Afghanistan, Taliban, dan SDA yang Diperebutkan" Atas


Oleh: Bunda Aqiil

Afghanistan kini jadi perbincangan dunia. Semenjak Joe Biden dengan perlahan menarik sebagian besar pasukannya dari Afghanistan, sebelum waktu yang direncanakan  11 September 2021,    yang akhirnya kekuasaan beralih ke tangan Taliban. Konflik tersebut setidaknya banyak merugikan kedua belah pihak baik AS maupun Taliban.


Setidaknya 150.000 orang tewas selama perang dan menewaskan lebih saru 2.000 tentara AS, serta menghabiskan triliunan dolar. Sementara puluhan warga sipil dan tentara Afghanistan kehilangan nyawa. 


Dari Australia sendiri, sebanyak 41 prajurit tewas, dan ada kekhawatiran mereka terhadap masalah kejiwaan akibat melihat hasil perjuangan mereka yang kini berbalik.


Jika ditelusuri akan didapati mengapa begitu berambisinya mereka ingin menguasai Afghanistan? Tentu karena Afghanistan menyimpan SDA yang luar biasa.


Afghanistan sendiri sudah di cap dunia sebagai salah satu negara termiskin di dunia. Letak geografisnya yang terkurung daratan dan sering dilanda kekeringan parah ditambah lagi infrastruktur yang tidak memadai membuat area yang kaya sumber daya alamnya tidak mungkin dilakukan pasca Taliban menguasai negeri itu.


Salah satu pejabat AS pada tahun 2010 menyatakan bahwa Afghanistan memiliki cadangan mineral alam yang.melimpah yang dianggap bisa mengubah situasi ekonominya. Mereka juga menggambarkan Afghanistan sebagai kandidat untuk menjadi seperti Arab Saudi dnalam lithium,  mengacu pada kelimpahan logam mulia di dalam wilayahnya yang semakin hari semakin penting dalam pembuatan baterai dan elektronik.


Namun, karena konflik yang tak berkesudahan di Afghanistan membuat SDA yang ada tak tersentuh/tereksploitasi oleh para kapital,dalam beberapa dekade.


AS juga telah memperkirakan bahwa cadangan lithium Afghanistan dapat menyaingi cadangan di Bolivia, yang terbesar di dunia. Karena lithium dianggap sebagai logam langka dan merupakan elemen kunci dalam baterai isi ulang, sehingga lithium maupun  kobalt juga semakin diminati para pecinta dunia, karena dunia mulai beralih ke mobil listrik dan teknologi energi bersih lainnya untuk mengurangi emisi karbon.


Lain hal dengan China, Pakistan, dan India. Yang tidak menyurutkan minat para kapital untuk tetap terlibat dalam penambangan mineral di tengah kekacauan yang  terjadi di Afghanistan.


Beijing juga dikabarkan telah menjangkau kepemimpinan Taliban pada bulan Juli, jauh sebelum runtuhnya pemerintah yang didukung AS di Kabul. Dan telah menjadi salah satu dari sedikit kekuatan besar yang tetap membuka kedutaannya di ibukota Afghanistan dalam beberapa hari terakhir.


Sementara upaya China untuk mengembangkan lapisan tanah Afghanistan semasa pemerintahan Presiden Ashraf Gani akhirnya mengalami kegagalan.
(radarsukabumi.com, 21/8/2021).


Bagi para kapital, jatuhnya Afghanistan ke Taliban secara otomatis mengalihkan penguasaan atas kekayaan mineral tambang di Afghanistan. Potensi ekonomi yang mencapai 1 triliun dollar AS atau setara Rp 14.000 triliun (kurs Rp 14.000).


Sementara dilansir dari sumber pemerintah Afghanistan pada tahun 2017 memperkirakan kekayaan mineral baru di negara itu kemungkinan mencapai 3 triliun dollar AS termasuk bahan bakar fosil. Padahal sebelumnya Afghanistan telah tercatat sebagai salah satu negara termiskin di dunia. Namun sebaliknya, kekayaan mineral melimpah disana.


