Pelayanan Kependudukan Bagi Warga Transgender


Oleh: Hana Sopiana
Komunitas Ibu Peduli Generasi KIPG

Dengan berlindung di balik HAM, segala macam penyimpangan perilaku dan seksual bisa dianggap sebagai hak asasi manusia. Maka tak heran kasus demi kasus datang silih berganti.  Inilah sistem sekuler saat ini.

Delapan perwakilan komunitas transgender Kabupaten Bandung, akan segera melakukan pendataan dan rekapitulasi anggotanya. Setelah mendatangi Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Bandung, yang siap memfasilitasi perekaman Nomor Induk Kependudukan (NIK) para transgender. Kepala Seksi Kependudukan Disdukcapil Kabupaten Bandung, Asep Muhamad Yusuf mengungkapkan, layanan kependudukan merupakan hak dasar seluruh warga negara.

Asep mengatakan, pihaknya dengan senang hati akan membantu keinginan kaum transgender untuk memiliki identitas tersebut. Namun, tentunya tetap mengacu kepada peraturan, di antaranya yakni pencantuman jenis kelamin tidak boleh diubah. Perubahan jenis kelamin dalam NIK hanya diperbolehkan jika transgender tersebut mempunyai surat keputusan dari pengadilan. “Selama ini banyak yang tidak punya identitas. Atau ada juga yang punya identitas tapi belum update serta belum direkam sehingga enggak punya NIK,” ungkapnya. 
balebandung.com, (28/9/21)

Memberikan pelayanan kependudukan kepada warga transgender dan mengijinkan perubahan status kelamin dalam NIK sama dengan mengamini keberadaan mereka. Sebab perbuatan  transgender atau waria dalam Islam dikenal dengan istilah mukhannats, hukumnya adalah haram. 

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a.: "Sesungguhnya
 baginda Nabi saw. melaknat para lelaki yang mukhannats dan para wanita yang mutarajjilat." (HR. Bukhari  dan Abu Dawud).

Inilah buah dari sistem demokrasi yang liberal, menjadikan kebebasan sebagai pijakan dalam mengambil kebijakan. Hal ini akan memicu sikap mereka menjadi berani eksis secara terang-terangan.
Seharusnya negara hadir dalam rangka menyadarkan mereka dan mengedukasi mereka agar kembali kepada fitrahnya sesuai dengan yang telah Allah ciptakan. Mukhannats yang sering kita sebut sebagai banci, waria atau transgender (berkelamin ganda). Memang sering menjadi ledekan atau bahan tertawaan di masyarakat sekitar, ternyata dalam syariat hal ini sangat berbahaya jika dibiarkan. Memang mereka juga manusia mukallaf sebagaimana lelaki dan wanita pada umumnya. Namun yang menjadi masalah adalah bagaimana hukum transgender dalam Islam apakah layak diakui atau diharamkan? 

Islam memiliki sanksi yang sangat tegas, bukan hanya terhadap individu pelaku penyimpangan seksual namun juga kepada lembaga yang memfasilitasi keberadaannya. Di antara sanksinya adalah "Siapa saja yang memfasilitasi orang lain melakukan sodomi, dengan sarana apapun, serta dengan cara apapun, maka dia dipenjara selama lima tahun dan dicambuk." Sanksi ini masuk dalam katagori ta'zir, karena belum sampai pada tindakan sodomi, jika sampai pada tindakan sodomi, bukan lagi ta'zir, tetapi hudud. Nabi saw bersabda : "Siapa menjumpai orang yang melakukan perbuatan homo seperti kelakuan kaum Luth maka bunuhlah pelaku dan objeknya." (HR. Ahmad dan Abu Dawud) 

Karena itu kasus-kasus seperti itu sangat langka dalam sejarah khilafah.  Berbeda dengan sistem saat ini yang justru  malah memfasilitasi hal ini untuk orang orang transgender, yang sepatutnya ditentang dan diharamkan bukan malah dianggap lazim. Inilah sebab mengapa khilafah harus segera tegak. Minimnya pemahaman kaum muslimin terhadap Islam saat ini memicu kehancuran negara. Oleh karena itu, sebuah keniscayaan, wajibnya penerapan Islam secara kafah dalam bingkai khilafah. Karena sistem inilah, satu-satunya solusi untuk menyelesaikan semua kerusakan moral pada masyarakat.

Wallahu a'lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post