Jalan Perubahan dengan People Power, Sahih kah?



Oleh: Aniyatul Ain
Pendidik

Pelaksanaan pemilu pada 17 April lalu memang sudah usai, namun berbuntut pada penangkapan beberapa aktivis dan para ulama. Salah satunya adalah Eggi Sujana. Politikus sekaligus caleg PAN ini dilaporkan oleh Dewi Ambarwati (Politikus PDIP) dugaan kasus makar dan UU ITE. Eggi Sujana disebut-sebut akan melakukan people power. Terkait people power ini hal senada juga pernah diserukan oleh Amin Rais, yang sebelumnya  menyerukan akan melakukan people power jika ditemukan bukti adanya kecurangan dalam pemilu yang sistematis dan massif.

Tak bisa terbantahkan, rakyat memang sedang diuji dengan ujian bertubi-tubi. Ujian itu justru datang dari penguasa mereka sendiri. Penguasa yang seharusnya menjadi pengayom, pelindung, penjaga masyarakat malah berubah menjadi sosok yang paling sering “mencekik” rakyat dengan kebijakan-kebijakan yang tidak pro kepada rakyat. Beban hidup yang sulit karena naiknya harga bahan makanan pokok, ditambah listrik juga BBM ikut naik. Belum lagi biaya pendidikan dan kesehatan yang tidak sedikit. Sedangkan lapangan pekerjaan semakin dipersempit untuk masyarakat, dan terbuka untuk “warga dunia” sana. Kini, rakyat pun menjadi bulan-bulanan penguasa manakala mereka tidak sejalan dengan kepentingan penguasa. Rakyat tak segan-segan akan “dilawan” karena rakyat selama ini dituduh  memfitnah penguasa. Juga, rakyat banyak ditangkap manakala “suaranya” terlalu nyaring yang membikin pekak telinga penguasa. Ditangkap supaya diam. Dibuat tidak berkutik supaya tidak selalu mengkritik.

Apalagi paska pemilu ini ditemukan banyak kecurangan, KPU yang sering salah menginput data, bahkan terkini banyak yang berguguran meninggal dunia dari petugas KPPS bahkan Polri. Tidak tanggung-tanggung mencapai 557 nyawa melayang. Hati rakyat mana yang tidak sesak dibuatnya? Rakyat seperti seorang anak yang kehilangan ibunya. Tidak ada yang peduli. “luntang-lantung” sendiri.

Manusia yang berakal sehat tentulah tidak dibuat nyaman dengan kondisi ini. Jantung mereka akan berdegub kencang manakala kezaliman terang-terangan ada di hadapan. Jiwa mereka akan “berontak” goncang, manakala ketidakadilan semakin dipertontonkan dengan telanjang. Dorongan ingin melakukan perubahan sudah tak tertahankan. Terbuncah dengan sejuta harapan. Apalagi jika kita merenungi firman Allah di QS: ar-Ra’du: 13." Sesunggunya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri yang mengubah apa yang ada di diri mereka." Keadaan tidak akan berubah kalau kita sendiri tidak mengusahakan perubahan. Sungguh realistis bukan? Sama realistisnya dengan analogi jika ingin punya penghasilan maka bersungguh-sungguhlah berusaha, bekerja, bukan berleha-leha sambil panjang angan.

Namun pertanyaannya, bagaimana cara mengubah masyarakat yang multi problem ini? Hampir semua sisi negara ini mesti diperbaiki. Baik aspek politik, hukum, pendidikan, pergaulan, kesehatan, hukum, juga ekonomi. Apakah people power menjadi solusi untuk kebaikan negeri? Atau malah menambah masalah baru? Karena seruan people power tak jarang meminta “korban” untuk sebuah kebenaran. 

Sesungguhnya Islam melarang dengan keras praktik bughat (memberontak) kepada pemerintahan yang sah. Firman Allah SWT: “Dan jika dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya (zhalim), maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah”.(TQS al-Hujurat: 9). Atau sabda Rasul Saw: “Barangsiapa yang keluar dari ketaatan (kepada khalifah) dan memisahkan diri dari jamaah dan mati, maka matinya adalah mati jahiliyyah.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah, Subulussalam III/258). Dan hadis lain: ”Barangsiapa yang membawa senjata untuk memerangi kami, maka ia bukanlah golongan dari kami.” (HR. Mutaffaq ‘alaih dalam kitab Subulussalam III/257, kitab Qithal ahlul Baghi, Immam Asy-Syirazi, Al-Muhadzdzab II/217). Demikianlah, bughat memang terlarang dalam agama.

