Islam dan Politik


Oleh: Nur Fitriyah Asri.
Penulis Buku Opini Akademi Menulis Kreatif.

Sedih, ya sedih...karena ini cerminan rakyat Indonesia khususnya dan umat sedunia pada umumnya, yang tidak paham politik. Pernahkah mendengar celotehan orang-orang bahwa politik itu kotor. Politik itu alat untuk menipu rakyat. Politik itu identik untuk mencari jabatan dan kekuasaan.  Dan dalam politik berlaku hukum rimba, siapa yang kuat (uang, jabatan dll) dia yang menang. Bahkan ada aturan di grup-grup yang melarang membawa dan membicarakan masalah politik. Innalillah, benar-benar sudah parah. Karena tidak paham politik itulah, maka umat dijadikan bulan-bulanan, umat dibodohi dan dizalimi, menjadi umat yang terjajah, terpuruk dan dihinakan.

Sekularisme telah berhasil membius dan mencuci otak umat Islam di seluruh belahan dunia. Paham yang memisahkan agama dengan kehidupan. Agama hanya boleh mengatur masalah akidah dan ibadah saja. Akibatnya umat Islam mencukupkan diri hanya melaksanakan ibadah mahdoh saja, seperti: shalat, puasa, zakat, haji. Sedangkan hal-hal lain terkait hukum syara' yang mengatur semua segi kehidupan tidak mengetahuinya.

Berbeda dengan Islam yang tidak memisahkan agama dari urusan kehidupan masyarakat, termasuk politik. Politik (as-siyasah) adalah bagian integral dari Islam Artinya Islam adalah agama dan politik adalah  bagian dari agama.

Dalam Islam, politik (as siyasah) adalah pengaturan urusan-urusan masyarakat baik di dalam maupun luar negeri berdasarkan syariat Islam. Politik ini dilaksanakan langsung oleh khilafah serta diawasi oleh individu dan rakyat. 

Makna politik di-intinbath (digali) dari beberapa dalil, di antaranya dari sabda Nabi Saw:

«كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ اْلأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ اْلأَوَّلِ فَاْلأَوَّلِ أَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ»
"Dulu Bani Israel diurusi dan dipelihara oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi meninggal digantikan oleh nabi yang lain. Akan tetapi, sesungguhnya tidak ada nabi sesudahku, yang  akan ada adalah para khalifah, dan mereka banyak." Para sahabat bertanya, “Lalu apa yang engkau perintahkan kepada kami?” Nabi bersabda, “Penuhilah baiat yang pertama,  yang pertama saja, berikanlah kepada mereka hak mereka. Sesungguhnya Allah akan meminta pertanggungjawaban mereka atas apa saja yang mereka urus/pelihara."
(HR al-Bukhari dan Muslim).

Ketika men-syarh (mengomentari) hadis ini, Ibnu Hajar As-Asqalani dalam Fath al-Bari (VI/497) menyatakan, "Di dalam hadis ini ada isyarat bahwa, tidak boleh tidak, rakyat harus mempunyai seseorang yang mengurus berbagai urusan mereka, membawa mereka ke jalan yang baik dan menolong orang yang dizalimi dari orang yang berbuat zalim."

Jadi jelaslah bahwa, politik merupakan perkara yang agung dalam Islam. Sama pentingnya dengan ibadah-ibadah wajib lainnya. Politik yang maknanya mengatur urusan umat dengan syariat Islam, tidak bisa dipisahkan dari Islam.

Seperti yang di disampaikan imam al-Ghazali bahwa, politik dan agama ibarat saudara kembar atau seperti dua sisi mata uang. "Agama adalah pondasi (asas) dan kekuasaan adalah penjaganya. Segala sesuatu yang tidak berpondasi niscaya akan runtuh dan segala sesuatu yang tanpa penjaga niscaya akan hilang." (Al-Ghazali, Al'Iqtishad fi al-i'tiqad, hlm.199).

Hal senada ditegaskan oleh Ibnu Taimiyah yang berkata, "Jika kekuasaaan terpisah dari agama, atau jika agama terpisah dari kekuasaan, niscaya keadaan manusia akan rusak." (Ibnu Taimiyah, Majmu' al-Fatawa, 28/394).

Apa yang diisyaratkan oleh kedua imam tersebut nyata terjadi. Sekarang inilah keadaan umat benar-benar rusak. Seluruh sendi kehidupan masyarakat rusak dan hancur akibat agama dipisahkan dari kekuasaan (sekularisme). Sekularisme yang mewujud dalam sistem demokrasi inilah yang menjadi biang kehancuran sebuah tatanan kehidupan di segala bidang: keluarga, pendidikan, ekonomi, sosial budaya, politik, hukum dan lain-lain.

Wajar jika kemudian tumbuh subur kerusakan moral, korupsi, suap- menyuap, penjualan aset-aset milik rakyat oleh penguasa, jual beli hukum, lelang jabatan dan banyak kebijakan/ Undang-Undang yang menindas rakyat.

Politik yang dimaksud adalah untuk mengatur kehidupan masyarakat berdasarkan syariat Islam (Alquran dan Hadis), agar menjadi baik dan diridhai Allah Swt. Itulah sistem khilafah.

Sistem khilafah inilah yang mengatur hubungan manusia dengan Allah (hablun minallah) meliputi, akidah dan ibadah; yang mengatur hubungan dengan dirinya (hablun minannafs) meliputi, makanan, minuman, pakaian dan akhlak; dan aturan yang mengatur hubungan sesama manusia (hablun minannas) yang meliputi, keluarga, pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial budaya, hukum, politik dalam dan luar negeri dll. Seluruh syariat itu hanya bisa diterapkan dalam sistem khilafah yang dipimpin oleh seorang khalifah.

Bagaimana dengan nonmuslim? Selama statusnya menjadi warga negara khilafah, hak dan kewajibannya sama dengan warga muslim.
Bagi nonmuslim tidak ada paksaan untuk memeluk agama Islam.
Allah Swt berfirman:

لَا إكْرَاه فِي الدِّين قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْد مِنْ الْغَيّ

“Tidak ada paksaan dalam memeluk agama. Sungguh telah jelas antara kebenaran dan kesesatan” (TQS. al Baqarah: 256)

Mereka nonmuslim diberi kebebasan untuk beribadah menurut  agamanya masing-masing. Namun masalah sanksi hukum baik muslim dan nonmuslim diperlakukan sama.

Salah besar siapapun orangnya, yang mengatakan khilafah merupakan sebuah ancaman. Mana mungkin aturan yang berasal dari Allah yang Maha Tahu akan ciptaannya menjadi ancaman bagi makhluk ciptaan-Nya?.

Karenanya hukum menegakkan khilafah wajib. Seluruh imam madzab sepakat bulat akan kewajiban menegakkan khilafah. Saatnya tinggalkan demokrasi, kembali ke sistem khilafah. Khilafah janji Allah (QS An-Nur 55) dan bisyarah Rasulullah (HR Ahmad). Khilafah pasti tegak kembali.

Maha benar Allah atas segala firman-Nya.

Post a Comment

Previous Post Next Post