Tarhib Ramadan Mubarak dengan Mujahadah


Oleh Nur Fitriyah Asri
Pengurus BKMT Kabupaten Jember, Penulis Bela Islam AMK

Secara terminologi (istilah), kata tarhib Ramadan (ترحيب رمضان) berarti menyambut kedatangan bulan Ramadan dengan segala kesiapan, keluasaan, kelapangan, keterbukaan, dan kelebaran yang dimiliki, baik materiil maupun spiritual, jiwa dan raga serta segala apa yang ada dalam diri kita. (Dikutip dari Bappeda.Acehprov.go.id)

Marhaban ya Ramadan Mubarak. Bergembira, bersukaria, dan bersiap menyambut datangnya Ramadan yang diberkati adalah perintah syarak. Hanya muslim sejati yang tidak akan  menyia-nyiakan perjumpaannya dengan Ramadan. Justru akan bermujahadah (bersungguh-sungguh) melaksanakan saum Ramadan dengan penuh keimanan dan keikhlasan, yakin akan sabda Rasulullah saw.:

"Siapa saja yang menegakkan Ramadan dengan penuh keimanan dan keikhlasan maka dosa-dosanya yang telah lalu diampuni." (HR. Muslim)

Meskipun Ramadan 1442 H masih dalam suasana pandemi, yang membuat semuanya cemas takut terdampak Covid-19 dan sulitnya ekonomi. Namun, kita harus tetap optimis dengan mujahadah (bersungguh-sungguh) menyambut tamu agung Ramadan Mubarak. Tidak lupa melantunkan doa menjelang Ramadan:

بسم الله الرحمن الرحيم
اللهم أهله علينا باليمن والإيمان والسلامة والإسلام ربي وربك الله

Bismillahirrahmanirrahiim. Allahumma ahillahu ‘alainaa bil yumni wal Imani wassalamati wal Islami Rabbi wa Rabbukallahu.

“Ya Allah mohon hadirkan awal Ramadan kepada kami dengan penuh ketentraman, dan dengan penuh kekuatan iman, sehat, dan selamat, dan dengan kekuatan Islam Rabbi wa Rabbukallahu.” (HR. Imam at-Tirmidi, nomor 3451)

Doa adalah inti ibadah, kekuatan dan kekuasaan adalah milik Allah. Berharap dengan berdoa kita akan dikuatkan, dimampukan, diringankan, dan dimudahkan dalam melaksanakan ibadah puasa Ramadan.

Ramadan bulan penuh berkah, rahmat, bulan ampunan, dan pembebasan dari api neraka. Bulan yang di dalamnya ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan yakni Lailatul Qadar.

Sudah seharusnya kita bergembira, sungguh bulan Ramadan penuh keberkahan, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan dibelenggu. Serta pahala dilipatgandakan. 

Oleh sebab itu, "Rasulullah saw. melipatgandakan kesungguhannya dalam beribadah dan beramal shalih selama bulan Ramadan melebihi bulan-bulan lainnya. Apalagi sepanjang sepuluh hari terakhir bulan Ramadan melebihi hari-hari sebelumnya." (HR. Muslim)

Aisyah ra. menuturkan, "Rasulullah saw. itu, jika masuk sepuluh terakhir Ramadan, senantiasa menghidupkan seluruh malamnya, membangunkan semua anggota keluarganya, melipatgandakan kesungguhannya dan mengencangkan ikat pinggang." (HR. Bukhari dan Muslim).

Rasulullah saw. juga memerintahkan pada setiap muslim untuk berusaha keras meraih keutamaan Lailatul Qadar. Beliau bersabda, "Carilah oleh kalian Lailatul Qadar pada sepuluh terakhir Ramadan." (HR. Bukhari dan Muslim)

Bulan Ramadan yang di dalamnya Allah Swt. mewajibkan kalian berpuasa, sebagaimana firman-Nya: 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

"Hai, orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS. al-Baqarah [2]: 183)

Tidak lain tujuan dari puasa adalah meraih derajat takwa, yakni mengerjakan semua perintah Allah Swt. dan meninggalkan semua larangan-Nya.

