Kisruh Blok Wabu, Aneh Tapi Nyata!


Oleh Ummu Zhafran 
Pegiat Literasi

Aneh. Itulah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan kisruh Blok Wabu. Sebab Blok Wabu sejak lama sebenarnya telah dilepas hak konsesinya oleh Freeport. Artinya, korporat tambang milik asing yang selama ini mendulang di Papua tak lagi punya kepentingan di Blok Wabu. Mereka menyatakan ingin fokus menggarap Grasberg. (tempo.com, 24/9/2021)  Otomatis seharusnya terbuka lebar peluang Ibu Pertiwi untuk mengeksploitasi tambang emas itu sendiri.  

Tapi nyatanya tidak demikian. Bak jeruk makan jeruk, Blok Wabu disinyalir justru jadi bancakan korporat lokal milik negeri sendiri. Setidaknya itu yang terungkap dari hasil bincang-bincang seorang pengacara kondang, Haris Azhar di kanal akun media sosialnya. (Youtube, 20/8/2021) 

Duh, lantas ke mana negara yang harusnya mengelola blok penghasil emas yang menggiurkan tersebut? Bagaimana tidak menggiurkan, mengutip data Kementerian ESDM 2020, Blok Wabu menyimpan potensi sumber daya 117.26 ton bijih emas dengan rata-rata kadar 2,16 gram per ton (Au) dan 1,76 gram per ton perak. Nilai potensi ini setara dengan US$14 miliar atau nyaris Rp 300 triliun dengan asumsi harga emas US$ 1.750 per troy once. (tempo.com, 24/9/2021) 

Tak heran jika konsesi ‘gunung emas’ ini jadi rebutan. Sayangnya bukan lagi diperebutkan oleh asing tapi justru anak-anak negeri sendiri. Setidaknya terdapat empat perusahaan lokal yang teridentifikasi menguasai konsesi Blok Wabu. (kanal Youtube Haris Azhar, 20/8/2021)

Jelas terlihat ada yang salah dalam pengelolaan SDA di negeri ini. Ingat lagi pernyataan La Ode M Syarif saat masih menjabat Wakil Ketua KPK, bahwa  telah terjadi kegagalan pengelolaan Sumber Daya Alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. (antaranews, 25/1/2019)

Kegagalan yang fatal.  Potensi sumber daya alam yang berlimpah sejatinya milik rakyat. Tidak untuk dijual atau dimiliki oleh individu, korporat lokal maupun asing alias oligarki. Mirisnya mereka justru dibiarkan bermain di sektor publik ini. Akibatnya SDA  dari dulu hingga kini mayoritasnya telah dikelola oleh pihak swasta maupun  asing. (beritasatu.com, 12/2/2013)

Saatnya mata kita terbuka menyaksikan kegagalan  kapitalisme  dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat. Di bawah naungan ideologi yang berlandaskan sekularisme ini, apa yang menjadi hak milik rakyat pun tak segan dieksploitasi demi kepentingan pribadi dan golongan. Sadis. 

Pertanyaannya, sampai kapan mau bertahan dalam kesengsaraan ini, sementara terdapat alternatif ideologi yang bertolak belakang dengan kapitalisme. Sistem yang tidak menyengsarakan tapi justru menyelamatkan kehidupan manusia di dunia hingga kelak di akhirat.  

Ya, ideologi Islam tepatnya. Diturunkan Sang Maha Pencipta melalui Rasulullah saw. sebagai petunjuk dalam  memecahkan seluruh problematik kehidupan, termasuk  pengelolaan kekayaan alam tentunya.
Allah Swt. berfirman,

“Kami telah menurunkan kepada kamu (Muhammad) Al-Quran sebagai penjelasan atas segala sesuatu, petunjuk, rahmat serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS An-Nahl: 89)

Terkait alam semesta, sudah menjadi konsekuensi keimanan kita untuk meyakini bahwa segala yang ada di dunia  adalah milik Allah Swt.

“Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan di bumi; dan kepada Allahlah dikembalikan segala urusan.”(QS ‘Ali Imran:109)

Allah Swt. menetapkan  dalam syariat bahwa segala potensi kekayaan yang terkandung di alam dengan kandungan yang berlimpah merupakan milik umum. Kepemilikan umum ini wajib dikelola oleh negara. Hasilnya diserahkan maksimal untuk kesejahteraan rakyat. Sebaliknya, haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta apalagi asing. Dalilnya antara lain merujuk pada sabda Rasulullah saw.,

“Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput dan api.” (HR Ibnu Majah)

Imam at-Tirmidzi juga meriwayatkan hadis dari penuturan Abyadh bin Hammal. Dalam hadis tersebut diceritakan bahwa Abyadh pernah meminta kepada Rasul saw. untuk dapat mengelola  sebuah tambang garam. Rasul saw. lalu meluluskan permintaan itu. Ini menunjukkan kebolehan memberikan tambang garam (atau tambang yang lain) kepada seseorang. Namun, ketika  Rasul saw. mengetahui  bahwa tambang tersebut merupakan tambang yang melimpah hasilnya—digambarkan bagaikan air yang terus mengalir—maka beliau mencabut kembali pemberian itu. Dengan kandungannya yang sangat besar itu, tambang tersebut dikategorikan sebagai milik bersama (milik umum). Maka menjualnya pada pihak individu maupun swasta adalah bentuk pelanggaran terhadap hadis ini.

Sepakat kita, bahwa apa saja yang telah ditentukan oleh Allah Swt. dan Rasul-Nya, termasuk ketentuan dalam pengelolaan sumber daya alam sebagaimana dipaparkan di atas, wajib dilaksanakan. Sebab hal tersebut adalah konsekuensi dari iman. Adapun caranya simpel, terapkan syariah secara totalitas dalam naungan negara sebagaimana yang diwariskan Nabi saw.  Niscaya tak hanya Blok Wabu, namun juga sumber-sumber daya alam lainnya bakal kembali menjadi milik umum dan dikelola untuk kemaslahatan segenap rakyat tanpa membedakan suku, agama maupun ras. 

Wallaahu a’lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post