Puluhan Ton Ikan Budidaya Mati Mendadak

Kotapadang, Sumbar, Nn ~ Matinya puluhan ton ikan yang dibudidayakan petambak ikan di Danau Maninjau merupakan ujung mata rantai siklus tahunan terkait iklim yang sesungguhnya bisa diprediksi dan dihindari. Tidak hanya untuk petambak ikan di Danau Maninjau, siklus tahunan ini mustinya dipahami untuk diambil hikmah dampaknya oleh seluruh petambak ikan dimanapun mereka berada.

Dijelaskan oleh Kepada Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatra Barat (DKP Sumbar), Yosmeri, pada Koran Padang di ruang kerjanya, Senin (03/02), kejadian ini terkait kepada iklim yang mempengaruhi terjadinya upwelling (perubahan suhu danau). Udara di dasar danau hampa, suhu bawah naik ke atas, sehingga kandungan amoniak yang muncul kemudian mematikan ikan-ikan. “Itu memang terjadi upwelling, perubahan suhu. Suhu bawah naik ke atas. Memicu tingginya kandungan amoniak sehingga mematikan ikan,” jelas Yosmeri.

Matinya ikan terjadi di beberapa titik di area Danau Maninjau. Yang paling banyak terjadi di Bayua dan Gasang. Sekitar 10 ton-an ikan jenis mas dan nila di keramba jaring apung Danau Maninjau Kabupatean Agam Sumbar mati mendadak di awal tahun 2014. 

Kejadian ini sesungguhnya sudah bisa diprediksi dan diantisipasi, mengingat ia merupakan dampak dari siklus tahunan yang terjadi. Namun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, menurut Yosmeri, jumlah ikan yang mati semakin berkurang. “Tiga tahun belakangan ini sudah berkurang. Kalau tahun-tahun sebelumnya sangat banyak. Tahun 2007 misalnya, itu sampai ribuan ton ikan mati mendadak,” ungkap Yosmeri. Untuk Maninjau sendiri, kematian ikan keramba jaring apung terus berkurang tiap tahunnya. Tahun 2009 sebanyak 15.000 ton, 2010 sebanyak 500 ton, 2011 sebanyak 500 ton, 2012 sebanyak 300 ton, dan 2013 hanya sebanyak delapan ton. 

Dikatakan, untuk mengingatkan para petambak ikan akan siklus rutin terkait iklim yang berdampak juga pada ikan-ikan mereka ini, pemerintah secara berkala memberikan surat edaran di akhir tahun, mengimbau para petambak ikan untuk mengurangi populasi ikan dengan mengurangi tebar benih mulaiAgustus akhir tahun hingga Januari awal tahun, karena itu masa-masa cuaca ekstrim yang mengakibatkan naik air ke permukaan dan berubah suhu serta munculnya tubo belerang. Selain itu, dalam surat edaran yang diberikan juga diingatkan petambak ikan untuk mengatur tata ruang pembudidayaan ikan dan segera memanen ikan-ikan mereka yang siap panen. 

“Mereka sudah jalankan ini. Tapi karena jumlah ikan yang banyak, tentu ada juga yang terkena. Secara materiil mereka rugi. Namun namanya musibah. Kita hanya bisa menekan, bukan menghilangkan musibahnya,” imbuh Yosmeri.

Dari keterangan yang diberi Kepala DKP Sumbar ini, terdapat 9000 orang petambak ikan di sana dengan 15000 kerambanya. Panen normal bisa dihasilkan sekitar 60 ton per hari oleh para petambak ikan ini. Hasil panen sendiri dikirimkan utamanya ke enam provinsi, di antaranya Sumatra Utara, Bengkulu, Jambi, Riau, dan Aceh. 

Selain penyebabnya upwelling, ikan yang mati di danau maninjau juga ditemukan disebabkan oleh Koi Herpes Virus (KHV) yang mulai menyerang ikan-ikan mas di akhir tahun 22013 lalu. KHV sendiri merupakan penyakti yang disebabkan virus yang menyerang ikan mas dan koi, terutama menyerang permukaan kulit insang dan ginjal ikan sehingga ikan yang berdaya tahan tubuh lemah mudah mati. Hingga awal tahun virus masih menyerang ikan-ikan mas di tambak ikan. (sos)
Previous Post Next Post