Diskriminasi Bantuan Pendidikan?

Oleh: Tria Regia Lindy S.Pd.

Pendidikan merupakan hak dan kebutuhan bagi setiap orang, sebab dengan pendidikan, seseorang dapat tumbuh menjadi pribadi yang berilmu serta beradab, yang dengan bekal itulah ia mampu menjalani kehidupannya dengan baik. Disamping itu, lembaga-lembaga pendidikan yang ada juga seharusnya dipahami sebagaimana sebuah pabrik, yang akan membentuk keilmuan serta kepribadian generasi, yang dengannya mereka mampu membawa perubahan, tidak hanya bagi diri mereka sendiri, melainkan juga bagi masyarakat dan negeri. 

Namun bagaimana jadinya apabila akses pendidikan yang layak diperoleh oleh peserta didik, tidak didapatkan secara merata? Lalu siapa yang akan bertanggung jawab nantinya atas kebodohan serta rusaknya moral generasi di masa yang akan datang? Hal inilah yang harus menjadi fokus perhatian pemerintah, memastikan bahwa setiap warga negaranya telah mendapatkan akses pendidikan yang tidak hanya layak, tetapi juga terbaik tanpa ada diskriminasi. 

Namun, yang terjadi justru sebaliknya, diskriminasi pendidikan justru terjadi di negeri ini. Sebagaimana Kebijakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) terkait penyaluran dana bantuan operasional sekolah (BOS) yang menuai protes.

Protes datang dari Aliansi Pendidikan yang merupakan gabungan sejumlah organisasi, yang menolak Permendikbud Nomor 6 Tahun 2021.

“Kami menolak Permendikbud Nomor 6 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan BOS Reguler khususnya Pasal 3 ayat (2) huruf d tentang Sekolah Penerima Dana BOS Reguler,” ujar Wakil Ketua Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, Kasiyarno, di Jakarta, Jumat 3 September 2021.

Pihaknya juga mendesak Mendikbudristek menghapus ketentuan Permendikbud Nomor 6 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan BOS Reguler khususnya Pasal 3 ayat (2) huruf d tentang Sekolah Penerima Dana BOS Reguler.

Dia menjelaskan Kemendikbudristek melalui Permendikbud Nomor 6 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana BOS Reguler dan Surat Edaran Dirjen PAUD Dikdasmen Nomor 10231/C/DS.00.01/2021 tentang Pembaharuan Dapodik untuk Dasar Perhitungan Dana BOS Reguler bertolak belakang dengan amanat Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia 1945.

"Diskriminatif, dan tidak memenuhi rasa keadilan sosial. Sebagaimana Permendikbud tersebut terutama Pasal 3 ayat (2) huruf d tentang Sekolah Penerima Dana BOS Reguler tertera ketentuan sekolah yang memiliki jumlah peserta didik paling sedikit 60 peserta didik selama tiga tahun terakhir,” ujar dia.

Sejumlah sekolah swasta, lanjut dia, mengalami kendala dalam memenuhi jumlah peserta didik yang berjumlah 60 tersebut. Hal itu dikarenakan sekolah swasta banyak berada di daerah-daerah pelosok, yang mana belum terjangkau sekolah negeri.

Kebijakan tersebut mendiskriminasi hak pendidikan anak Indonesia dan melanggar amanat konstitusi negara. Oleh karena itu, organisasi pendidikan melayangkan protes pada Kemendikbudristek dilansir dari insulteng.pikiran-rakyat.com (19/09/2021).

Selain melanggar konstitusi negara, lebih dari itu kebijakan tersebut juga tidak sejalan dengan konsep pelaksanaan pendidikan di dalam Islam. Proses pendidikan dalam Islam baik di sekolah maupun kampus yang dilaksanakandari jenjang TK hingga perguruan tinggi sangat bergantung pada keberadaan subsistem-subsistem lain yang terdiri atas: peserta didik, manajemen penyelenggaraan sekolah, struktur dan jadwal kegiatan belajar-mengajar, materi pelajaran yang tercantum dalam kurikulum, pengajardan pelaksanapendidikan, media belajar (buku teks, papan tulis, laboratorium, dan audiovisual), strategi pengajaran, peralatan pendidikan,fasilitas gedung dan sarana penunjang beserta perlengkapannya, kendali mutu, penelitian untuk pengembangan pendidikan, serta biaya pendidikan yang diperlukan untuk melancarkan kegiatan belajar mengajar.

Dalam hal ini, sistem Islam menempatkan pemimpin negara sebagai pengatur urusan rakyat, termasuk pendidikan. Ia memiliki tanggung jawab untuk menyediakan hal-hal yang diperlukan bagi penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas, seperti penyediaan dana yang mencukupi, sarana dan prasarana yang memadai, serta SDM yang bermutu. Dalam penyelenggaraan layanan umum, seperti pendidikan, pemerintah akan bertumpu pada dua elemen sistem besar, yakni ekonomi dan politik. Politik akan melahirkan kebijakan-kebijakan, sementara ekonomi akan melahirkan pengelolaan sumber-sumber ekonomi dan dana. 

Demikianlah peran serta fungsi negara seharusnya dalam mengatur urusan pendidikan. Seorang pemimpin negara haruslah melaksanakan seluruh kewajibannya dengan serius dan penuh rasa tanggung jawab. Bahkan pemimpin negara didalam Islam disebut sebagai “pelayan umat”, sebab ia harus bekerja semata-mata untuk melaksanakan kewajibannya kepada Allah Suhanahu wa Ta’ala dalam melayani urusan rakyatnya, serta memastikan bahwa mereka telah mendapatkan haknya masing-masingsecara adil dan merata, tanpa ada diskriminasi. Allah Suhanahu wa Ta’ala. berfirman dalam surah Shad ayat  26 yang artinya: 

“Wahai Dawud! Sesungguhnya engkau Kami jadikan khalifah (penguasa) di bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sungguh, orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan”(QS. Shad: 26).

Wallahua’lam..

Post a Comment

Previous Post Next Post