Bukti Demokrasi Sistim Gagal dan Merusak



Oleh: Nur Fitriyah Asri
Penulis Buku Opini Member Menulis Kreatif

Benarkah demokrasi yang dibangga-banggakan merupakan sistem terbaik yang bisa mensejahterakan rakyatnya? Omong kosong!.
Cobolah belajar jujur dan melihat fakta. Buka mata dan buka telinga kita, perhatikan baik-baik. Sejak kita merdeka hingga sekarang. Apakah keadaan rakyat semakin membaik dan menjadi sejahtera? Apakah kebutuhan pokok tercukupi, seperti, pangan, papan, sandang? Belum lagi pendidikan, kesehatan dan keamanan.

Tampaknya jauh panggang dari api. Semua itu hanya bisa dirasakan oleh segelintir orang yaitu para penguasa, para elit politik, para pejabat dan pengusaha. Sedangkan kami rakyat kecil menjerit, menangis karena sulitnya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang semakin sulit dan mencekik.

Apa masih perlu bukti lagi bahwa demokrasi ini sistem gagal dan merusak? Baiklah, mungkin perlu data yang akurat untuk  meyakinkannya.
Bukankah masih segar dalam ingatan kita,  bahwa pesta demokrasi yang menelan biaya 25 triliyun, sarat dengan kecurangan dan memakan korban jiwa sampai ratusan adalah sebuah bukti kegagalan?

Ketua MPR Zulkifli Hasan, menilai masalah pelik di Indonesia adalah  korupsi, masih merajalela dan berkaitan erat dengan sistem demokrasi yang berbiaya tinggi (ketika kampanye).
Kerugian negara akibat korupsi pada tahun 2018 mencapai Rp9,29 triliun.(KOMPAS.com.28/4/2019).

Menurut BPS, angka pengangguran posisinya 6.87 juta. Pada bulan maret 2018, jumlah penduduk miskin di bawah garis kemiskinan mencapai 25,95 juta orang (9, 82 %). Sedangkan pelajar pengguna narkoba 24% dari total pengguna sebanyak 3, 37 juta. Dan HIV/AIDS 36,9 juta penderita. Adapun degradasi moral remaja sangat menghawatirkan karena virus globalisasi yang menggerogoti bangsa ini membuat pergaulan bebas, seks bebas tinggi tak terkendali. Belum lagi
daya beli masyarakat yang melemah, semua berkaitan dengan  lapangan pekerjaan dan tingkat penghasilan masyarakat. Diperparah dengan biaya pendidikan dan kesehatan mahal.

Adapun posisi utang luar negeri Indonesia pada akhir kuartal tercatat US$ 376,8 miliar atau sekitar Rp5.275,2 triliun (kurs Rp14.000/dolar AS) Kompas,com.1/12/2018.

Itu sebagian gambaran problematika yang mendera negara dan bangsa Indonesia. Artinya dalam pengelolaan negara tentu ada yang salah akhirnya bermasalah. Bahwa sesungguhnya penyebab kegagalan itu semua karena sistemnya sukalarisme yang memisahkan agama dengan kehidupan. Sistim yang rusak sehingga menimbulkan kerusakan. 

Sistem demokrasi terbukti gagal, karena empat kesalahan mendasar yaitu:

Pertama: Gagal merealisasikan doktrin mendasarnya yaitu kedaulatan ditangan rakyat. 

Demokrasi berasal dari yunani kuno yaitu demos artinya rakyat dan kratos artinya kekuasaan. Sehingga demokrasi diartikan kekuasaan atau pemerintahan rakyat.
Padahal rakyat mempunyai otoritas langsung hanya saat pemilu saja, untuk memilih wakilnya di dewan legislatif, itupun sudah disaring oleh parpol dan proses politik.

