Apa Benar UU Teror Bukti Kepanikan Rezim ?

Penulis : Isnawati

Perhelatan pesta demokrasi tinggal menghitung hari tepatnya tanggal 17 April 2019  yang akan digelar sebagai penentu siapa yang akan berkuasa di negeri ini.

Jebakan dan tekanan politik berhembus secara masif sehingga isu terorisme terus dipelihara bukan ditangani secara tuntas. Ujaran kebencianpun muncul diberbagai lapisan masyarakat yang melahirkan kepanikan pada penguasa hingga ada ide wacana revisi UU terorisme.

Direktur Eksekutif Indonesia Development Monitoring (IDM) Bin Firman Tresnadi menduga kepanikan ini timbul karena tingkat elektabilitas petahana yang kian menurun. RMOL.CO ( 31 Januari 2019 ).

Dalil pembenaran untuk mencari celah dan menyerang yang dianggap lawan terus dilakukan. Salah dalam berucap terkena hate speace, cara- cara represif digunakan untuk tetap berkuasa dan memenangkan pemilu 2019 itulah keboborokan demokrsi.

Dalam politik demokrasi kekuasaan adalah segalanya sehingga dipertahankan dengan berbagai cara salah satunya menakut-nakuti melalui UU terorisme. Demokrasi yang digadang-gadang memberikan penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan agar bisa mengembangkan kreativitas berfikir dan menyampaikan secara langsung atau melalui media sosial akan dibungkam dengan landasan UU terorisme.

Kebebasan berpendapat hanya sebatas eksplisit padahal sudah menjadi sebuah komitmen yang tertuang dalam UUD 45 bahwa mengungkap kebenaran dan kesalahan yang dilakukan oleh penyelenggara pemerintahan pemilik kekuasaan boleh untuk disampaikan. 

Kran-kran pengungkap kebenaran diawasi dan dibungkam akibatnya rakyat dan bahkan pers sebagai corong bagi rakyat tidak dapat memperoleh informasi yang akurat dan terbuka alhasil penyimpangan demi penyimpangan semakin merajalela, kolusi, korupsi, nepotisme menjadi hal yang biasa.

Wacana revisi UU tentang pemberantasan tindakan pidana terorisme guna menindak pelaku dan penyebar hoax dengan penilaian hoax yang beredar kerap mengganggu keamanan dan menakut-nakuti masyarakat adalah pendapat yang bias kebenarannya.

Mencintai tanah air tidak cukup hanya dengan mempidanakan para pelaku atau penyebar hoax saja tapi juga pemicu terjadinya hoax yaitu pembuat kebijakan-kebijakan yang jauh dari rasa keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Spirit keadilan hanya bisa diwujudkan dengan landasan iman dan Islam, pengaturan kepemimpinan pemegang kekuasaan hanya untuk menegakkan hukum syara` yang menghadirkan kehangatan hubungan antara penguasa dan rakyat. Menguatkan ketaatan dalam budaya amar makruf nahi mungkar menjadi sebuah kewajiban yang harus selalu dihidupkan.

Menghilangkan hoax tidak dengan merevisi UU teroris tetapi dengan memberikan keadilan pada semua lapisan masyarakat dari semua sisi, politik, ekonomi, sosial dan budaya. Keadilan itu hanya akan terwujud jika negeri ini kembali kepada Islam yang kaffah, kekuasaan adalah sarana untuk menjalankan kewajiban kepada Sang Pencipta dan Pengatur kehidupan agar terwujud keadilan yang hakiki dan tidak ada lagi hoax. Wallahua A`lam Bis Aswab

Post a Comment

Previous Post Next Post