Sekolah Gratis, Riwayatmu Kini




Oleh Sitti Hadijah

Kebijakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) terkait penyaluran dana bantuan operasional sekolah (BOS) menuai protes. Protes datang dari Aliansi Pendidikan yang merupakan gabungan sejumlah organisasi, yang menolak Permendikbud Nomor 6 Tahun 2021. Dalam Pasal 3 ayat (2) huruf d tentang Sekolah Penerima Dana BOS Reguler tertera ketentuan sekolah yang memiliki jumlah peserta didik paling sedikit 60 peserta didik selama tiga tahun terakhir. Kebijakan tersebut dianggap mendiskriminasi hak pendidikan anak Indonesia dan melanggar amanat konstitusi negara. Oleh karena itu, organisasi pendidikan melayangkan protes pada Kemendikbudristek (https://insulteng.pikiran-rakyat.com/03/09/2021).
Sejumlah sekolah swasta mengalami kendala dalam memenuhi jumlah peserta didik berjumlah 60 tersebut. Hal itu dikarenakan sekolah swasta banyak berada di daerah-daerah pelosok, yang mana belum terjangkau sekolah negeri (https://insulteng.pikiran-rakyat.com/03/09/2021). Di Indonesia, sekolah swasta merupakan salah satu komponen yang membentu pemerintah dalam memenuhi hak pendidikan bagi anak Indonesia terutama di daerah pelosok karena belum mampunya pemerintah menjangkau dan memaksimalisasi pemenuhan hak pendidikan bagi anak Indonesia yang berada di pelosok. Sebagaimana diketahui, pembangunan infrastruktur pendidikan di Indonesia belum secara merata dilaksanakan. Masih banyak sekolah yang membutuhkan bantuan dalam rangka membangun infrastruktur dan sumber daya yang akan berkontribusi dalam proses pendidikan di sekolah yang bersangkutan. Jika peraturan ini diterapkan, bukan tidak mungkin akan banyak sekolah yang tutup hanya karena tidak terpenuhinya jumlah minimal siswa. 

Demikianlah potret pengelolaan pendidikan di sistem kapitalisme. Untung – rugi dan asas manfaat menjadi hal yang biasa sekalipun dalam hal pendidikan. Padahal telah diketahui bersama bahwa pendidikan merupakan salah satu hak anak sebagai warga negara yang harus dipenuhi. Dalam sistem kapitalisme yang individualis, pemenuhan ini dibebankan kepada masing – masing individu, negara hanya bertindak sebagai regulator. Oleh karenanya, setiap orang harus berjuang mati – matian jika ingin mendapatkan pendidikan yang layak. Wacana pengehentian dana BOS ini semakin memperlihatkan bagaimana ‘berhitung’ dan ‘pilih-pilih’nya pemerintah terhadap biaya yang akan dikeluarkan untuk pemenuhan pendidikan bagi rakyatnya. Hal ini semakin menyadarkan kita akan buruknya sistem bernegara yang kapitalistik karena sistem ini terbukti mengesampingkan pelayanan pendidikan yang merupakan salah satu hak pokok warga negara.

Hal ini tidak terjadi dalam sistem Islam. Dalam sistem pemerintahan Islam, pendidikan adalah kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi oleh negara dimana dalam penyelenggaraannya tidak memungut biaya apapun bagi warganya alias gratis. Sebagai contoh, pada masa kepemimpinan Khalifah Al-Munthasir Billah didirikan Madrasah al-Munthasiriah di Baghdad. Dimana fasilitas sekolah disediakan secara gratis, termasuk perpustakaan. Dalam masa pemerintahan Islam, anggaran pendidikan tidak pernah menjadi masalah. Setiap individu dapat menikmati haknya atas pendidikan secara gratis. 

Oleh karenanya, tidak pernah ada dalam sejarah Islam, siswa yang tidak sekolah karena keterbatasan sarana pendidikan di wilayahnya. Dalam Islam, minimnya infrastruktur sekolah berarti dapat menghambat pelaksanaan kewajiban menuntut ilmu. Hal ini disadari oleh negara yang sadar akan tanggungjawabnya kepada Allah Swt dalam mengurusi urusan umat, termasuk salah satunya pendidikan untuk rakyatnya. 

Wallahu a'lam bishawwab

Post a Comment

Previous Post Next Post