No title


Perpres Bonus Fantastis Untuk Wamen

Oleh : Aisha Besima (Aktivis Muslimah)

Miris dan ironis, di tengah pandemi yang melanda, Presiden mengeluarkan Perpres mengenai bonus fantastis wakil menteri. Haruskah seperti itu dan haruskah dikeluarkan saat masyarakat dilannda kemiskinan, kelaparan dan dan kekurangan akibat hantaman pandemik, dan disisi lain pemerintah jor-joran mengeluarkan bonus fantastis untuk wakil menteri, pantaskah?

Dilansir, Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah akan memberikan uang penghargaan kepada wakil menteri (wamen) pada akhir masa jabatannya mencapai Rp580,45 juta. Aturan tersebut tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 77 Tahun 2021 mengenai Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 60 Tahun 212 tentang Wakil Menteri. Beleid ini ditetapkan dan diundangkan pada 19 Agustus 2021. Dalam aturan sebelumnya, tak ada poin yang menjelaskan bahwa pemerintah akan memberikan uang penghargaan kepada wamen pada akhir masa jabatannya (cnnindonesia.com, 30/8/2021).

Tentu hari ini banyak mendapatkan kontra dari masyarakat dan pengamat. Bisa dilihat masyarakat sekarang sedang dilanda pandemi dan kesusahan dalam berbagai aspek terutama perekonomian. Namun di sisi lain pejabat pemerintah mendapatkan insentif atau bonus di akhir masa jabatannya dengan jumlah yang fantastis, maka hal ini menimbulkan pertanyaan di benak masyarakat haruskah Perpres ini dikeluarkan ketika kondisinya sekarang masyarakat masih kesusahan karena masih dilanda pandemi.

Kritik juga dilontarkan oleh Misbah Hasan sebagaimana dilansir dari Jakarta, CNN Indonesia -- Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Misbah Hasan mengkritik Presiden Jokowi yang hendak memberikan uang penghargaan kepada para wakil menteri (wamen) pada akhir masa jabatannya mencapai Rp580,45 juta. Menurut Misbah saat ini pendapatan keuangan negara masih mengalami kontraksi luar biasa imbas pandemi. erlebih, kata dia, para menteri dan wakil menteri sudah mendapat gaji, tunjangan reguler, tunjangan kinerja dan fasilitas lainnya yang sudah mencukupi (cnnindonesia com, Selasa 31/8/2021).

Hari ini dapat memperjelas bahwa para pejabat dan pemangku kekuasaan semakin mempertontonkan sense of crisis. Publik semakin diberikan gambaran yang jelas bahwa jabatan yang diduduki oleh mereka hanya bagian dari politik balas Budi dan politik kekuasaan. Realita yang kita lihat hari ini ini membuat kita seharusnya semakin yakin untuk mencampakkan sistem sekuler neoliberal, yang asasnya pemisahan agama dari kehidupan dan berorientasi untuk mendapatkan keuntungan materi yang sebesar-besarnya.

Bagaimana para pejabat di negeri ini semakin memperjelas saja gambaran hal tersebut. 
Bahkan di akhir masa jabatan mereka, masih saja mengambil peluang sebesar-besarnya untuk memperkaya diri dan menumpuk materi. Tanpa melihat lagi apakah kondisi masyarakat saat ini sudah tercukupi ataukah semakin menderita, akibat ulah tangan para pemangku kebijakan yang hanya bermain serta mengambil kebijakan karena politik balas budi. Wajar memang ketika masyarakat protes dan kontra melihat para pejabatnya memperkaya diri tanpa peduli terhadap nasib rakyatnya sendiri. 
Sistem kapitalisme yang asasnya pemisahan agama dari kehidupan tentu hanya berorientasi pada keuntungan materi. Maka seharusnya kita kembali kepada Rabb semesta alam, Allah subhanahu Wa ta'ala yang menciptakan langit dan bumi tentu memiliki aturan yang sempurna dan Paripurna yaitu berupa aturan Islam Kaffah.

Dalam Islam mekanisme pemberian gaji hanya diberikan kepada pegawai pemerintahan. Tetapi jika dia termasuk dalam struktur pemerintahan seperti wali, Amil dan khalifah maka dia tidak akan mendapatkan gaji. Struktur pemerintahan hanya akan diberikan tunjangan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Namun tentu saja ini berbeda sekali dengan sistem sekuler saat ini, walaupun aparatur atau struktur kepemerintahan, tadi hanya diberikan tunjangan. Tapi dalam negara yang di terapkan Islam Kaffah tentu semua kebutuhan pokok dan hajat hidup masyarakat sudah dipenuhi oleh negara.

Misalnya kesehatan, pendidikan semuanya disediakan oleh negara gratis sehingga masyarakat maupun aparatur negara tidak perlu takut dan menumpuk harta atau mengambil harta yang bukan miliknya. 
Di dalam negara yang menerapkan Syariah Islam tentu kesejahteraan umat dan para pemimpin umat tidak diukur dari berapa banyaknya gaji atau tunjangan. Tapi seberapa makmurnya negeri tersebut. Sebagai contoh nyata yang sering kita dengar Khalifah Umar bin Abdul Aziz beliau mampu mensejahterakan masyarakatnya, sampai-sampai tidak ada orang yang yang berhak menerima zakat.
Dikisahkan pula bahwa Umar bin Abdul Aziz sebelum menjabat beliau itu orang yang berpenampilan dengan penampilan yang menawan, bahkan parfumnya itu mahal. Tetapi ketika beliau menjabat sebagai khalifah, pemimpin kaum muslimin dalam sebuah negara yang menerapkan syariat Islam beliau sangat berhati-hati. Beliau meninggalkan kehidupan mewahnya bahkan ada satu cerita, ketika seseorang mendatangi beliau di malam hari. Beliau bertanya apakah urusan negara ataukah urusan pribadi. Jika urusan pribadi beliau tidak akan menyalakan lampu, karena lampu itu dibeli untuk urusan negara bukan untuk urusan pribadi.

Kepemimpinan seperti inilah yang akan kita dapatkan ketika kita hidup di bawah naungan negara yang menerapkan Syariah Islam. Tentu hal tersebut tidak akan kita dapati dalam sistem sekuler hari ini, yang para pejabatnya memenangkan kontestasi politik dengan sokongan dari para pengusaha korporasi. sehingga ketika mereka menjabat politik balas budi lah yang beraksi dan andil dalam setiap pembuatan kebijakannya.
Bagaimana ketika kita ingin hidup dibawah naungan negara yang menerapkan Syariah Islam. Maka mulailah untuk mengkaji Islam, mulailah hijrah mempelajari Islam lebih dalam hingga ikut berjuang dalam barisan dakwah untuk menegakkan Syariah Islam dalam sebuah negara. Wallahu a'alam bishowab.[].

Post a Comment

Previous Post Next Post