RAMADHAN MENJELANG: NEGARA AKTIF BERPERAN





Oleh: Abida Wadiatun Ilahi

Ramadhan sebentar lagi. Umat Muslim bersuka-cita menanti kedatangan bulan mulia ini. Dalam keyakinan seorang Muslim bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah dimana segala bentuk ketaatan dilipatgandakan pahalanya.
Ramadhan tahun ini lebih istimewa karena Negara terlihat andil melakukan penyambutan. Hal ini setidaknya terlihat dari keputusan Rapat Pleno KPI Pusat pada 16 Maret 2021. Di antara poin-poin yang  ditetapkan  adalah selama bulan Ramadan lembaga penyiaran diminta untuk tidak menampilkan muatan yang mengandung lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT), hedonistik, mistik, horor atau supranatural, praktik hipnotis dan sejenisnya. Selain itu, lembaga penyiaran dilarang mengeksploitasi konflik dan atau privasi seseorang, bincang-bincang seks, serta muatan yang bertentangan dengan norma kesopanan dan kesusilaan. Hingga pengisis acara yang berpotensi menimbulkan kemudaratan juga dilarang selama bulan Ramadan. (deskJabar/24 Maret 2021)

Memperjelas Kerusakan Yang Terjaga 
Segala perbuatan dan maksud baik selalu berhak untuk disyukuri. Maka, Alhamdulillah, segala puji bagi Allah ‘hadiah’ pemerintah dalam menyambut Ramadhan tahun ini sangat diapresiasi. Bahwa salah satu lembaga yang tidak diragukan lagi pengaruhnya bagi pembentukan karakter manusia melalui tontonan ini, kini lebih dijaga ke arah yang ‘baik-baik’ saja. Dalam artian sesuai dengan norma agama, norma kesopanan dan kesusilaan. Meski tetap kita sayangkan momen baik ini hanya sebatas satu bulan saja.

Namun, beberapa aturan yang tertera dalam surat edaran tersebut sebenarnya hanya mengindikasikan bahwa semua itu adalah fakta yang sedang terjadi selama ini. Bahkan terjaga dengan baik oleh system yang sedang menaungi. Diberhentikan beberapa saat sekadar demi menghormati Muslim menjalani ibadah di Bulan Suci. Bukankah, aturan biasanya tercipta dari hasil mengindra peluang atau fakta keburukan yang  terjadi ketika suatu aturan tidak ada?  Jadi, kondisi yang ada saat ini adalah kondisi yang buruk, tidak baik-baik saja. Sederhananya berkebalikan dari aturan-aturan tersebut yakni, tontonan-tontonan yang mengandung tindakan keji dan kemungkaran tengah menghiasi perTVan masyarakat. Semestinya aturan tersebut diberlakukan bukan hanya pada bulan Ramadan namun yang terjadi sebaliknya. Padahal tidak ada yang berubah dalam norma kesopanan, kesusilaan lebih-lebih norma agama bahwa semua itu tetap bukan prilaku terpuji yang layak untuk dipertontonkan kapan pun. 

Takwa Hakikat Puasa
Dalam ayat yang mahsyur pada momen mendekati bulan puasa ini Allah Ta’ala berfirman: 

Wahai orang-orang yang beriman! diwajbkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (TQS al-Baqarah: 183)

Ibadah-ibadah dan upaya mewujudkan ketaatan sebagai tujuan dari menjalankan puasa mestinya dipahami bukanlah hal yang incidental dan instan. Melainkan hal yang butuh kesadaran penuh dan waktu yang panjang. Menurut Tafsir Ibnu Katsir, takwa adalah menaati Allah Swt. dan tidak bermaksiat kepada-Nya. Senantiasa mengingat Allah Swt. serta bersyukur kepada-Nya tanpa ada pengingkaran (kufur) didalamnya. Menurut imam Ali radiallaahu anhu hakikat takwa ada empat: 1) Takut kepada Allah Yang Maha Mulia, 2) Mengamalkan apa yang termuat dalam al-Quran, 3) Mempersiapkan diri untuk hari meninggalkan dunia, dan 4) Rida dengan hidup seadanya (sedikit). 

Negara mewujudkan tujuan takwa
Hakikat puasa adalah takwa, ia tidak cukup hanya dibangun dalam waktu yang singkat dan dengan cara sendiri-sendiri, melainkan perlu dukungan dari segala penjuru. Yakni melalui peran Negara. Negara akan mengondusifkan masyarakat untuk bertakwa sepanjang hidup. Takwa adalah menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi laranganNya. Di antara perintahNya adalah agar orang-orang Muslim berislam secara menyeluruh, menerapkan hokum-hukum Allah dan tidak berhukum melainkan denganNya. Dan semua itu tidak bisa terwujud kecuali melalui Negara.

Bagaimana Negara Khilafah mewujudkan takwa sepanjang hayat dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, Negara pada dasarnya disetting bahwa hidup adalah berlandaskan pada akidah Islam. Dari akidah ini, diadopsi aturan-aturan (syariah Islam) dalam segala asek kehidupan yang sejalan dengan tujuan takwa. Dengan demikian takwa yang membutuhkan peran yang kompleks dari individu, masyarakat dan Negara akan tercipta dengan izin Allah. Kedua, dengan berperan sebagaimana mestinya. Negara dalam pandangan Islam adalah pengurus urusan rakyatnya dan dipimpin seorang Khalifah yang takut kepada Allah. Seorang Khalifah akan mengayomi rakyat sebagaimana penggembala bagi domba-dombanya. Menjaga, merawat dan mengarahkan agar tumbuh baik dan tidak tersesat. Yang ketiga, Negara menerapkan sanksi yang berefek jera dan penggugur dosa bagi orang-orang yang berbuat keji dan mungkar. 

Dengan itu semua maka lengkaplah sudah, tujuan takwa dengan izin Allah akan tergapai dan kemakmuran di muka bumi akan tercipta. Maka, terkait aturan penyiaran (hanya) di bulan Ramadhan, sudah semestinya menjadi landasan berpikir akan fakta kerusakan dan keinginan untuk mewujudkan takwa yang seseungguhnya melalui dukungan penuh Negara. Semoga keberkahan segera meliputi kita semua.

Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (TQS al-A’raf: 96)  
Wallaahu A’lam.

Post a Comment

Previous Post Next Post