Konsep Pengelolaan Pangan Di Dalam Islam

Oleh : Nur Istiqomah

Selama awal tahun 2019 ini beberapa harga kebutuhan pokok terus merangkak naik, termasuk didalamnya harga bawang putih. Dikutip dari Detik.com, kenaikan harga bawang putih bertahap dari yang awalnya Rp 30.000 per Kg, naik Rp 15.000 menjadi Rp 45.000 per Kg. Di Kabupaten Bima sendiri kenaikan harga menjelang ramadan juga diarasakan. Sepekan sebelum memasuki bulan ramadan harga di sejumlah pasar tradisional di kota Bima mulai tidak stabil. Pantauan bimakini.com di pasar Ama Hami Kota Bima misalnya, sejumlah komoditi pokok seperti beras, minyak goreng, bawang merah, tomat dan cabe mulai merangkak naik termasuk harga bawang putih yang belum mengalami tanda-tanda penurunan. 

Untuk menekan harga bawang putih di pasar agar tidak melonjak, tahun ini pemerintah resmi meugaskan Bulog untuk mengimpor komoditas pangan tersebut sebanyak 100.000 ton. Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengharapkan penugasan tersebut dapat segera direalisasikan pada bulan ini sebelum harga bawang putih terus naik. Ia mengatakan importasi tersebut diharapkan dapat segera menekan harga bawang putih dipasaran menjadi sekitar Rp 25.000 per Kg. Menurut Darmin, selama ini setiap tahunnya pemerintah mengimpor bawang putih sebanyak 400.000-450.000 ton. Angka tersebut sudah termasuk dengan impor yang dilakukan oleh swasta, dengan syarat pelaku impor sudah harus menanam bawang putih di dalam negeri. Sedang yang 100.000 ton ditugaskan kepada Bulog. Bulog.co.id

Seringkali impor menjadi cara bagi pemerintah untuk menanggulangi permasalahan kelangkaan komoditas pangan di dalam negeri. Namun di sisi lain impor ini ternyata sangat merugikan bagi para petani, misalnya apa yang dialami oleh petani gula di kediri jawa timur. Menurut soemitro ketua DPP APATRI (andalan petani tebu rakyat indonesia), saat ini langkah pemerintah dalam melakukan impor gula kurang sesuai dengan kondisi lapangan. Gula impor yang beredar di pasaran telah melebihi dari kebutuhan konsumsi masyarakat. Saat ini kebutuhan gula untuk tanah air sekitar 2,8 juta ton, sedangkan produksi yang dihasilkan oleh petani sekitar 2,2 juta ton. Sementara pemerintah melakukn impor gula sebesar 3,6 juta ton. Detik.com 

Akar Masalah

Ketersediaan pangan
bisa dipastikan ketika banyaknya komoditas barang impor yang beredar dipasaran, maka akan bersaing dengan produk petani lokal di dalam negeri. Tentu banyaknya barang yang beredar di pasaran menyebabkan harga barang tersebut turun. Dan ini menimbulkan masalah baru yaitu tidak mampunya para petani lokal untuk bersaing dengan produk impor yang membanjiri pasar, selain itu masuknya barang impor bisa menjatuhkan harga jual didalam negeri, sehingga kerugianpun tak terelakkan. Fakta tersebut membuktikan masih jauhnya negara ini dari cita-cita swasembada pangan. Karena terbukti untuk memenuhi kebutuhan pangan didalam negeri, negara ini masih sangat bergantung terhadap impor komoditas dari negara lain. Dimana impor terhadap barang-barang tertentu selalu dilakukan setiap tahunnya. Jika hal ini terus berlanjut maka akan sangat mempengaruhi nasib pemenuhan kebutuhan masyarakat. 

Di Indonesia sendiri hampir setiap tahun disibukkan dengan pro dan kontra impor bahan pangan. Masalah ketahan pangan sendiri memiliki dua dimensi kepentingan, yakni bagaimana agar masyarakat dapat mengakses pangan dengan harga terjangkau, dan disisi lain bagaimana kesejahteraan petani dapat terlindungi. 
Sejatinya  swasembada /kedaulatan pangan tampak pada kemandirian dalam kebijakan pangan untuk mewujudkan ketahanan pangan tanpa bergantung pada asing. Dan berikutnya berdampak dalam penuntasan problem pangan rakyat seperti rawan pangan, malnutrisi serta stabilitas harga pangan. Apalah artinya klaim swasembada, jika ketergantungan tetap ada dan nasib pemenuhan pangan rakyat tak membaik. Hal ini terjadi karena kebijakan pangan di negeri ini dilandasi konsep neoliberal kapitalistik. Dimana negara berlepas tangan dalam pengurusan pangan dan yang bermain adalah koorporasi dan pihak-pihak yang memiliki kepentingan masing-masing. Sehingga urusan rakyat terabaikan.

