DUKA DIBAWAH KEPEMIMPINAN KAPITALIS

Selvy Mahasiswa 
Universitas Muslim Nusantara Medan

Hari ini Edy Rahmayadi dan Musa Rajekshah atau Ijeck, genap 3 tahun memimpin Provinsi Sumatera Utara. Mereka dilantik Presiden RI, Joko Widodo, sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Sumut periode 2018-2023 di Istana Negara di Jakarta, 5 September 2018. Tak terasa pasangan yang maju dengan julukan "Eramas" di Pilgub Sumut 2018 itu sudah 3 tahun memimpin Sumut. Itu artinya mereka tinggal 2 tahun lagi mewujudkan visi Sumut yang bermartabat sebelum meletakkan jabatan pada 5 September 2023 mendatang. Medanbisnisdaily.com 

Rasanya kesempitan hidup dihadapi oleh hampir seluruh rakyat Indonesia hari ini. Sungguh, tak ada yang lebih diharapkan rakyat saat ini kecuali satu, hidup sejahtera. Bergantinya pemimpin baik di tingkat pusat maupun daerah, berubahnya kebijakan dengan berubahnya berbagai aturan dan UU, semuanya selalu ditunggu rakyat dengan penuh harapan agar sejahtera itu mewujud. Namun apa hendak dikata, ternyata itu semua hanya mimpi disiang bolong. Faktanya masih banyak masalah-masalah yang terbengkalai, dan tak berujung solusi. Dan  tanpa disadari, kita terlalu banyak meminta, sementara yang dipinta tak akan mungkin bisa memberi. Kita meminta pemerintah untuk mengurus dan mengatur rakyat agar tercapainya kehidupan sejahtera. Tapi sayangnya sistem kapitalisme sekuler yang diadopsi negeri ini mengharuskan Negara berlepas tangan dalam mengatur hajat hidup rakyatnya.

Maka bila berbicara tentang kepemipinan pasti berkaitan dengan sosok pemimpin dan sistem kepemimpinannya. Umar bin Khaththab ra. pernah mengatakan, “Suatu negeri akan hancur meskipun dia makmur.” Mereka bertanya, “Bagaimana suatu negeri bisa hancur padahal dia makmur?” Ia menjawab, “Jika pengkhianat menjadi petinggi dan harta dikuasai orang-orang fasik.” Apa yang diungkapkan Khalifah Umar telah dan sedang terjadi saat ini. Berganti pemimpin tak mengubah kondisi saat ini menjadi lebih baik. Sebab, yang berganti hanya kepalanya, sistemnya masih sama, yakni demokrasi kapitalis sekuler. Dimana dalam sistem kapitalisme, negara hanya berperan sebagai regulator, yang mengatur agar terjadi keselarasan antara kepentingan rakyat dan kepentingan kapital. Belum lagi Kebijakan pemerintah saat ini dengan ekonomi neoliberalnya semakin menampakkan watak asli sistem kapitalisme yang berlepas tangan dari mengurus rakyat. Lihatlah bagaimana kebijakan pemerintah terhadap kran impor dan pintu investasi asing yang dibuka selebar-lebarnya. Apakah diperuntukkan untuk kesejahteraan rakyat ataukah untuk kepentingan swasta asing? 

Demikianlah, sistem kapitalisme telah mengharuskan negara berlepas tangan atas nasib rakyatnya. Rakyat dibiarkan secara mandiri mengurus seluruh urusannya. Rakyat harus menanggung krisis energi, melonjaknya harga pangan dan komoditi pokok lainnya, menjamurnya pengangguran, susahnya mengakses pendidikan dan kesehatan, dan taraf hidup yang kian rendah.  Sistem ini membuat rakyat merasa cukup puas memiliki pemimpin di balik kertas suara tiap lima tahunan. Sistem yang menjadikan rakyat lupa dengan jati diri mereka sebagai umat terbaik. Sistem yang melalaikan potensi Islam untuk tampil sebagai negara adidaya.

Maka sejatinya seorang pemimpin itu bertugas mengurusi dan melindungi masyarakat yang dipimpinnya.  Pengurusan tersebut dalam semua hal/urusan masyarakat, melindungi mereka dari semua hal yang bisa membahayakan.  Dalam hal mengurusi dan melindungi ini bisa dalam bentuk kebijakan, pengaturan bahkan perbuatan langsung pemimpin sebagaimana Umar bin Khaththab ra yang memanggul gandum untuk diberikan kepada seorang janda beranak 3 yang tak memiliki apapun untuk menjadi makanan mereka.

Dalam Islam, perkara kepemimpinan menjadi urusan penting. Sebab, kepemimpinan adalah amanah yang kelak akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah SWT. Oleh karena itu kepemimpinan yang ada dijadikan sebagai kekuatan untuk menerapkan syariat islam kaffah, memenuhi hak-hak masyarakat dan mampu melawan segala bentuk kedzaliman. Perlu kiranya bagi rakyat memahami apa saja karakter pemimpin ideal untuk membangun sebuah negara besar yang berdaulat dan mandiri. Di antaranya: orang yang paling takut kepada Allah, jujur, komuniktif, cerdas dan adil. Semoga kita bisa segera berada dalam kepemimpinan yang diridhoi Allah. Wallahualam bishoaub

Selvy
Mahasiswi Universitas Muslim Nusantara

Post a Comment

Previous Post Next Post