Sabar Butuh Teladan


Oleh Ika Misfat Isdiana
Muslimah Jember 
.
Setiap manusia yang beriman pasti memiliki keinginan untuk bersabar. Sabar dalam menghadapi ujian kehidupan, yang semakin lama semakin menjerat rasanya. Karena hidup dalam dunia yang mendewakan kebebasan dan mengacuhkan aturan Tuhan. Dimana kebusukan akhlak mewarnai setiap lini kehidupan. Sabar menjadi berlian, yang sulit untuk dikerjakan namun itu sebuah kemuliaan. Karena jaminan pahala yang besar jika menjalaninya. 
Sebagaimana firman Allah, 

وَلَـنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَـوْفِ وَا لْجُـوْعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْاَ مْوَا لِ وَا لْاَ نْفُسِ وَا لثَّمَرٰتِ ۗ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْنَ 

"Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar,"
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 155)

Sikap sabar yang ditunjukkan manusia akan membuatnya mendapatkan ampunan dan rahmat. Dua hal yang sangat dibutuhkan manusia sebagai bekal di akhirat kelak. Karena sesungguhnya kehidupan di dunia ini hanya sementara. Dan kehidupan di akhirat adalah selamanya. Manusia butuh jaminan kehidupan yang aman dan nyaman di akhirat. Dan ampunan serta rahmat Allahlah yang bisa memberikannya.

Selain itu, sikap sabar juga salah satu gaya hidup sehat yang dapat meningkatkan imunitas tubuh. Hal yang dibutuhkan manusia di dunia. Apalagi di tengah pandemi sepertii saat ini. Sebagaimana quote dari seorang ulama yang menyebutkan "kepanikan adalah separuh dari penyakit, ketenangan adalah separuh dari obat, dan kesabaran adalah awal dari kesembuhan" luarbiasa.

Namun ternyata, kesabaran tidak hanya butuh tekad individu. Karena dalam hidup kita tidak sendirian. Beraneka macam manusia ada dalam kehidupan. Dan mereka bersatu dalam bermasyarakat, bersatu dalam bernegara. Sehingga ujian kehidupan yang dihadapi oleh individu banyak berasal dari interaksinya di tengah masyarakat dan negara. Ada peran masyarakat dan negara dalam menyehatkan spirit kesabaran seorang individu. 

Sebagai contoh, ujian pandemi ini. Yang menimbulkan ketakutan merata di tengah masyarakat. Banyak orang meninggal, banyak yang kehilangan pekerjaan, tidak sedikit yang jatuh miskin dan didera kelaparan, banyak yang kesulitan mencari fasilitas kesehatan saat darurat dibutuhkan, menjadi korban  kebijakan yang tidak efektif seperti ditertibkan satpol PP dengan brutal. 

Di tengah derita akibat ujian tersebut, banyak kebijakan yang justru semakin menguji kesabaran. Pejabat korup yang merampok bantuan sosial covid menerima keringanan tahanan, karena mendapat 'bullyan'. Di tengah sulitnya mendapatkan fasilitas kesehatan, ada pejabat yang mengusulkan agar dibuat rumah sakit khusus pejabat. Saat rakyat butuh kemudahan untuk mencari penghidupan, para pejabat  rame-rame memasang baliho tebar tampang. Saat banyak mural keluhan atas kemiskinan dan kelaparan, para pejabat negara justru panen kekayaan. 

Saat rakyat berusaha sabar dalam kejujuran namun pejabatnya tak malu melakukan kecurangan. Tentu hal ini sangat mengganggu nurani dan akal pikiran.

Karena kebusukan akhlak pejabat diamini dan dilindungi oleh hukum. Sementara kesabaran rakyat mendapatkan sanksi dan pengekangan. 

Sebagai contoh, tulisan dipaksa sehat di negeri yang sakit” adalah salah satu contoh mural yang pernah viral. Begitu pun mural “Tuhan, aku lapar” merupakan bagian dari aspirasi rakyat. Yang berusaha sabar tak melawan. Ungkapan para seniman jalanan itu ibarat jeritan masyarakat yang melarat. Dimana mereka  muak dengan kondisi yang ada. Semua serba sulit. Kehidupan terasa sempit. Mau makan saja saat ini harus irit. Namun penguasanya justru sebaliknya. Kesabaran rakyat tersebut malah dihakimi sebagai tindak kriminal oleh aparat. Naudzubillah 

Fakta yang sangat berlawanan saat kekuasaan dilandasi oleh Islam. Dalam sejarah peradabannya banyak lahir penguasa yang sabar selain amanah. Selama paceklik khalifah umar berazzam untuk memakan roti kasar dengan minyak zaitun. Hingga para sahabat khawatir beliau terserang gizi buruk karena perubahan warna kulit dan berat badannya. Begitu juga kholifah Umar bin Abdul Aziz. Saat akan menjabat sebagai kholifah, beliau meninggalkan kebiasaan mewahnya. Kebiasaan beliau memakai parfum sultan beliau tinggalkan. Semua perhiasaan dan hartanya beliau lucuti sendiri.

Maasyaa Allah, dengan kepemimpinan Islam tersebut siapa yang tidak bisa bersabar. Dipimpin penguasa yang terdepan dalam kesabaran. Bersungguh-sungguh menuntaskan masalah rakyat.

Namun, kepemimpinan tersebut tidak mungkin lahir dalam sistem demokrasi. Sistem yang sarat politik balas budi. Sistem yang justru melahirkan pemimpin rakus minim empati. Yang membuat rakyat sulit bersabar dengannya.

Wallahu a'lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post