Pejabat Makin Kaya, Rakyat Merana


Oleh Annisa Eres 
Pegiat Dakwah

Kekayaan para pejabat selama pandemi kian bertambah drastis. KPK mengungkap sebanyak 70,3% harta penyelenggara negara meningkat. Ironi di tengah pandemi. Saat rakyat justru sedang bersusah-susah, harta para pejabat kian bertambah. Miris sekali. 

Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengatakan, laporan kenaikan itu tercatat setelah pihaknya menganalisis laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) pada periode 2019-2020. 

"Kita amati juga selama pandemi, setahun terakhir ini, secara umum penyelenggara negara 70,3 persen hartanya bertambah," kata Pahala dalam webinar LHKPN di YouTube KPK, Selasa (7/9/2021). (Cnnindonesia, 7/9/2021) 

Mayoritas kekayaan para pejabat meningkat di atas 1 miliar. Sebut saja orang nomor 1 di Indonesia, Presiden Joko Widodo. Kekayaannya meningkat Rp8,8 miliar. Menko Maritim dan Investasi (Luhut Binsar Pandjaitan) kekayaannya meningkat Rp67,7 miliar. Menteri Pertahanan (Prabowo Subianto), kekayaannya meningkat Rp23,3 miliar. Dan masih banyak lagi para pejabat yang meningkat hartanya lebih dari 1 miliar. 

Disaat rakyat rercekik bahkan sulit untuk sekedar memenuhi kebutuhan dasar, kebutuhan pangan. Pejabat negara justru sibuk menambah kekayaan.
Pertambahan kekayaan pejabat begitu fantastis bagi sebagian besar rakyat. Namun tidak bagi para pejabat. 

Bahkan Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengatakan bahwa pertambahan tersebut masih termasuk kategori wajar. 

Kekayaan yang begitu banyak masih termasuk wajar bagi mereka yang terbiasa dengan gelimang harta.
Tapi inilah kenyataan dalam sistem demokrasi kapitalistik. Sistem ini melahirkan lingkaran oligarki kekuasaan yang dijalankan oleh golongan atau kelompok tertentu.  

Kesenjangan ekonomi antara rakyat dan pejabat begitu besar. Inilah buah dari sistem demokrasi. Biaya politik demokrasi yang mahal, menjadikan pejabat yang terpilih harus balik modal. Sehingga terkadang kesempatan untuk korupsi pun diambil. 

Sistem politik demokrasi juga menganut asas "no free lunch" (tidak ada makan siang gratis). Artinya, setiap apa yang diperoleh harus dibayar dengan cuan. Penguasa dan pengusaha bahkan sering kongkalikong. Pengusaha memberikan dana, sedangkan penguasa memberikan kebijakan yang mendukung pengusaha. 

Tidak peduli apakah kebijakan itu akan merugikan rakyat atau tidak. Betapa sistem demokrasi juga telah menghilangkan rasa empati dari diri seseorang. 

Sedangkan dalam sistem Islam, ada beberapa langkah agar pejabat tidak memperkaya diri mereka sendiri dengan memanfaatkan jabatannya. Dengan mengaudit hartanya secara berkala dan memastikan bahwa hartanya bukan hasil korupsi dan bukan harta haram. 

Lalu dengan membina keimanan agar tumbuh ketakwaan dan kesadaran akan tanggungjawab dan amanah atas jabatannya. Jabatan yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Keimanan inilah yang akan mengontrol pejabat. 

Terakhir, dengan adanya kontrol dan pengawasan masyarakat yang dilaksanakan oleh Majelis Umat. Majelis Umat adalah mereka yang dipercaya untuk menyampaikan seluruh aspirasi rakyat kepada penguasa dan dipilih berdasarkan integritas, bukan pencitraan seperti yang terjadi sekarang ini. 

Sistem pemerintahan Islam ini akan berjalan dengan penerapan syariat Islam secara sempurna, disebut dengan Khilafah Islam. 

Wahai para penguasa, ingatlah bahwa harta adalah ujian, bukan kemuliaan. Maka, gunakanlah di jalan Allah jika ingin bahagia dunia akhirat. 

Karena sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda, “Tidak akan bergeser dua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai dia ditanya (dimintai pertanggungjawaban) tentang umurnya ke mana dihabiskannya, tentang ilmunya bagaimana dia mengamalkannya; tentang hartanya, dari mana diperolehnya dan ke mana dibelanjakannya; serta tentang tubuhnya untuk apa digunakannya.” (HR Tirmidzi). 

Wallahu a'lam bis showwab. []

Post a Comment

Previous Post Next Post