Pengelolaan Sampah Butuh Solusi yang Tidak Membebani


Oleh Rianny Puspitasari
Pendidik

Ancaman darurat sampah menghantui daerah Kota Bandung dan sekitarnya, termasuk Kabupaten Bandung. Hal ini terjadi mengingat kondisi TPA Sukamukti di Kabupaten Bandung Barat nyaris over kapasitas. Untuk itu Pemprov Jabar sedang memprakarsai proyek TPPAS Legok Nangka, sebagai Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). TPPAS nantinya diharapkan akan menjadi solusi bagi pengelolaan akhir sampah kemudian menjadikannya sebagai tenaga listrik. (iNewsJabar.id,19/5/21)

Masalah sampah sudah seharusnya segera diselesaikan, jangan sampai berlarut-larut tak tersolusikan, khususnya di wilayah Jawa Barat. Seringkali tumpukan sampah kita temukan di pinggir jalan atau tempat lainnya, dengan bau menyengat karena tidak terangkut, sehingga mengganggu kesehatan masyarakat, juga lingkungan yang tidak nyaman. 

Harapan masyarakat, sampah tersolusikan tanpa harus menambah biaya. Namun  ketika pemerintah bekerjasama dengan swasta, sepertinya tidak bisa dihindari. Swasta berorientasi kepada keuntungan, sehingga akan ada hitung-hitungan untung-rugi. Untuk Kabupaten Bandung sendiri jika ingin ikut membuang sampah ke TPPAS Legok Nangka, harus mengeluarkan tipping fee sebesar 30 miliar setiap tahunnya. Tentu saja bukan jumlah yang sedikit. Konsekuensinya adalah biaya tersebut akan dibebankan kepada masyarakat, sehingga iuran sampah akan naik menjadi lebih besar. Betapa malang nasib rakyat di tengah pandemi. Kesulitan hidup selalu menghampiri. Bagi rakyat berkemampuan kenaikan tidak seberapa mungkin tidak terlalu membebani. Akan tetapi berbeda halnya bagi rakyat yang kekurangan. Memenuhi kebutuhan makan keseharian saja sudah sulit, ditambah beban baru.

Sangat disayangkan, cara berpikir kapitalisme mendominasi penyelesaian persoalan di atas. Penyerahan pengeloaan sampah pada swasta hanya akan menguntungkan pihak pengusaha tersebut untuk meraup pundi-pundi rupiah. Biaya yang tinggi harus dikeluarkan pemda hasil dari pungutan masyarakat. Akhirnya, yang mesti menanggung beban berat adalah rakyat. Sedangkan yang diuntungkan adalah para pebisnis yang mendapatkan bahan baku dari masyarakat, dan keuntungan dari penjualan listrik hasil pengelolaan sampah.  
 
Begitulah prinsip khas ekonomi kapitalisme, mengeluarkan biaya sekecil-kecilnya dan mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Namun jika cara ini digunakan oleh pemerintah yang notabene adalah pengurus rakyat, niscaya kedzaliman yang akan diperoleh rakyat. Mereka akan terus menjadi pihak yang diperas demi keuntungan segelintir pihak yang memiliki modal besar.

Kapitalisme memposisikan penguasa hanya sebatas regulator dan fasilitator, yaitu sebatas mengeluarkan ijin bukan mengurusi. Solusi diserahkan kepada para kapital bukan ditangani sendiri. Maka sangat wajar rakyat kian terbebani. Lebih parahnya antara penguasa dan pengusaha bersama-sama mencari keuntungan dari rakyat. Biasanya setiap proyek yang dijalankan pengusaha sekaligus menambah pemasukan bagi pemerintah daerah. Penguasa berkedudukan ibarat penjual jauh dari pengayoman. 

Pengelolaan sampah merupakan upaya pencegahan dalam menjaga kesehatan. Dalam Islam, kesehatan merupakan salah satu kebutuhan sosial yang dijamin pemerintah selain pendidikan dan keamanan. Kebersihan membutuhkan biaya dan sistem yang baik, namun yang mendasar adalah keseriusan dalam pengelolaannya. Pengelolaan sampah bukan jasa yang dikomersialisasi untuk mendapatkan uang kompensasi. 

Daulah sebagai pelayan umat harus memastikan keberadaan sistem dan instalasi pengelolaan sampah di tengah masyarakat. Daulah juga harus mencurahkan segala upaya agar sampah terkelola dengan baik. Dana dikeluarkan untuk mengadakan instalasi pengelolaan sampah, tidak mengandalkan swasta. Daulah pun mendorong ilmuwan untuk menciptakan teknologi-teknologi pengelolaan sampah ramah lingkungan dan mengadopsinnya untuk diterapkan.
 
Sejarah Kekhilafahan Islam telah mencatat pengelolaan sampah sejak abad 9-10 M, yaitu pada masa Bani Umayyah. Jalan-jalan di kota Cordoba telah bersih dari sampah karena ada mekanisme menyingkirkan sampah di perkotaan yang idenya dibangun oleh Qusta ibn Luqa, ar-Razi, Ibn al-Jazzar, dan al-Masihi. Para ilmuwan ini yang menginisiasi konsep sistem pengelolaan sampah yang kemudian Daulah menerapkannya.

Hal ini merupakan bentuk tanggung jawab penguasa sebagai pengurus umat, sebagaimana sabda Rasulullah:
"Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Bukhari)
Begitu luar biasanya Islam dalam mengatur kehidupan manusia. Sampah ditangani dengan serius tanpa membebani rakyat. Oleh karena itu, sudah saatnya kita kembali pada aturan hidup yang benar. Islam adalah satu-satunya aturan kehidupan yang bisa mengantarkan manusia pada kehidupan aman, damai dan sejahtera. Bukan hanya di dunia, namun hingga akhirat kelak.

Wallahu ‘alam bishshowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post