Sementara harga dari banyak komoditas mineral telah meroket, dipicu oleh transisi global dari energi fosil ke energi hijau. 


Banyak kebutuhan logam mineral seperti tembaga dan lithium untuk bahan baku memproduksi berbagai produk teknologi non-fosil seperti panel surya dan kendaraan listrik yang permintaannya terus naik.


Lithium yang digunakan dalam baterai untuk mobil listrik, smartphone, dan laptop, menghadapi permintaan yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan pertumbuhan tahunan sebesar 20 persen. Sedangkan beberapa tahun yang lalu, hanya berkisar 5-6 persen.
(kompas.com, 20/8/2021).


Ada kemungkinan China dan Rusia akan menjalin kerjasama bisnis dengan pemerintah baru di Afghanistan, disaat negara-negara Barat masih menganggap Taliban sebagai organisasi teroris?


Sebagai produsen hampir setengah dari barang-barang industri yang beredar di seluruh dunia, China sangat haus akan bahan baku mineral.


Bahkan, Beijing sejauh ini juga telah menjadi investor asing di Afghanistan. Setelah Afghanistan dikuasai Taliban, China dianggap akan memimpin investasi asing di Afghanistan.
(kompas.com, 20/8/2021).


Pengambilalihan Afghanistan oleh Taliban memperlihatkan kebersamaan Rusia dan China dan telah membuka kedutaannya dan berkomunikasi secara teratur dengan perwakilan Taliban disamping Iran dan Pakistan, walaupun belum mengakui Taliban secara resmi.


"China selama ini memelihara kontak dan komunikasi dengan Taliban Afghanistan atas dasar menghormati sepenuhnya kedaulatan Afghanistan dan kehendak semua faksi di negara itu, dan memainkan peran konstruktif dalam mempromosikan penyelesaian politik masalah Afghanistan," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying, dilansir dari The Week, Rabu (18/8).


Negara pertama yang dijangkau AS setelah runtuhnya Kabul adalah Rusia dan China.


China yang saat ini dekat dengan Taliban, faktanya membutuhkan Taliban dalam upaya mencegah radikalisasi yang disematkan terhadap Islam di tanahnya serta mencegah limpahan fundamentalisme Islam melalui perbatasan timur laut Afghanistan. 
Beijing saat ini juga berada di bawah radar negara-negara Barat karena telah memenjarakan lebih dari satu juta orang yang sebagian besar adalah Muslim Uighur di kamp konsentrasi dan minoritas lainnya. 
China juga bersekutu dengan Pakistan, yang dikenal sebagai pendukung Taliban. China juga ingin Taliban mengendalikan Gerakan Islam Turkestan Timur (ETIM).


China juga mengkhawatirkan keamanan proyek infrastruktur utamanya di bawah BRI (Belt and Road Initiative). Menurut China, tanpa kesepemahaman dengan Taliban, proyek-proyek BRI di kawasan, terutama CPEC, dianggap rentan terhadap serangan teroris. Media China juga menyebut Afghanistan sebagai kuburan kekaisaran yang jatuh.


Selain itu, ternyata China juga mewaspadai atas kehadiran AS di Afghanistan, dan berharap untuk melangkah ke dalam kekosongan yang telah diciptakan akibat penarikan militer AS dari Afghanistan. 


Menjauhkan AS dari Afghanistan merupakan prioritas bagi China dan Rusia. Walaupun kehadiran AS membuat Taliban dan organisasi lain tetap terkendali, tapi tidak bagi China maupun Rusia yang merasa tidak aman akan kehadiran AS.


Rusia nyatanya sudah lama berambisi untuk memerangi terorisme. Walaupun Rusia menyebut Taliban sebagai kelompok terorisme, namun tetap terbuka terhadap gagasan untuk terlibat dengan Taliban dalam upaya agar militan tidak melancarkan serangan terhadap sekutunya di Asia, yaitu Uzbekistan dan Tajikistan.