Dibutuhkan tata kelola pangan yang menjadikan kita mampu mewujudkan ketahan pangan secara mandiri, terlepas dari ketergantungan pada asing. solusinya hanya tata kelola pangan menurut konsep islam. 

Solusi islam dalam masalah pangan
Islam mewajibkan negara hadir secara penuh mengurusi kemaslahatan rakyat. Dan bertindak tegas terhadap pihak-pihak yang ingin mencari keuntungan bagi diri sendiri. Islam memandang bahwa masalah pangan adalah masalah yang perlu mendapat perhatian khusus karena merupakan salah satu kebutuhan manusia yang wajib dipenuhi per individu. Seorang pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban dihadapan Allah dalam hal ini jika ada dari masyarakat yang menderita kelaparan. Sehingga pengaturan untuk pemenuhan pangan akan diperhatikan dalam berbagai aspek yang bisa mempengauhi produksi pangan dalam negeri. 

Diantaranya islam sangat memperhatikan upaya untuk meningkatkan produktivitas lahan. Dalam islam, tanah-tanah mati yaitu tanah yang tidak tampak adanya bekas-bekas tanah itu diproduktifkan, bisa dihidupkan oleh siapa saja baik dengan cara memagarinya dengan maksud untuk memproduktifkannya atau menanaminya dan tanah itu menjadi milik orang yang menghidupkannya. Rasul bersabda : 
“Siapa saja yang menghidupkan tanah yang mati maka tanah itu menjadi miliknya”
(HR. Tirmidzi, Abu Dawud).

Selanjutnya siapa saja yang memiliki tanah baik dari menghidupkan tanah mati, atau dari warisan, membeli, hibah, dan sebagainya, jika ia telantarkan selama tiga tahun berturut-turut maka haknya atas kepemilikan tanah itu hilang. Selanjutnya tanah yang ditelantarkan tersebut diambil alih oleh negara dan didistribusikan kepada individu rakyat yang mampu mengolahnya, tentu dengan memperhatikan keseimbangan ekonomi dan pemerataan secara adil. Sementara itu petani yang sudah memiliki lahan namun sulit dari sisi modal, maka negara akan mendorongnya untuk tetap produktif dengan jalan memberikan bantuan permodalan dan sarana-sarana penunjang lainnya. 

Islam juga menjamin terlaksananya mekanisme pasar yang baik. Negara wajib menjamin dan memberantas distorsi, seperti penimbunan, monopoli, dan penipuan. Negara juga harus menyediakan informasi ekonomi dan pasar serta membuka akses informasi itu untuk semua orang sehingga akan meminimalkan informasi yang tidak tepat yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku pasar untuk mengambil keuntungan secara tidak benar. 

Dari aspek manajemen pemasokan pangan, kita dapat belajar dari rasul SAW yang sangat konsen terhadap persoalan akurasi data produksi. Beliau mengangkat Hudzaifah ibn al Yaman sebagai katib untuk mencatat hasil produksi khaybar dan hasil produksi pertanian. 

Sementara itu kebijakan pengendalian harga dilakukan melalui mekanisme pasar dengan mengendalikan penawaran dan permintaan bukan dengan kebijakan pematokan harga. Hal ini pernah dipraktekan oleh Umar Bin Khatab ra. Pada waktu tahun paceklik dan hijaz dilanda kekeringan, umar menulis surat kepada walinya di Mesir Amru bin al Ash tentang kondisi pangan di madinah dan memintanya untuk mengirimkan pasokan. Lalu Amru membalas surat tersebut, “saya akan mengirim unta-unta yang penuh muatan bahan makanan, yang “kepalanya” ada dihadapan anda dan ekornya masih di hadapan saya dan saya sedang mencari cara mengangkutnya dari laut”. 

Selain itu juga negara harus menyediakan sarana-sarana riset untuk mendapatkan produk pangan dengan benih-benih unggul dan teknik pertanian modern yang lebih efisien yang selama ini riset pembenihan misalnya lebih banyak dilakukan oleh perusahaan swasta. Perusahaan ini kemudian menjual benihnya dengan  harga tinggi sehingga tidak terjangkau petani.  
Tentunya semua hal ini tidak akan bisa berjalan secara sempurna jika negara ini masih mengatur negeri ini dengan sistem kapitalisme. Hanya dengan menerapkan sistem islam yang menyeluruh, maka penanganan masalah pangan bisa berjalan dengan baik, karena pengaturan yang sempurna pada semua aspek yang menunjang ketersediaan bahan pangan. Wallahualam bi showab.

Post a Comment

Previous Post Next Post