Solusi Penanganan Banjir

Penulis : Susiyanti, SE
(Pemerhati Sosial)

Bencana alam terus saja terjadi di negeri tercinta ini. Baik itu berupa bencana alam yang disebabkan karena tsunami, tanah longsor, gunung meletus, banjir dan lain sebagainya. Sebagaimana yang baru-baru ini terjadi dan mengagetkan kembali masyarakat atas banjir bandang yang terjadi dan menimpa di kecamatan Sentani tepatnya di Papua. Hingga sampai kemarin, data menyebutkan bahwa korban banjir bandang itu sudah memakan korban 105 orang meninggal  (Tirto.id, 28/3/2019).

Namun hal yang begitu mengejutkan dan membuat  kita tercengang  disaat negeri kita tertimpa bencana tapi malah pemerintah melakukan apel kebangsaan. Ini diinisiasi Pemerintah Provinsi Jawa dan telah digelar kemarin (Minggu, 17/3) mulai pagi hingga siang hari di Simpang Lima, Semarang.
Inilah yang membuat nalar publik tercederai! Disaat musibah menimpa bangsa saya, tim Jokowi berpesta pora  18 miliar uang negara, uang rakyat kecil untuk sebuah acara musik yang dihadiri hanya 2 ribuan orang," ujar Natalius Pigai. Tidak hanya itu, jika membandingkan alokasi bantuan dana dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Papua hanya mendapat 1 miliar untuk rakyat Sentani Papua (Rmol.com, 18/3/2019).
Menilik Persoalan

Dari fakta di atas menunjukkan bagaimana gambaran pengurusan penguasa terhadap rakyatnya. Lebih dari itu, karena hal itu berakar dari penerapan sistem kapitalisme, yang mana lebih mementingkan kepentingan pribadi dibandingkan mengurusi rakyatnya. 

Jika pemerintah memang betul-betul menaruh perhatian kepada rakyatnya yang sedang tertimpa musibah akibat banjir bandang, tentu pemerintah akan segera memberikan bantuan, penanganan yang cepat dan terbaik dalam menangani bencana. Namun, sayangnya masyarakat harus mengelus dada dan menelan pil pahit, bahwa penguasa kurang berpihak terhadap rakyat. Padahal mereka memiliki kewajibannya sebagai pemimpin untuk mengurusi kepentingan rakyatnya. Masihkan kita berharap pada sistem ini yang kurang berpihak kepada nasib rakyat?

Selain itu, apabila kita menilik permasalahan bencana yang terjadi, maka kita akan temukan bahwa salah satu faktor banjir bandang yang terjadi di Sentani diakibatkan oleh lalainya pejabat berwenang dalam memberikan lingkungan alam yang aman bagi warganya. Bagaimana tidak, aturan yang ada lebih mengedepankan kepentingan yang berdasarkan asas manfaat. Begitu pun dampak yang akan terjadi kedepannya kurang menjadi pertimbangan yang mendalam bagi pengembang pembangunan. Hal itu karena asas manfaat menjadi hal yang tak kalah penting.

Tidak hanya itu, faktor utama pemicu banjir, yaitu buruknya tata ruang dengan semakin hilangnya ruang terbuka hijau dan rendahnya kepedulian lingkungan. Sebab, sesungguhnya Allah telah menyediakan alam ini dengan kapasitas yang tepat, termasuk dalam menampung air hujan, karena siklus air pun bersifat tetap, tidak berkurang ataupun bertambah. Sifat aliran air sudah jamak dipahami, bahwa selalu mengalir menuju tempat yang rendah, maka pada pemukiman dataran rendah harus diupayakan mekanisme penahanan air yang tepat di daerah hulu, agar tidak melimpah menggenangi daerah di bawahnya dan fungsi penahanan air oleh akar tanaman.

Problem Solving

Dalam sistem Islam mengenai penanganan masalah banjir, maka harus mengetahui ekologis banjir itu terjadi disebabkan karena kesalahan yang diperbuat oleh manusia dalam memperlakukan alam sekitar. Tidak hanya itu, banjir adalah salah satu dari berbagai masalah yang harus segera mungkin ditangani dan diselesaikan serta harus cepat tanggap. Sebab menyangkut urusan masyarakat dan menyakut kemaslahatan umat, bukan malah minim kepedulian atau berlepas tangan. Adapun kebijakan untuk mengatasi masalah banjir yaitu mencakup sebelum, ketika dan pasca banjir. 