Sungguh, banyak umat Islam yang melaksanakan puasa dengan sia-sia, sebagaimana sabda Rasulullah saw.:

"Betapa banyak orang yang berpuasa, namun tidak mendapatkan apa-apa, kecuali lapar dan dahaga." (HR. Ahmad)

Hal tersebut bisa saja terjadi, karena tidak mengetahui rukun dan syarat sahnya puasa, juga tidak mengetahui apa-apa yang membatalkan dan merusak ibadah puasa. Di sinilah pentingnya ilmu, oleh sebab itu menuntut ilmu hukumnya wajib. Sebab, amal tanpa ilmu akan sia-sia.

Belum lagi dosa yang tidak disadari akibat diterapkannya sistem sekuler yang diadopsi negara ini. Agama tidak boleh mengatur urusan publik. Hukum Ilahi ditempatkan di bawah konstitusi. Sungguh, perbuatan yang lancang dan mungkar. Perintah Allah untuk berislam secara kafah pun ditolak mentah-mentah. Terbukti jihad, khilafah yang merupakan ajaran Islam dicaci-maki, dihujat, dituduh dengan stigma negatif, hingga dikriminalisasi. Agama Islam yang sudah sempurna (QS. al-Maidah [5]: 3), berusaha dimoderasi.

Sementara Islam hanya dilaksanakan sebatas ibadah mahdah (ritual) saja. Sedangkan aturan yang mengatur tentang muamalat dan uqubat (sanksi hukum) dicampakkan. Bukankah itu sebuah pembangkangan? Padahal perwujudan dari takwa itu sendiri adalah tunduk, patuh terhadap semua aturan Allah. Itulah sejatinya esensi dari ketakwaan.

Bagaimana mungkin puasa Ramadan bisa meraih derajat takwa? Jikalau aturan-aturan Allah dilanggar bahkan ditolak.

Semua itu hanya terjadi dalam sistem demokrasi sekuler, sebab aturan dibuat oleh manusia yang diwakili anggota dewan. Sejatinya yang berhak membuat hukum adalah Allah. Sebagaimana firman-Nya:

إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ

"Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah." (QS. al-An'am [6]: 57)

Itulah sebabnya demokrasi disebut sistem kufur yang rusak dan merusak, karena bertentangan dengan Islam. Wajar, jika masyarakatnya juga banyak yang rusak dan tersesat karena mengikuti sistem yang batil (rusak)

Padahal jelas disebutkan bahwa Al-Qur'an yang diturunkan pada bulan Ramadan, merupakan petunjuk hidup. Sudah selayaknya jika di bulan Ramadan Al-Qur'an dibaca, lebih dari itu harus dipahami, kemudian isinya diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, baik secara individu, dalam keluarga, bermasyarakat, maupun bernegara.
Sebagaimana perintah Allah Swt. agar berislam secara kafah. Allah Swt. berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوا ادۡخُلُوۡا فِى السِّلۡمِ کَآفَّةً ۖ وَلَا تَتَّبِعُوۡا خُطُوٰتِ الشَّيۡطٰنِ‌ؕ اِنَّهٗ لَـکُمۡ عَدُوٌّ مُّبِيۡنٌ

"Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu." (QS. al-Baqarah [2]: 208)
 
Untuk  merealisasikan semua itu membutuhkan wadah yang menerapkan yaitu khilafah.

Ketiadaan khilafah selama seabad, membuat umat Islam betul-betul terzalimi, menderita, dan nestapa. Ramadan tahun ini harus lebih istimewa dan mujahadah (bersungguh-sungguh) dalam memahami Islam dan menebar kesadaran untuk memperjuangkan tegaknya Islam kafah dalam institusi khilafah.

Itulah hakikat tarhib Ramadan dengan mujahadah untuk meraih ketakwaan, yang seharusnya dimiliki oleh semua umat Islam seluruh dunia. Memperjuangkan tegaknya kembali khilafah.

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post