Peraturan Menteri yang Mendorong Liberalisasi di Perguruan Tinggi

Oleh: Aktif Suhartini, S.Pd.I

 Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok

 

 

Di negara demokrasi ini, manusia membuat undang-undang melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang katanya merupakan lembaga yang mewakili rakyat dan bertugas menyampaikan aspirasi rakyat. Namun yang menjadi pertanyaan, mengapa hukum yang dibuat untuk rakyat tapi ditentang oleh rakyat?

Anehnya lagi, dengan alasan mencegah kekerasan seksual di lingkungan kampus, pemerintah melalui Menteri Nadiem Makarim mengeluarkan Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS). Lahirnya peraturan Menteri (Permen) ini karena banyaknya laporan pelecehan seksual yang dilakukan dosen, pegawai bahkan pejabat kampus terhadap mahasiswi.

Bahkan, peraturan menteri tersebut mendapat dukungan dari sejumlah kalangan, termasuk Menteri Agama Yaqut. Padahal, sejumlah pasal dalam peraturan tersebut dinilai banyak kalangan, terutama para tokoh dan ormas-ormas Islam, seperti MUI, justru melegalkan seks bebas. Pemicu penolakan tersebut karena adanya frasa ‘tanpa persetujuan korban’. Karena, frasa tersebut dapat dipahami bila antara kedua belah pihak melakukan hubungan seksual karena persetujuan dan suka sama suka, maka dipandang legal. Bukankah itu sama dengan melegalisasi perzinaan?

Namun, Nadiem Makarim menolak tudingan bahwa Permen tersebut melegalisasikan perzinaan ini adalah fitnah kotor dan tidak masuk akal. Padahal, jelas, dalam pasal ini persetujuan menjadi penentu suatu tindakan/hubungan seksual dipandang sebagai ‘kekerasan seksual’. Artinya, selama dilakukan dengan persetujuan, maka hubungan seksual dibenarkan dan merupakan hak warga negara. Karena hidup di negara demokrasi maka hak warga negara sangat dijunjung tinggi dan memiliki kebebasan penuh. Maka negara dan agama tak berhak ikut campur di dalamnya. Sungguh logika berbahaya.

Sebagai negara yang masih menganut Berketuhanan Yang Maha Esa, bukankah seharusnya negara melindungi dan mengayomi rakyatnya untuk mengikuti ajaran agama yang dianut, karena tidak ada satu agama yang melegalkan perzinaan, apalagi dalam Islam perbuatan tersebut merupakan dosa besar.

Salahkah bila mengkritisi undang-undang yang akan dipakai untuk rakyatnya agar saling mengingatkan di dalam kebaikan. Namun sangat disayangkan mengkritisi dengan niatan negara tidak melegalkan perzinaan justru mendapatkan sanksi bagi pihak perguruan tinggi, seperti penghentian bantuan keuangan atau bantuan sarana, prasarana untuk perguruan tinggi dan penurunan tingkat akreditasi untuk perguruan tinggi.

Sanksi ini menunjukkan bahwa Permen ini tidak hanya mendorong liberalisasi seksual di perguruan tinggi, namun juga menegaskan represi rezim agar semua institusi perguruan tinggi mengikuti tanpa ada celah mengkritisi.

Dalam hukum Islam, Allah SWT sudah memberikan solusi merebaknya perzinaan dengan cara menutup celah-celah terjadinya kejahatan seksual di tengah masyarakat. Kaum pria dan wanita diperintahkan menutup aurat, bukannya dibolehkan terlihat aurat bila ada persetujuan, menjaga pandangan, serta adanya larangan berkhalwat dengan alasan apa pun.

Nabi SAW bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يَخْلُوْنَ بِاِمْرَأَةٍ لَيْسَتْ مَعَهَا ذُوْ مَحْرَمٍ مِنْهَا فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ

“Siapa saja yang mengimani Allah dan Hari Akhir hendaknya tidak berkhalwat dengan perempuan bukan mahram karena pihak ketiganya adalah setan” (HR al-Bukhari).

Wahai kaum Muslim! Permen tersebut sebagai bukti kuat bahwa negara bersendikan pada sekularisme-liberalisme. Padahal sudah nyata kerusakan paham liberalism, seperti maraknya perzinaan, penularan penyakit kelamin termasuk HIV/AIDS, kehamilan tak diinginkan, pembuangan bayi dan aborsi, adalah bagian dari kerusakan yang sudah tampak di depan mata.

Begitu pula sikap rezim seakan terlihat mengabaikan kelompok masyarakat yang mengkritisi hingga menolak Permen liberal ini menjadi bukti tujuan pemberlakuan bukanlah memberantas kekerasan seksual di kampus, namun lebih dominan menjadi alat agar makin mengokohkan paradigma kesetaraan gender dan liberal pada berbagai lini. Tentunya, tak ada cara lain kecuali membuang jauh sistem sekular-liberal saat ini dan terapkan syariah Islam secara kaffah, niscaya  kehidupan manusia akan terlindungi dan terjaga. Aamiin.[]

 

 

 


Post a Comment

Previous Post Next Post