Setelah pemilu kedaulatan riil tidak lagi di tangan rakyat, tetapi
di tangan pemerintah atau penguasa dan anggota legislatif, di belakang mereka ada para kapitalis yang membantu dana dalam proses politik. Jika terpilih ada politik balas budi di mana wakil rakyat tidak lagi mewakili rakyat, akan tetapi mewakili dirinya sendiri, golongannya (partai) dan para pemilik modal. Dari sinilah berawalnya pintu masuk adanya KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme). Kebijakan atau Undang-Undang yang dibuat tidak berpihak pada rakyat, tapi pada konglomerat (pemilik modal).

Asas demokrasi kedaulatan di tangan rakyat, artinya wakil-wakil rakyatlah yang membuat hukum. Dalam hal ini melanggar QS al- An'am 57.
Allah befirman:

قُلْ إِنِّي عَلَىٰ بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّي وَكَذَّبْتُمْ بِهِ ۚ مَا عِنْدِي مَا تَسْتَعْجِلُونَ بِهِ ۚ إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ ۖ يَقُصُّ الْحَقَّ ۖ وَهُوَ خَيْرُ الْفَاصِلِينَ

Katakanlah: "Sesungguhnya aku berada di atas hujjah yang nyata (Alquran) dari Tuhanku, sedang kamu mendustakannya. Tidak ada padaku apa (azab) yang kamu minta supaya disegerakan kedatangannya. Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik." (TQS al- An'am: 57)

Kedua: Membuat Undang-Undang berdasarkan suara mayoritas.

Demokrasi ketika di parlemen untuk meng-golkan Undang-Undang yang ada berdasarkan suara mayoritas, meskipun bertentangan dengan Alquran dan Sunah. Misalnya UU BPJS, UU minerba, UU Penanaman modal asing dan lainnya.
Allah berfirman:

وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ ۖ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ ۚ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا ۚ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَٰكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ ۖ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ ۚ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ

Dan Kami telah turunkan kepadamu Alquran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu. Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kamu semuanya kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu." (TQS al-Maidah 48)

Ketiga: Demokrasi mencampakkan hukum Allah, melanggar (QS al-Maidah 50)

Banyak hukum-hukum Islam yang tidak bisa dilaksanakan oleh individu, dalam hal ini perlu peran negara. Misalnya, hukum peradilan, muamalah, ekonomi, pendidikan, sosial budaya, politik dalam dan luar negeri, pemerintahan dan lainnya. 
Allah berfirman:

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ

Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (TQS al-Maidah 50)

Keempat: Demokrasi dibangun oleh kebebasan. Ini bertentangan dengan Islam, karena semua perbuatan terikat dengan hukum syara'.
Allah berfirman:

Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua tentang apa yang telah mereka kerjakan. (TQS Al-Hijr : 92-93)

Dalam demokrasi ada empat pilar kebebasan, yaitu:

Pertama: Kebebasan berakidah, dalam demokrasi keluar dari agama Islam (murtad) dianggap hal biasa tidak ada sanksi hukum.

Kedua: Kebebasan berpendapat. Meskipun menghujat, sekalipun kepada Nabi Saw akan dibiarkan.

Ketiga: Kebebasan bertingkah laku. Misalnya, melakukan perbuatan zina asalkan suka sama suka tidak ada sanksinya, LGBT dibiarkan dan lainnya.

Keempat: Kebebasan kepemilikan. Individu diperbolehkan memiliki tambang, hutan, laut, pulau dan lainnya. Akibatnya kekayaan hanya dimiliki oleh beberapa gelintir orang saja. Padahal dalam Islam Rasulullah Saw bersabda "Kaum muslim bersekutu (memiliki hak yang sama) dalam 3 hal, yakni padang rumput, air dan api."(HR Abu Dawud, Ibn Majah dan Ahmad).

Demokrasi nyata-nyata sudah terbukti sistem yang gagal, rusak dan merusak. Semua hal tersebut wajar karena sistem demokrasi adalah buatan manusia. Karena itu harus segera ditinggalkan dan dicampakkan.

Sudah saatnya umat Islam kembali kepada tuntunan dan aturan yang berasal dari Allah yaitu dengan menerapkan syariah kaffah dalam bingkai khilafah 'ala minhajjin nubuwwah. Wallahu 'alam bi shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post