu menambah deretan panjang problematika umat yang harus dicarikan solusi.

Sebenarnya masalah-masalah tersebut sudah dieksas (diindera) oleh negara, sayangnya solusi yang diambil tidak menyelesaikan masalah, justru menambah masalah baru.

Sesungguhnya kegagalan tersebut disebabkan oleh  sekularisme yaitu paham yang memisahkan agama dengan kehidupan, menolak peran agama untuk mengatur kehidupan publik, termasuk aspek pendidikan. Selanjutnya dipertegas dengan adanya dikotomi pendidikan yaitu pendidikan umum dan pendidikan agama.

Pendidikan umum melalui sekolah dasar, sekolah menengah, kejuruan dan perguruan tinggi umum yang dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional. Dimana muatan materi agamanya hanya dua jam per minggu. Wajar jika output pendidikan di jalur ini akidahnya kering dan lemah, sehingga berpengaruh terhadap tingkah laku anak yang buruk karena  jauh dari tuntunan agama.

Adapun pendidikan agama melalui madrasah, institut agama yang dikelola oleh Departemen Agama. Muatan agamanya berimbang dengan pendidikan pengetahuan umum. Out put dari madrasah ini kualitas akidah dan akhlaknya jauh lebih baik dibanding output pendidikan umum.
Inilah salah satu penyebab pendidikan di madrasah mulai dilirik asing, tidak lain untuk meliberalisasikan. Supaya bisa masuk dengan dalih memberikan dana pinjaman, alasannya untuk meningkatkan kualitas pendidikan pesantren. No free lunch tidak ada makan siang gratis.

Dilansir dari Republika.co.id. Jakarta --Kemenag Pinjam Dana Bank Dunia Rp 3,7 T untuk Madrasah. Yang menjadi fokus adalah, sejauh mana efektivitas penggunaan dana tersebut.
Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Maksum Machfoedz menanggapi soal penggunaan dana pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN) untuk peningkatan mutu madrasah. 

"Pengalaman selama ini, untuk urusan kualitas sosial seperti ini tidak jelas hasilnya. Banyak manipulasi dan tidak efektif. Ini menjadi tantangan, pada eksesnya dapat menimbulkan peluang terjadinya korupsi. 

Tantangannya sekarang terletak pada soal perencanaan, penerapan rencana, pengelolaan dan sistem kontrol. Semua ini dinilainya harus mampu menjamin kejelasan penggunaan dana PHLN untuk madrasah. "Kalau tidak, ya tidak lebih dari sekadar menggali kuburan."

Dalam konteks terkini, dia mengingatkan untuk tetap memasukkan aspek pembangunan karakter (character building) peserta didik dan pendidik dalam meningkatkan mutu madrasah. "Pesantren yang selama ini menjadi tulang punggung kebangsaan dan NKRI serta Islam rahmatan lil alamin menjadi segmen utama untuk character building disebut sebagai "Reformasi Kualitas Pendidikan Madrasah," kata Maksum Machfoedz (Kamis, 20/6/2019).

Ironis, Sekolah Berbasis Agama Didanai Riba

Bukan Demokrasi Sekularisme namanya, kalau tidak menabrak rambu syariat Islam. Karena tolok ukur perbuatannya bukan berdasarkan haram dan halal, melainkan asas manfaat. Sudah bisa dipastikan akan menuai kegagalan, karena Allah sendiri berfirman, bahwa riba mengantarkan pada kehancuran di dunia maupun di akhirat (QS al-Baqarah 275-279)

Benar-benar negara hobi berhutang. Untuk mengembalikan bunganya saja kejel komet. Malah menambah hutang baru sebesar Rp 3,7 triliun untuk madrasah. Siapa yang akan membayarnya? Yang pasti dibebankan ke pundak rakyat dengan menaikkan pajak dan mengurangi subsidi untuk rakyat. Benar-benar zalim.

Sejatinya di balik pemberian pinjaman riba itu ada skenario busuk sebagai pintu masuk penjajahan melalui pendidikan. Mereka tahu bahwa pendidikan adalah salah satu pilar penting penegak dan penyangga peradaban Islam yang agung.

