Mampukah Permendikbud Mengatasi Kekerasan Seksual?


Oleh Inka Armadhani
(Pemerhati Remaja & Mahasiswi)

Baru-baru ini banyak berita yang sedang trending baik di dunia maya maupun dunia nyata terkait penetapan peraturan yang baru yaitu Permendikbud No. 30 Tahun 2021. Peraturan tersebut menerapkan tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Penerapan aturan ini menyasar para pelajar khususnya perguruan tinggi.

Dalam aturan tersebut sangat jelas bahwa perbuatan zina dilegalkan di negeri ini. Dengan dalih untuk mencegah terjadinya tindakan kekerasan seksual yang sering terjadi di perguruan tinggi. Bahkan bagi kampus atau sekolah yang tidak mau mengikuti peraturan ini akan diberikan sanksi.

Seperti yang dikutip dari detiknews.com (15/11/2021), Mendikbudristek Nadiem Makarim menegaskan, ada sanksi bagi pihak yang melanggar Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi. Salah satunya adalah penurunan akreditasi kampus.

Hal tersebut dipaparkan Nadiem dalam tayangan 'Merdeka Belajar Episode 14: Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual' yang disiarkan kanal YouTube Kemendikbud RI. Nadiem awalnya bicara soal sanksi bagi pelaku yang terbukti melakukan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi. Dia mengatakan sanksi yang bakal diberikan tergantung dari pelanggaran yang terjadi.

Nadiem mengatakan pelaku yang mendapatkan sanksi ringan dan sedang wajib mengikuti program konseling sebelum kembali beraktivitas di kampus. Biaya konseling ditanggung pelaku.
Dia kemudian mengatakan ada juga sanksi bagi perguruan tinggi yang tidak menjalankan Permendikbud 30 Tahun 2021. Salah satunya adalah penurunan akreditasi.

Sungguh miris keadaan negeri ini. Salah satu aturan yang disinyalir mampu memutus kekerasan seksual harus diikuti. Bahkan bagi kampus yang tidak mengikuti aturan tersebut akan dikenai sanksi sebagimana yang tercantum dalam pasal 19 Permendikbud 30 Tahun 2021 yang berbunyi:
Pasal 19: Perguruan tinggi yang tidak melakukan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual dikenai sanksi administratif berupa:
a. penghentian bantuan keuangan atau bantuan sarana dan prasarana untuk perguruan tinggi dan/atau
b. penurunan tingkat akreditasi untuk perguruan tinggi.
 
Itulah yang sekarang sedang terjadi di negeri ini ketika ada problem yang begitu besar namun solusi yang diberikan sangat tidak masuk akal, bahkan berlawanan dengan Islam. Mengapa hal demikian bisa terjadi di tengah-tengah umat sekarang ini? Jawabannya hanya satu yaitu karena sistem atau aturan yang diterapkan di muka bumi ini adalah sistem yang batil yaitu sistem kapitalis sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan.

Setiap orang berhak untuk bertingkah laku sesuai dengan yang mereka inginkan walaupun tindakan tersebut sangat melanggar hukum syariat Islam. Juga tanpa peduli apa dampak yang akan terjadi ke depannya. Padahal dampak yang dirasakan bukan hanya di dunia saja, tetapi juga di akhirat akan dimintai pertanggungjawaban.

Perbuatan zina adalah dosa besar dan juga diharamkan oleh Allah SWT sebagaimana dalam firmannya dalam QS Al-Isra: 32:
"Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk." (QS. Al-Isra: 32)

Begitu jelasnya larangan mengenai dosa zina, bahkan untuk mendekati saja tidak boleh apalagi untuk melakukannya. Apa pun alasannya, ketika ada perintah atau larangan untuk menjauhi zina, maka wajib bagi makhluk untuk mengikuti aturan tersebut.

Berbeda dengan Islam, ketika ada satu perkara yang melenceng dari syariat maka Islam akan memberikan solusi tepat yang sesuai dengan Al-Qur'an dan as-Sunnah. Sehingga tidak akan ada kemudaratan di dalamnya.

Dalam Islam, ketika ada dua orang yang sudah merasa mampu, baik dana maupun daya maka baginya menikah adalah solusi yang tepat. Jika belum mampu maka cukup baginya untuk menundukkan pandangan. Dan jika masih juga belum mampu maka berpuasa. Sebagaimana dalam hadis Rasulullah saw.:
"Wahai para pemuda! Barang siapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barang siapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa), karena shaum itu dapat membentengi dirinya.” (HR Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan lainnya)

Adapun sanksi bagi pelaku zina atau pelecehan seksual dalam Islam sudah dijelaskan secara rinci. Hukumannya terdapat dua jenis yaitu bagi pelaku yang ghairu muhsan yaitu pelaku yang belum menikah, maka dicambuk sebanyak 100 kali serta diasingkan selama satu tahun. Sedangkan bagi pelaku yang muhsan atau yang sudah menikah akan  dirajam atau dilempari batu sampai mati.

Namun itu semua dapat kita rasakan apabila kita hidup di bawah naungan Khilafah Islamiyah yang berlandaskan dengan metode kenabian. Tugas kita sekarang adalah menyadarkan umat bahwa dengan penerapan sistem yang baik dan benar yaitu sistem Islam, maka tidak akan ada lagi problem yang menui pro dan kontra. Karena setiap aturan yang diterapkan oleh Islam adalah aturan yang langsung berasal dari Allah SWT bukan buatan manusia yang batil.

Sejatinya peraturan yang dibuat oleh manusia sifatnya lemah dan terbatas. Buktinya aturan dan solusi yang diberikan selama ini tidak membuahkan hasil secara tuntas. Problematika umat masih saja belum terselesaikan. Tindakan yang seharusnya dilakukan oleh umat sekarang ini adalah sama-sama memperbaiki diri dan mendekatkan diri kepada Allah. Selain itu menyadarkan bahwa penting kehidupan yang berlandaskan pada aturan Allah untuk mencapai keridhaan Allah SWT.
Waallahu'alam bishawwab

Post a Comment

Previous Post Next Post