Lantas bagaimana jalan perubahan yang dibenarkan Islam? Tidak perlu bingung. Tinggal terapkan saja Thariqoh Nabi dalam mengubah keadaan. Sebagai suri tauladan, Nabi Muhammad Saw berhasil membawa ummatnya dari zaman jahiliyyah menuju zaman yang tinggi peradaban. Metode itu dinamakan thariqoh ummat (jalan umat). Apa bedanya dengan people power? Jelas  berbeda. Rasul saat itu melewati tiga tahapan dalam perubahan.Tahap pertama adalah tahap pembinaan (tatsqif), kaum muslim yang baru beriman disatukan di komunitas Muslim dan Rasul membina secara langsung para sahabatnya di rumah Arqom bin Abil Arqom selama tiga tahun. Dilanjut tahapan kedua yakni interaksi dengan ummat (tafa’ul), tahapan ini bertujuan untuk membentuk kesadaran umum masyarakat bahwa sistem hidup saat itu penuh kerusakan, jahil, tidak layak dipertahankan. Terbukti, Rasul menyerang secara pemikiran  sesembahan mereka yang terbuat dari kayu yang tidak bisa memberi kehidupan, “menyerang” aktivitas perdagangan yang penuh kecurangan, harapannya masyarakat menyadari Islam melarang praktik curang dalam takaran dan timbangan, dan Islam mengatur segala aspek kehidupan. Setelah terbentuk opini umum (wa’yul ‘amm)di tengah-tengah masyarakat tentang Islam sebagai sebuah diin yang sempurna dan menyeluruh, dan juga sistem hidup. Maka masuk ke tahapan ketiga yaitu istila'mul hukmi (penyerahan hukum) secara sukarela karena masyarakat sudah sadar hidup mulia itu hanya di bawah aturan Islam. Oleh karenanya, Rasul terpilih menjadi pemimpin kaum muslim (Roisu ad-Daulah) ketika 75 orang melakukan bai’at aqobah kedua di Mina.

Jika kita refleksikan ke kehidupan sekarang, sesungguhnya kehidupan sekarang tidak jauh berbeda jahilnya dengan kondisi dulu. Bagaimana tidak? Praktik kecurangan sering kita jumpai, suap-menyuap pun seolah santapan tiap hari, dan berbagai masalah lain hingga “jeruk makan jeruk” pun kita jumpai di zaman ini yaitu aktivitas kaum Sodom yang tertarik dengan sesama jenis. Aktivitas kaum Nabi Luth yang terlaknat justru makin marak di zaman ini.

Bentuk realisasinya adalah, kita menyadarkan ummat akan bahaya hidup jauh dari tuntunan agama. Hidup bisa tersesat jika jauh dari nash syariat. Maka, ummat haruslah disadarkan baik secara persuasif individu per individu diajak untuk dibina dengan Islam yang kaaffah, maupun secara umum diseru, disadarkan untuk berhukum dengan hukum Allah saja sebagai sumber kebahagiaan. Ya, bagi seorang Muslim taat kepada Rabbmya adalah sumber kebahagiaan bukan sekedar melimpahnya materi. Masyarakat menyadari hakikat penting mengubah aturan hidup mereka hanya dengan Islam, selanjutnya umat sendiri yang akan menyerahkan kekuasaan itu secara damai tanpa kudeta kepada orang yang terpilih yang representatif untuk menerapkan Islam. Dengan diterapkannya Islam maka pintu langit dan buka akan terbuka keberkahannya, merahmati yang muslim maupun  non muslim tanpa membedakan keduanya. Demikianlah perubahan yang ditempuh Nabi, yang terdapat di berbagai kitab Sirah Nabawi. Tanpa kudeta, tanpa “tumbal” nyawa.

 Wallahu a’lam bish shawab.
Previous Post Next Post