ANCAMAN KRISIS LISTRIK KARENA KRISIS PASOK BATU BARA


Oleh : Ika Wulandriati, S.TP

Indonesia terancam menghadapi krisis listrik akibat defisit pasokan batubara di pembangkit PLN. Ketersediaan batubara diperkirakan di bawah batas aman untuk mencukupi kebutuhan selama 15 hari.
Pemerintah pun melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) baru-baru ini mengeluarkan kebijakan pelarangan ekspor batubara bagi perusahaan batubara. Kebijakan ini diberlakukan selama satu bulan, terhitung sejak 1 Januari hingga 31 Januari 2022. (Suara.com, 5/1/2022)

“Keputusan pemerintah yang bahkan harus menarik rem darurat dengan menghentikan secara total ekspor batubara guna menjamin pasokan kebutuhan batubara domestik menunjukkan bahwa kondisi ketahanan energi kita benar-benar tidak aman dan di ambang krisis,” ujar Andri Prasetiyo, peneliti Trend Asia, Selasa (4/1/2022).

Masalah pasokan batubara PLN disebabkan karena perusahaan-perusahaan tidak taat memenuhi ketentuan wajib pasok dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO). (Oke zone.com.4/1/2022).

Lembaga riset Institute for Essential Services Reform (IESR) mengungkapkan faktor fundamental krisis batu bara yang terjadi di PLN. Menurut Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa ketidak efektifan kewajiban pasokan atau Domestic Market Obligation (DMO) sebesar 25% dari produsen menjadi sebab utamanya. 

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir menetapkan  dalam menghadapi krisis batubara yang menerpa PT PLN (Persero). Yakni melalui transformasi PLN, mulai dari restrukturisasi direksi, membuat subholding Power Plant atau Pembangkit dan mendorong keberlanjutan transisi energi baru terbarukan (EBT) yang sejalan dengan komitmen zero emission 2060.
Faktor mendasarnya bukan menipisnya eksplorasi Batubara, tetapi karena pengelolaan oleh swasta. Banyak tambang dan sumberdaya alam kita yang juga dikuasai oleh swasta dan asing. Setelah era Orde Baru, Pemerintah menerapkan otonomi daerah (Otda). Kewenangan pemerintah daerah diperkuat, baik di provinsi maupun kabupaten/kota. Salah satu kewenangan yang diserahkan oleh pemerintah pusat kepada daerah adalah penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP). Itu terjadi pada 2009. Efeknya, jumlah IUP di Indonesia meningkat lebih dari 10 kali lipat alias 1.000% dari hanya 900 menjadi sekitar 10.000 izin (Finance.cetik.com, 27/8/2017). Jika demikian wajarlah jika kemudian—sebagaimana banyak diungkap—hampir 90% kekayaan alam negeri ini dikelola oleh pihak asing atas nama penanaman modal asing (PMA). Sialnya, itu berlangsung sejak tahun 1967—saat Rezim Orde Baru mulai meliberalisasi perekonomian nasional dengan mengeluarkan UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing—hingga saat ini, di era Pemerintahan Jokowi. Bagaimana Islam Mengatur Pengelolaan SDA? Islam hadir tentu tidak hanya sebagai agama ritual dan moral belaka. Islam juga merupakan sistem kehidupan yang mampu memecahkan seluruh problem kehidupan, termasuk dalam pengelolaan kekayaan alam. Allah SWT berfirman: وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
Kami telah menurunkan kepada kamu (Muhammad) al-Quran sebagai penjelasan atas segala sesuatu, petunjuk, rahmat serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (TQS an-Nahl [16]: 89).

Menurut aturan Islam, kekayaan alam adalah bagian dari kepemilikan umum. Kepemilikan umum ini wajib dikelola oleh negara. Hasilnya diserahkan untuk kesejahteraan rakyat secara umum. Sebaliknya, haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta apalagi asing. Di antara pedoman dalam pengelolaan kepemilikan umum antara lain merujuk pada sabda Rasulullah saw.: الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلَإِ وَالنَّارِ
Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput dan api (HR Ibnu Majah). Rasul saw. juga bersabda: ثَلَاثٌ لَا يُمْنَعْنَ الْمَاءُ وَالْكَلَأُ وَالنَّارُ
Tiga hal yang tak boleh dimonopoli: air, rumput dan api (HR Ibnu Majah). Terkait kepemilikan umum, Imam at-Tirmidzi juga meriwayatkan hadis dari penuturan Abyadh bin Hammal. Dalam hadis tersebut diceritakan bahwa Abyad pernah meminta kepada Rasul saw. untuk dapat mengelola sebuah tambang garam. Rasul saw. lalu meluluskan permintaan itu. Namun, beliau segera diingatkan oleh seorang sahabat, “Wahai Rasulullah, tahukah Anda, apa yang telah Anda berikan kepada dia? Sungguh Anda telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir (mâu al-iddu).” Rasul saw. kemudian bersabda, “Ambil kembali tambang tersebut dari dia.” (HR at-Tirmidzi). Mau al-iddu adalah air yang jumlahnya berlimpah sehingga mengalir terus-menerus. Hadis tersebut menyerupakan tambang garam yang kandungannya sangat banyak dengan air yang mengalir. Semula Rasulullah saw. memberikan tambang garam kepada Abyadh. Ini menunjukkan kebolehan memberikan tambang garam (atau tambang yang lain) kepada seseorang. Namun, ketika kemudian Rasul saw. mengetahui bahwa tambang tersebut merupakan tambang yang cukup besar—digambarkan bagaikan air yang terus mengalir—maka beliau mencabut kembali pemberian itu. Dengan kandungannya yang sangat besar itu, tambang tersebut dikategorikan sebagai milik bersama (milik umum). Berdasarkan hadis ini, semua milik umum tidak boleh dikuasai oleh individu, termasuk swasta dan asing. Tentu yang menjadi fokus dalam hadis tersebut bukan “garam”, melainkan tambangnya. Dalam konteks ini, Al-Allamah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani mengutip ungkapan Abu Ubaid yang mengatakan, “Ketika Nabi saw. mengetahui bahwa tambang tersebut (laksana) air yang mengalir, yang mana air tersebut merupakan benda yang tidak pernah habis, seperti mataair dan air bor, maka beliau mencabut kembali pemberian beliau. Ini karena sunnah Rasulullah saw. dalam masalah padang, api dan air menyatakan bahwa semua manusia bersekutu dalam masalah tersebut. Karena itu beliau melarang siapapun untuk memilikinya, sementara yang lain terhalang.”

Alhasil, menurut aturan Islam, tambang yang jumlahnya sangat besar baik garam maupun selain garam seperti batubara, emas, perak, besi, tembaga, timah, minyak bumi, gas dsb semuanya adalah tambang yang terkategori milik umum sebagaimana tercakup dalam pengertian hadis di atas.

Post a Comment

Previous Post Next Post