Muslim Lemah, Tanpa Junnah

Penulis : Citra Hardiyanti R.Si
Member Akademi Menulis Kreatif

“Aku membawa kepadamu pasukan yang mencintai kematian seperti kamu mencintai kehidupan." (Khalid Bin Walid)

Gemertak geraham ini menahan amarah tak terbendung, menyaksikan simbahan darah melumuri jasad saudaraku, muslim di New Zeland. Kembali dunia dibuat tidak berdaya oleh kejahatan sistematis terhadap kaum muslimin. Genosida sistematis terhadap kaum muslimin dilakukan oleh teroris yang tak mengenal agama. Kali ini sebanyak 49 jamaah Shalat Jum’at di Masjid Annur Christcurch meninggal di tangan seorang “gunman” asal Australia yang melakukan pembantaian brutal dan sadis, terencana dan dilakukan secara live dalam akun FB “Brenton Tarrant” di seluruh dunia. 

Masih tak lekang dari ingatan kita dengan peristiwa bom gereja di Surabaya, berhari hari stasiun tv beromba-lomba untuk menayangkannya, dengan terduga teroris yang hingga hari ini mendekam di tahanan, tanpa adanya kejelasan perihal penahannya. Jelas terlihat kini hukum bagai pisau, tajam untuk kaum muslim tapi tumpul bagi teroris bukan muslim. Namun kaum muslimin lagi-lagi tak dapat melawan, hanya mengutuk dan menggerutu, hanya menatap dan membisu, dan naasnya semua ini pun akan terlupa tak berbekas dan berlalu. 

Jelas bagi saya, tragedi muslim Rohingya, Uighur, Palestine dan baru baru ini di Selandia Baru, adalah serentetan tragedi yang menyentak akal sehat kita. Kita sekarang berada di tiitik ketidakberdayaan, hal ini disebabkan hilangnya wilayah kekuasaan Islam dari peta dunia, yang mampu mengayomi dan melindungi fitrah kemanusiaan, tidak hanya muslim, tapi seluruh umat manusia.

Coba tengok bagaiama Al Khalifah Mukhtasim membela kehormatan seorang budak muslimah yang disingkap jilbabnya hingga terlihat auratnya oleh orang-orang Romawi. Sejarah mencatat Al Mukhtasim menjawab panggilan dengan menggerakkan pasukan tidak terputus dari gerbang istana Khalifah di kota Baghdad hingga kota Amuriah (Turki), karena besarnya pasukan.

Hari ini kita bahkan hanya dapat melakukan bantuan kemanusiaan, tanpa memiliki daya untuk mengusir teroris yang telah melakukan kekejaman terhadap saudara kita. Mengapa hal ini terjadi? Apakah ada pembeda diantara muslim di masa kejayaannya dengan muslim saat ini? Sangat jelas berbeda. 

Muslim era sekarang melakukan tebang pilih terhadap hukum Allah, hanya yang mudah dikerjakan, yang sulit ditinggalkan. Sebagai contoh, setiap bulan Ramadhan sebagian besar kaum muslimin menjalankan perintah Allah dalam Surat Al Baqarah ayat 184: “...Kutiba ‘alaikumus siyam..”, “..Diwajibkan atas kamu berpuasa..”, namun jika kita mundur 6 ayat, pada Surat Al Baqarah ayat 178: “...Kutiba ‘alaikumul qishos..”, “Diwajibkan atas kamu qishos..”, maka ini menjadi perintah yang saat ini kaum muslimin tidak mampu menerapkannya, sebab ayat ini mengharuskan sebuah institusi untuk menerapkannya, tidak dapat dan tidak boleh dengan tangan individu. 


Apa akibat dari pengabaian terhadap penerapan atas ayat ini? Pembunuh sadis 
melenggang bebas, bahkan merasa tak bersalah sedikitpun setelah membantai kaum muslimin, dengan alasan diskriminasi ras. Ya, hanya kulit putih dan bermata biru lah yang boleh hidup, dengan alasan keberadaan kaum muslimin mengancam eksistensi mereka. Mengerikan bukan? 

Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin, dalam Islam terdapat larangan membunuh seorang manusia, sebagaimana Firman Allah, “barangsiapa membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya”. (TQS Al-Maidah: 32)

Sudah saatnya umat muslim harus mengetahui kenyataan pahit, bahwa menjadi seorang muslim di luar sana itu bertaruh nyawa, islamaphobia itu nyata dan kejam. Mereka tidak akan pernah berhenti berlaku kejam, sebab saat ini tidak ada pemimpin kaum muslimin yang akan menghentikan kebiadaban mereka. Sebab, ketika manusia mengotak atik ayat Allah dengan bersandar logika dan hawa nafsu semata, maka ayat Allah yang membawa perdamaian akan menjadi momok yang bahkan memunculkan ketakutan pada kaum muslimin sendiri. Padahal ketika kaum muslimin berpegang teguh, dan menerapkan ayat-ayat Allah secara sempurna, maka akan lahir darinya penerus Mukhtasim, Salahuddin Al Ayyubi, muhammad Al Fatih dan Khalid Bin Walid dan kebiadaban mereka pun akan dapat dihentikan.

“wa lakum qishosi hayatu yaa ulil albabi, la’allakum tattaquun”, “Dan dalam qishos itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagi kalian, hai orang-orang yang berakal, supaya kalian bertaqwa” (QS Al Baqarah: 179).
Wallahu ‘alam bi showab.

Post a Comment

Previous Post Next Post