Sudah terdengar kabar, bahwa Rusia melakukan latihan militer dengan Uzbekistan dan Tajikistan, juga melakukan latihan militer dengan China. Dan ada anggapan bahwa Moskow tetap bertekad dalam perangnya melawan terorisme.


Namun, disaat yang berbeda China dan Rusia menganggap Taliban yang sekarang cenderung tidak begitu radikal sehingga yakin menjalin hubungan bisnis dengan Taliban. Apalagi, tidak seperti pada 1990-an, ketika Rusia dan Iran bergandengan tangan dengan India untuk menopang Aliansi Utara dalam melawan Taliban. 
(Republika.com, Kamis, 29/8/2021).


Sungguh memilukan nasib kaum Muslim dalam naungan sistem sekuler kapitalisme. Sekalipun penduduk Afghanistan mayoritas adalah Islam, namun tetap tidak berdaya ditengah intervensi asing yang masuk ke dalam internal negeri.


Apalagi Afghanistan yang kaya akan sda nya, yang menjadikan bulan-bulanan kafir penjajah beserta antek-anteknya. Jauh dari pemimpin yang amanah sehingga mudah dikendalikan oleh musuh-musuhnya. 


Terkait SDA yang ada di Afghanistan khususnya, maka sudah semestinya menjadi kepemilikan umum yang dikelola oleh negara dan hasilnya untuk rakyat secara umum. Dan haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta, apalagi kafir penjajah yang jelas-jelas memusuhi Islam.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits:

اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّارِ

Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api (HR Abu Dawud dan Ahmad).


Semua yang menimpa umat Islam karena umat Islam sudah tidak punya pelindung baginya. Sistem sekuler telah mencabik-cabik harga diri umat Islam dan ibarat santapan lezat bagi para kapital yang cenderung rakus lagi serakah. Mereka tidak perduli apa yang diderita oleh Afghanistan khususnya. Jika memungkinkan, seluruh Afghanistan dikendalikan oleh mereka.
Namun Allah SWT telah berfirman:

وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا 

Dan Allâh sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.
[An-Nisâ’/4:141].


Allah juga telah mengingatkan umat Islam agar tidak menjadikan orang kafir sebagai teman dekat atau penolong, sebagaimana yang dijelaskan dalam Firman Allah Swt:

لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ

“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi auliya (teman/penolong) dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa) Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu)” (QS. Al Imran: 28).


Apalagi dengan tuduhan mereka yang menganggap Islam teroris tidak berdasar. Faktanya kafir penjajahlah yang teroris. Sudah terbukti bagaimana Amerika memenjarakan umatIslam di penjara Guantanamo, bagaimana juga kejamnya China memperlakukan umat Islam yang tertindas
seperti Muslim Uighur oleh China Xianziang., Rohingya oleh Budha Myanmar dan masih banyak lagi yang faktanya dibungkam oleh mereka.


Demikianlah Rasulullah SAW mengibaratkan keadaan kita sebagai umat Islam suatu ketika seperti buih di lautan. Lemah tak berdaya, walaupun banyak jumlahnya.Hari ini umat Islam berada di antara himpitan sejumlah kekuatan besar, seperti kekuatan komunis dan Barat.


Maka tidak ada cara lain yang harus ditempuh umat Islam selain mengembalikan kekhilafahan yang sudah diruntuhkan oleh kafir penjajah lewat tangan Mustafa Kemal Attartuk. 

Dengan adanya institusi Daulah yang di komandoi oleh Khalifah maka segala bentuk penjajahan maupun sistem kufur akan dimusnahkan. Karena bukan tabiat dari Islam sebagai penjajah.

Bersatunya umat Islam dalam naungan Khilafah sebenarnya hal yang ditakuti oleh kafir penjajah. Maka sudah selayaknya kita memperjuangkannya untuk menggentarkan musuh Islam dengan bersatu dalam barisan pejuang agama Allah.


Wallahu a'lam bish shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post