Tafsir Al-Qur’an Surah an-Nisa ayat 34: Laki-laki Pelindung Bagi Perempuan

 

Di hadapan sekitar 114 Muslimah Kota Depok, Ustazah Nanik Wijayati menjelaskan tafsir Al-Qur’an surah an-Nisa ayat 34, laki-laki pelindung bagi perempuan  dalam Kajian Serial Tafsir Tematik: Moderasi dalam Tinjauan Islam Seri 4: Radikalisme Kaum Feminis dalam Kesetaraan Gender, Jum’at (30/04/2021) via Zoom Meeting di Depok.

Menurutnya, frasa ayat Ar-rijālu qawwāmụna 'alan-nisā`i (laki-laki/suami itu pelindung bagi perempuan/istri)’, artinya lelaki itu pengurus wanita. “Yakni pemimpinnya, kepalanya, yang menguasainya dan mendidiknya jika ia (wanita) menyimpang,” bebernya.

Sedangkan frasa Bimā faḍḍalallāhu ba'ahum 'alā ba'in (karena Allah telah melebihkan sebagian mereka/laki-laki atas sebagian yang lain/perempuan)’, menurut Ustazah Nanik, karena kaum laki-laki lebih afdal daripada kaum wanita, seorang laki-laki lebih baik daripada wanita. “Karena itulah nubuwah (kenabian) hanya khusus bagi laki-laki. Demikian juga seorang raja,” ungkapnya.

Adapun frasa ‘Wa bimā anfaqụ min amwālihim (dan karena mereka [laki-laki] telah memberikan nafkah dari hartanya)’ karena lelaki memang telah diwajibkan memberi nafkah. Berupa mahar (mas kawin), nafkah dan biaya-biaya lainnya yang diwajibkan oleh Allah atas kaum laki-laki terhadap kaum wanita melalui kitab-Nya dan Sunnah-Nya,” jelasnya.

Menurutnya, diri lelaki lebih utama dari wanita, laki-laki mempunyai keutamaan di atas wanita, juga laki-lakilah yang memberikan keutamaan kepada wanita. Maka, sangat sesuailah bila dikatakan lelaki adalah pemimpin wanita, seperti yang disebutkan dalam firman Allah SWT Qur’an Surah al-Baqarah ayat 228,” ujarnya kemudian membacakan ayat tersebut yang artinya, Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan daripada istrinya…

Adapun tafsir dari frasa āfiātul lil-gaibi (menjaga diri ketika [suaminya] tidak ada), menurut Ustazah Nanik, wanita yang memelihara kehormatan dirinya dan harta benda suami di saat suaminya tidak ada di tempat.

Ketika menafsirkan ‘bimā afiallāh (karena Allah telah menjaga [mereka])’, ia menyebutkan orang yang terpelihara ialah orang yang dipelihara Allah.

Adapun makna frasa ‘wallātī takhāfụna nusyụzahunna (perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz)’, menurut Ustazah Nanik, yakni wanita-wanita yang kalian khawatirkan bersikap membangkang terhadap suaminya.

Wanita yang nusyuz ialah wanita yang bersikap sombong terhadap suaminya, tidak mau melakukan perintah suaminya, berpaling darinya dan membenci suaminya,” bebernya.

Menurutnya, apabila timbul tanda-tanda nusyuz pada diri si istri, hendaknya si suami menasihatinya dan menakutinya dengan siksa Allah. Karena sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada wanita agar taat kepada suaminya dan haram berbuat durhaka kepada suami karena suami mempunyai keutamaan dan memikul tanggung jawab terhadap dirinya.

Begitu juga frasa ‘waribụhunn’(dan pukullah mereka), menurutnya, apabila nasihat tidak bermanfaat, maka memisahkan dan jika tidak ada hasilnya juga, maka kalian boleh memukulnya dengan  pukulan yang tidak melukainya.

Dan frasa ‘fa in aa'nakum fa lā tabgụ 'alaihinna sabīlā (Tetapi jika mereka menaati mu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya),  menurut Ustazah Nanik artinya, apabila seorang istri taat kepada suaminya dalam semua yang dikehendaki suaminya pada diri si istri sebatas  yang dihalalkan oleh Allah, maka tidak ada jalan bagi si suami untuk menyusahkannya dan suami tidak boleh memukulnya, tidak boleh pula mengasingkannya.

“Frasa ‘innallāha kāna 'aliyyang kabīrā (Sungguh, Allah Maha tinggi, Maha besar), mengandung ancaman terhadap kaum laki-laki jika mereka berlaku aniaya terhadap istri-istrinya tanpa sebab, karena sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar yang akan menolong para istri. Dialah yang akan membalas terhadap lelaki/suami yang berani berbuat aniaya terhadap istrinya,” pungkasnya. []Watik/Siti Aisyah



Post a Comment

Previous Post Next Post