Krisis Pasok Batubara Ancam Darurat Listrik


Oleh Nur Fitriyah Asri
Penulis Opini Bela Islam Akademi Menulis Kreatif

Terjadi krisis batubara internasional yang berpengaruh terhadap Indonesia. Karena itu, pemerintah mengantisipasi dengan mengamankan ketersediaan batubara untuk kebutuhan rakyat. Pemerintah mengambil langkah-langkah kebijakan yang tertuang dalam surat edaran Dirjen Minerba Kementerian Sumber Daya Manusia (SDM) dan Sumber Daya Alam (SDA), yang terbit 31 Desember 2021.

Isi kebijakan pemerintah di atas, adalah memutuskan untuk melarang semua perusahaan pertambangan batubara melakukan ekspor selama sebulan yang berlaku mulai 1Januari hingga 31 Januari 2022. Hal ini merupakan upaya pemerintah untuk mengamankan sumber daya batubara guna ketersediaan dan kepentingan dalam negeri demi keamanan pasokan listrik.

Penyebab masalah krisis energi yang dialami Perusahaan Listrik Negara (PLN) karena mengalami krisis pasokan batubara.
Menurut Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform, Febby Tumiwa, disebabkan pelaku usaha penambang batubara yang berkewajiban memasok 25 % dari produksi tidak menaati ketentuan wajib pasok dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO). Alasan mereka, lebih memilih ekspor karena harganya lebih tinggi daripada harga DMO yang dinilai murah. 

Akibatnya, terjadi krisis pasokan batubara di dalam negeri. Fatalnya, 20 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan daya sekitar 10.850 megawatt akan padam. Ini benar-benar darurat berdampak pada sistem kelistrikan nasional dan berpotensi mengganggu kestabilan perekonomian nasional.

Lagi dan lagi, rakyat menjadi tumbal. Sebelumnya listrik sudah byar-pet, tarif dasar listrik naik sundul langit, sehingga berdampak efek domino pada kenaikan harga yang membuat rakyat bertambah sengsara dan menderita.

Di sisi lain, terjadi polemik. Tentu saja, kebijakan larangan ekspor membuat Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) bereaksi keras atas keputusan pemerintah. Sebab, keputusan pemerintah dinilai mengganggu volume produksi batubara nasional sebesar 38-40 juta ton per bulan. Selain itu pemerintah kehilangan devisa hasil ekspor batubara sekitar 3 miliar dollar AS per bulan.

Lebih dari itu, keputusan larangan ekspor dapat mempengaruhi ketidakpastian usaha sehingga berpotensi menurunkan minat investasi di sektor pertambangan mineral dan batubara. Juga berpengaruh akan menggoyang pasar dunia. Sebab, Indonesia merupakan negara pengekspor utama batubara global, khawatir akan berdampak pada negara di Asia Pasifik.

Ironisnya, Indonesia merupakan negara produsen batubara terbesar ke-3 sedunia. Namun, anehnya terjadi krisis pasokan batubara pada PLTU Grup PLN dan Independent Power Producer (IPP). (suara.com, 3/1/2022) 

Semua itu disebabkan karena tata kelola yang salah. Sejak awal pengelolaan batubara disandarkan pada ekonomi kapitalis. Dimana asasnya sekularisme yang memisahkan agama dari aturan kehidupan. Konsep kebebasan berkepemilikan menjadi karakternya. Wajar, jika perusahaan (korporasi) dan pemilik modal 
berambisi menguasai sumberdaya tambang dan energi.

Kerakusan, ketamakan perusahaan (korporasi) dan pemilik modal tidak pernah berbelas kasih. 
Mereka tidak akan peduli pada masyarakat sekitar yang terkena dampak. Jangan berharap mereka akan memberikan manfaat bagi rakyat. Lihat, jalan lintas provinsi di Kalimantan Timur yang menjadi pusat penambangan batubara untuk pembangkit listrik, tapi beberapa daerah listriknya masih dijatah hidup hanya 12 jam perhari. Belum lagi jalannya rusak, hancur, banyak lubang menganga. Itu hanya satu contoh.

Semakin memprihatinkan, bahwa konsep kapitalisme mendorong negara lepas tangan tidak meriayah (mengurusi) rakyatnya. Negara hanya berfungsi sebagai regulator, yakni membuat undang-undang yang berpihak pada pemilik modal. Serta menjaga agar tetap beroperasi di tengah jeritan rakyatnya yang tercekik sengatan listrik karena harus membayar mahal.

Sistem demokrasi-kapitalis  selalu menyengsarakan rakyat. Faktanya, hanya mengejar untung dengan melakukan ekspor besar-besaran tanpa peduli kebutuhan batubara dalam negeri untuk memasok listrik demi kesejahteraan rakyat. Sayangnya, sistem demokrasi-kapitalis yang telah nyata menyengsarakan rakyat masih dipertahankan.

Islam Solusinya

Islam adalah agama sempurna yang berasal dari Zat Yang Mahasempurna, untuk mengatur semua lini kehidupan. Di antaranya, mengatur sumber daya alam (barang tambang dan sumber energi).

Syariat Islam menetapkan bahwa sejumlah sumber daya alam tidak boleh dimiliki oleh individu. Sebab, kepemilikannya adalah milik seluruh umat. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.,
"Orang muslim berserikat dalam tiga hal yaitu air, rumput (pohon), api (bahan bakar), dan harganya haram. Abu Said berkata, maksudnya air yang mengalir." (HR. Ibnu Majah)

Ada tiga jenis kepemilikan umum, yaitu:
1. Fasilitas umum, dimana seluruh warga negara membutuhkan untuk keperluan sehari-hari seperti air, saluran irigasi, pembangkit listrik, hutan, sumber energi, dan lainnya.

2. Kekayaan yang asalnya terlarang untuk dimiliki individu seperti jalan umum, laut, sungai, teluk, danau, selat, kanal, lapangan, masjid, dan lainnya.

3. Barang tambang (sumber daya alam) yang jumlahnya melimpah baik berbentuk padat (seperti emas, besi, batubara), berbentuk cair (seperti minyak bumi), dan berbentuk gas (seperti gas alam).

Semua kepemilikan umum tersebut, pengelolaannya tidak boleh diserahkan pada individu, swasta, apalagi pada asing dan aseng hukumnya haram. Pasalnya, hak kepemilikan umum tidak bisa dialihkan kepada siapa pun. Sebab, merupakan milik umum (publik) yang menguasai hajat hidup orang banyak.

Syarak mewajibkan negara yang mengelola kepemilikan umum, hasilnya dikembalikan untuk manfaat sebesar-besarnya bagi rakyat, bisa dalam bentuk subsidi atau tunai. Sehingga, kebutuhan dasar rakyat seperti pendidikan, kesehatan, keamanan, kebutuhan listrik, dan lainnya, akan terpenuhi dengan harga murah bahkan gratis. 
Rasulullah saw. bersabda,

“Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. al-Bukhari)

Seorang pemimpin (khalifah) yang amanah dan baik hanya lahir dari sistem yang baik, yakni sistem Islam (khilafah). Khalifah inilah, yang bertugas menerapkan syariat secara kafah (sempurna), dengan konsep ekonomi Islam maka batubara yang merupakan kepemilikan umum akan dikelola sendiri oleh khalifah secara mandiri tidak takut diintervensi oleh perusahaan dan negara mana pun. Walhasil, semua hasil pengolahan batubara akan diperuntukkan demi kemakmuran rakyatnya. Saatnya kembali ke sistem khilafah yang diridai Allah Swt.

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post