Salah satu cara dalam menagani permasalah tersebut, yakni membuat bendungan-bendungan bagi penampungan curahan air hujan, air sungai dan lain-lain. Tidak hanya itu,  diharuskan memetakan daerah mana yang rawan banjir. Serta melarang penduduk untuk membangun tempat tinggal dindekat daerah tersebut. 

Selain itu, pembuatan sungai buatan, kanal, saluran drainase dan sebagainya yaitu untuk mengurangi penumpukan volume air  dan mengalihkan aliran air serta membangun sumur-sumur resapan di daerah tertentu. Tidak hanya itu, sistem ini juga menekankan beberapa hal penting yang harus dilakukan, yakni dengan melakukan pembentukan badan khusus untuk penanganan bencana alam, menyiapkan tempat-tempat tertentu untuk cagar alam. 

Di samping itu, melakukan sosialisasi tentang arti pentingnya kebersihan lingkungan dan kewajiban memelihara lingkungan, kebijakan atau persyaratan tentang izin pembangunan perumahan. Pembangunan yang menyangkut tentang pembukaan tempat tinggal baru bagi rakyatnya. Dan menyediakan suatu daerah serapan air, penggunaan tanah dan sebagainya.

Dalam sistem Islam pun alokasi dana sudah diatur. Adapun perolehan sumber pemasukan dalam penanganan bencana, yaitu sebagi berikut:

Pertama, pos fa’iy (harta rampasan perang) yaitu apabila Institusi Islam melakukan futuhat atau penaklukan guna penyebaran Islam dalam meninggikan kalimat Allah. Tidak hanya itu, devisa negara yang berasal dari pos fa’iy sebagian dapat digunakan untuk menyelesaikan bencana alam.

Kedua, pos kharaj (pungutan atas tanah kharajiyyah) yaitu apabila suatu negeri yang ditaklukan Islam yaitu dengan menerapkan metode peperangan/futuhat seperti Irak atau Mesir yang telah ditetapkan oleh hukum Islam sebagai tanah kharaj, yang mana tanah ini akan dipungut biayanya. Begitu juga jumlah yang harus mereka bayar diserahkan kepada pendapat/ijtihad khalifah. Devisa negara dari tanah kharaj ini terbilang besar, seperti yang diperoleh dari tanah Irak di masa Kekhilafahan Umar bin Khaththab. Dari pos kharaj ini sebagian akan digunakan untuk pos penanganan bencana.

Ketiga, Pos milkiyyah ‘ammah (kepemilikan umum). Di dalam sistem Islam segala kepemilikan umum seperti barang tambang migas, mineral, batu-bara akan dikelola negara dan hasilnya menjadi milik umum. Keuntungan yang didapatkan untuk pengelolaan ini sebagian akan digunakan untuk menangani bencana alam.

Keempat, Pos dlaribah (pungutan atas kaum muslimin). ini bukan pajak. Namun dalam sistem kapitalisme pajak dijadikan hal yang paling penting dalam menopang perekonomian, termasuk dalam penanganan bencana,  Islam membuang jauh-jauh konsep ini. Dimana tidak dibenarkan bagi negara memungut pajak dari rakyat. Tetapi apabila  kas negara dalam keadaan minim sedangkan kebutuhan ri’ayah (mengurus) rakyat harus tetap berjalan, maka ada pungutan yang dinamakan dlaribah. Perbedaannya dengan pajak adalah obyeknya. Dlaribah hanya diambil dari warga muslim yang mampu/kaya, tidak dipungut dari yang menengah apalagi yang tidak mampu. Tidak hanya itu, bahkan warga non muslim sama sekali tidak diambil dlaribah-nya. 

Adapun dalilnya adalah keputusan Rasulullah saw. yang  meminta beberapa kali agar kaum muslimin  menggunakan hartanya untuk keperluan umum. Seperti Beliau saw. memotivasi kaum muslimin untuk membeli sumur Raumah dari pemiliknya, seorang Yahudi. Hal itu perlu dilakukan karena saat itu Madinah kekurangan air bersih. Akhirnya Utsman bin Affan ra. mewaqafkan tanahnya untuk membeli sumur itu. Rasulullah saw. pun memuji sikap Utsman bin Affan ra. WalLâhu a’lam bi ash-shawâb.

Post a Comment

Previous Post Next Post