Dengan jebakan hutang membuat negara tidak berdaulat, di sinilah Barat memainkan perannya mengintervensi sebuah negara untuk mengikuti arahannya. Negeri-negeri muslim akan dijadikan sekuler liberal untuk menjauhkan umat Islam dari agamanya. Melalui kurikulum dengan doktrin tidak boleh memasukkan  ajaran-ajaran yang menurut kafir imperialis bisa mengarah pada terorisme, radikalisme, misalnya ajaran jihad. Poligami, waris, talak  dan lainnya yang dinilai diskriminasi terhadap kaum perempuan juga tidak boleh diajarkan. Islam yang dikehendaki Barat adalah Islam moderat (Islam Nusantara) yang bisa diajak kompromi dengan Barat.Tujuan Barat tidak lain  menghadang tegaknya khilafah melalui liberalisasi pendidikan, dengan begitu dipandang lebih efektif untuk menghancurkan sebuah bangsa dan negara ini. 
Allah Swt berfirman:

ÙˆَÙ„َا ÙŠَزَالُونَ ÙŠُÙ‚َٰتِÙ„ُونَÙƒُÙ… Ø­َتَّÙ‰ٰ ÙŠَرُدُّوكُÙ… عَÙ† دِينِÙƒُÙ… Ø¥ِÙ†ِ ٱستَØ·َٰعُواْ

Mereka (musuh-musuh Islam) tidak henti-hentinya memerangi kalian (umat Islam) hingga mereka dapat mengembalikan kalian dari agama kalian (pada kekafiran) jika mereka mampu (TQS al-Baqarah [2]: 217).

Hanya Khilafah Solusinya.

Khilafah adalah ajaran Islam warisan Rasulullah Saw. Merupakan sistem pemerintahan Islam yang mempersatukan umat Islam sedunia, untuk menerapkan Islam kaffah (menyeluruh) dan mengemban dakwah ke seluruh penjuru dunia.

Allah Swt memerintahkan untuk berislam kaffah (sempurna) dalam semua segi kehidupan. Tidak bisa jika penerapannya secara parsial. Karena Islam itu universal. 

Asas dari negara khilafah adalah akidah. Dengan begitu semua segi kehidupan harus berlandaskan akidah Islam, termasuk sistem pendidikan.

Pendidikan adalah tanggung jawab negara. 
Sistem pendidikan yang diterapkan bukan hanya persoalan yang berkaitan dengan kurikulum, metode pengajaran, dan bahan-bahan ajarnya. Akan tetapi juga mengupayakan agar pendidikan dapat diperoleh seluruh rakyat secara mudah. Karena Islam telah mewajibkan negara, sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
"Seorang imam (khalifah/kepala negara adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya" (HR al-Bukhari dan Muslim).

Jadi hal mendasar yang wajib diubah adalah asas sistem pendidikan dan struktur kurikulum yakni:

1. Dengan akidah Islam, akan membentuk manusia yang kuat dan berkepribadian Islam. Dimana pola sikap dan pola pikirnya berpijak pada akidah Islam. Ini merupakan konsekuensi seorang muslim.

2. Menguasai tsaqafah Islam. Saking pentingnya, menuntut ilmu hukumnya wajib bagi tiap-tiap muslim.

3. Menguasai ilmu kehidupan (IPTEK). Ini penting agar manusia mempunyai kemajuan material, sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifah Allah di muka bumi.

Pendidikan Islam adalah terpadu, jadi tidak boleh terkonsentrasi hanya pada satu aspek saja. Harus semua aspek dan bersinergi antara pendidikan sekolah, keluarga, dan masyarakat. Karena semuanya saling berhubungan dan saling mempengaruhi.
Jadi negara harus memberikan perhatian penuh pada tiga pilar pendidikan tersebut yaitu pendidikan keluarga,  sekolah dan masyarakat.Tiga pilar tersebut sangat penting, sebab sebagai penegak dan penyangga peradaban. Artinya jika salah satu pilar rusak dan tidak berfungsi maka hancurlah sebuah bangsa dan negara.

Adapun dalam Islam seluruh pembiayaan pendidikan diambil dari baitul mal, yakni dari pos fa'i, kharaj serta pos milkiyyah 'amah. Jika tidak mencukupi tidak boleh menarik pungutan dari rakyat.Tetapi meminta sumbangan sukarela dari kaum muslimin yang kaya.

Sejarah telah mencatat dengan tinta emas. Bagaimana khilafah telah bertanggung jawab menerapkan Islam kaffah termasuk sistem pendidikan Islam yang mampu melahirkan generasi cemerlang, generasi unggul, generasi emas yang berkepribadian Islam. Dan mampu mewujudkan kemakmuran dan kemuliaan peradaban manusia di seluruh dunia.
Saatnya campakan demokrasi, ganti dengan khilafah 'ala minhajjin nubuwwah. Maka rahmatan lil alamin akan terwujud.
Wallahu a'lam bish shawab.
Previous Post Next Post