Pluralitas dalam Islam



Oleh : Sitti Nurlyanti Sanwar 
(Mahasiswa Pasca Sarjana Hukum Kesehatan) 

"Pluralitas Indonesia di satu sisi punya kontribusi ke kesejahteraan. Tapi di sisi lain, pluralitas itu juga menempatkan Indonesia mudah berkonflik, konteksnya agama," kata Zihan. (nasional.kompas.com)

Intoleransi beragama menjadi bahan pembicaraan yang tak pernah lekang oleh waktu sejalan dengan geliat intoleransi digaungkan. Semakin lama semakin santer terdengar. Hal ini sebagai isyarat bahwa Islamofobia menghantui setiap lapisan masyarakat.

Harus diakui bahwa Indonesia terdiri dari beragam suku, ras, bahasa, adat istiadat dan agama. Keragaman tersebut menuntut adanya toleransi. Tetapi faktanya pluralitas ini menimbulkan ketidakrukunan antar suku, ras dan agama. Seperti kasus di Poso antara Islam dan Nasrani dilatarbelakangi oleh kepentingan kesukuan dan kecemburuan sosial berkembang menjadi masalah politik. Kemudian pembakaran mesjid di Tolikara sebab pengeras suara (toa) mesjid. (m.republika.com/15/7/2016)

Pluralitas adalah kenyataan bahwa manusia yang satu dengan yang lainnya berbeda, bersuku-suku, berbangsa-bangsa, agama, adat dan budaya yang dianut. Hal tersebut merupakan sunatullah sebagaimana firman Allah : 

"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (TQS al-hujarat:13).

Sedangkan, pluralisme adalah paham yang mengatasnamakan semua paham atau ideologi (sosial komunis dan kapitalis) dan agama pun semua benar. Hal tersebut jelas-jelas ditolak oleh Alquran dalam firman Allah :

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam” (Ali’ Imran:19).

Islam tidak membenarkan paham pluralisme karena kebenaran itu hakikatnya datang dari Allah Swt.

Islam mengajarkan saling mencintai dan menghargai satu sama lain sebagai hubungan manusia, tidak memandang perbedaan apatah lagi perbedaan agama.
Hal ini menafikkan adanya keberagaman, hingga ada propaganda untuk memecah belah umat.

Seringkali ide penerapan syariat Islam dalam hal bernegara dibenturkan dengan pluralitas sehingga muncul kontroversi. Ini akibat tidak ditemukannya paham pluralisme dalam Alquran dan Sunah.

Intoleransi sejatinya muncul akibat ketidakpahaman umat terhadap makna toleransi itu sendiri. Mereka memaknai toleransi berdasar persepsi sendiri tanpa menggunakan Alquran sebagai acuannya. Ini semua juga disebabkan tidak tegasnya pemerintah dalam menerapkan aturan Islam. 

Ini semua juga disebabkan tidak tegasnya pemerintah dalam menerapkan aturan Islam. Tentu saja akar masalahnya adalah sistem sekularisme yang telah mengakar pada masyarakat dan negara.

Pandangan Islam tentang Pluralitas.

Islam adalah agama yang diturunkan Allah Swt kepada Nabi Muhammad Saw untuk mengatur hubungan manusia dengan Allah Swt, dirinya sendiri dan sesama manusia. Selain itu Islam merupakan sebuah mabda atau ideologi sehingga menjadi petunjuk hidup dalam bermasyarakat dan bernegara. Dalam hal pluralitas. Islam mengatur antara lain :

Pertama, tidak ada paksaan untuk memeluk agama Islam, Islam tidak menafikan adanya keragaman suku, ras dan agama. Keragaman multikultur dalam masyarakat Islam sudah ada dari zaman Rasulullah dan masa Khilafah sesudahnya. Dalam firman Allah :

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (TQS al-Baqarah:256).

Kedua, setiap warga negara -muslim dan non muslim- memiliki hak yang sama terhadap berbagai pelayanan pokok yang diberikan negara. Misal kebutuhan pendidikan, kesehatan, pelayanan fasilitas publik dan lain sebagainya.

Pada abad XV, orang-orang Yahudi Spanyol terusir secara politis akibat inkuisisi pasukan Kristen. Mereka dipersilakan untuk mendirikan tempat tinggal, beribadah dan mendapatkan ajaran Yahudi di wilayah Daulah Khilafah. Dalam bidang kedokteran, dokter-dokter Yahudi diperkerjakan oleh Daulah Khilafah di rumah sakit negara. Selain itu, mereka pun mendominasi industri kerajinan logam dan kaca.

Kebutuhan akan rasa aman pun dijamin Islam. Ibnu Mas’ud berkata, bahwa Rasulullah Saw bersabda, yang artinya :”Barang siapa yang menyakiti kafir dzimmi, maka aku berperkara dengannya. Dan barang siapa berperkara denganku, maka aku akan memperkarakannya pada Hari Kiamat.” (H.R. Al Khatib). Bahkan ketika kaum muslim tidak bisa lagi melindungi orang-orang Kristen Syam dari serangan pasukan Romawi, Umar bin Al Khaththab r.a. mengatakan kepada mereka bahwa jizyah mereka akan dikembalikan. Namun orang-orang Kristen malah menolaknya seraya menyampaikan bahwa mereka akan berdo’a untuk kemenangan pasukan kaum muslim.

Ketiga, semua warga negara memiliki posisi yang sama di hadapan hukum. Kesamaan hukum di dalam pengadilan Islam. Tidak memandang status kaya atau miskin, punya jabatan atau tidak semua sama di hadapan hukum syariat Islam.

Keempat, semua warga negara berhak mengajukan keberatan terhadap penyimpangan pelaksanaan hukum Islam atas mereka, atau terhadap kezaliman yang dilakukan penguasa atas mereka. 

Demikianlah Islam mengatur tentang pluralitas. Tidak ada diskriminasi bagi warganya. Islam akan tegak bila terwujud 3 pilarnya, yaitu ketakwaan individu, kontrol masyarakat dan negara yang merupakan aturan Islam. Saatnya kita turut berjuang menerapkan syariat Islam dalam naungan khilafah.
Wallahu a'lam bishshowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post