Mewujudkan Keadilan Hukum

Oleh : Binti Masruroh 

Lagi-lagi rasa keadilan masyarakat tercederai. Masyarakat dipertontonkan ketidak adilan sistem demokrasi.  Pengadikan Tinggi (PT) DKI Jakarta menyunat vonis  hukuman Jaksa Pinangki Sima Malasari dari 10 tahun menjadi 4 tahun. Tidak tanggung-tanggung pemotongan lebih dari separuh hukuman. 

Pinangki dinyatakan melanggar Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Pinangki juga bersalah melakukan permufakatan jahat melanggar Pasal 15 dan Pasal 13 UU Tipikor. Selain itu, Pinangki melanggar pasal pencucian uang, yaitu Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan TPPU. (detiknews 20/06/2021)

Adapun alasan pemotongan vonis  terhadap  Pinangki, Majelis Hakim menilai Pinangki menyesali perbuatannya, serta mengiklaskan dipecat dari profesinya sebagai jaksa sehingga masih bisa diharapkan akan berperilaku sebagai warga masyarakat yang baik. Selain itu, hakim menilai Pinangki adalah seorang ibu dari anaknya yang masih balita (berusia 4 tahun) layak diberi kesempatan untuk mengasuh dan memberi kasih sayang kepada anaknya dalam masa pertumbuhannya. (detiknews 14/06/21)

Pemotongan ini tentu menuai kecaman dari masyarakat luas. Pasalnya Pinangki adalah penegak hukum, alasan pemotonganpun sangat janggal salah satunya karena dia perempuan, bagaimana dengan terpidana perempuan yang lain. Komnas Perempuan menilai pemotongan hukuman Pinangki ini tidak bisa ditoleransi dan meminta Jaksa Agung melakukan kasasi. "Mengingat kejahatan korupsi adalah kejahatan luar biasa, detiknews(17/6/2021).

Sebanyak 16.542 orang telah menandatangani petisi yang intinya meminta kepada  Kejaksaan Agung untuk segera mengajukan kasasi atas vonis majelis tingkat banding yang menurunkan hukuman Pinangki. Hal itu untuk membuka kesempatan agar Pinangki dihukum lebih berat. Salah satu alasan yang dikemukakan adalah Keadilan harus di tegakkan, buktikan bahwa setiap warga negara sama di mata hukum. (detiknews 20/06/21)

Demikian pula ICW menilai putusan banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terhadap Jaksa Pinangki Sirna Malasari sudah benar-benar keterlaluan, tidak masuk akal. Betapa tidak, Pinangki semestinya dihukum lebih berat, 20 tahun atau seumur hidup, bukan justru dipangkas dari 10 tahun menjadi 4 tahun penjara," ujar Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana (detiknews 15/6/2021).

Keputusan ini menunjukkan makin kuatnya mafia peradilan di Indonesia. Ini merupakan potret penerapan hulum sekuler demokrasi, buatan manusia yang lemah. Hukum bisa dijual belikan. Ibarat pisau hukum tajam kebawah dan tumpul ke atas. Tegas kepada rakyat kecil dan lemah pada penguasa. Wajar kalau korupsi semakin merajalela dinegeri ini. Hukum yang dijatuhkan pada koruptor tidak memberikan efek jera, jauh dari kata adil. 

Hal ini berbeda dengan penerapan sistem Islam. Sumber hukum Islam bersumber dari Allah SWT. Zat yang Maha Sempurna, Maha Adil. Hukum Islam tidak bisa diperjual belikan. Siapun yang bersalah akan dijatuhi hukuman sesuai ketentuan syariat Islam. 

Pada masa  Rasulullah  ada seorang wanita terpandang dari bani Makhzumiyyah yang mencuri, maka orang-orang Quraiys mengkhawatirkannya, sehingga mereka melobi kepada Rasulullah supaya meringankan hukumannya wanita tersebut supaya tidak dipotong tangannya. Maka Rasulullah SAW. bersabda : “Wahai manusia sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah jika ada orang yang memiliki kedudukan diantara mereka yang mencuri maka mereka tidak dihukum namun jika yang mencuri orang yang lemah atau rakyat biasa, maka mereka menegakkan hukum atas orang tersebut. Demi Allah seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya.” (HR. Bukhari no. 6788 dan Muslim no. 1688).

Inilah penegakan hukum Allah, tidak berdasarkan hawa nafsu manusia, tidak pandang bulu, tidak memandang keluarga dekat maupun pejabat, apabila berbuat kemaksiatan akan mendapatkan sanksi sesuai ketentuan hukum Islam yang bersumber dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah.  Para hakim atau qodhipun terikat dengan hukum syara’ dalam memutuskan perkara.

Untuk mencegah supaya tidak terjadinya tindakan korupsi sistem hukum Islam  atau Khilafah akan menerapkan  berupa hukuman takzir terhadap pelaku korupsi. Takzir  yang akan diberikan hakim sesuai tingkat kesalahan pelaku, mulai yang paling ringan hanya sekedar nasehat, penjara, denda, pengumuman pelaku kepada publik, hukuman cambuk, hingga sangsi yang paling berat yaitu hukuman mati.

Hukuman dalam sistem Islam berfungsi sebagai jawazir dan jawabir. Sebagai jawazir  (menimbulkan efek jera) baik bagi pelaku maupun masyarakat luas dan sebagai jawabir atau penebus dosa bagi pelakunya di akhirat kelak.

Dengan menerapkan sistem Islam atau khilafah maka akan terwujud keadilan hukum bagi semua warga negara, baik muslim  maupun non muslim, baik laki-laki maupun perempuan, baik kaya atau mislin, baik rakyat jelata maupun pejabat negara semua mendapat perlakuan hukum sesuai Syari’at Islam. 

Wallahu A’lam bish-Showab

Post a Comment

Previous Post Next Post