Pembatasan Siaran Ramadhan; Sebuah Islamofobia dan Tindakan Pengebirian Syiar Islam

Oleh Novita Darmawan Dewi*



Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) diketahui menerbitkan Surat Edaran (SE) No. 2, 2021 mengenai Siaran di Bulan Suci Ramadhan.

Dalam SE tersebut KPI melarang TV dan Radio, memberikan tempat bagi pendakwah dari Organisasi Islam terlarang, seperti yang tertuang dalam Pasal 6 poin d.

_"Mengutamakan penggunaan dai/pendakwah kompeten, kredibel, tidak terkait organisasi terlarang sebagaimana telah dinyatakan hukum di Indonesia, dan sesuai dengan standar MUI, serta dalam penyampaian materinya senantiasa menjunjung nilai-nilai Pancasila dan ke-Indonesiaan"_ bunyi SE tersebut.


*Meluruskan Pemahaman Tentang Sosok Dai*

Dai/penceramah hakikatnya adalah orang yang menyampaikan ajaran Islam apa adanya. Islam tentu bukan sekadar agama ritual, moral dan spiritual belaka. Islam pun mengatur ekonomi, politik, hukum, pendidikan, pemerintahan, dll. Alhasil, Islam adalah ajaran dan tatacara hidup yang lengkap dan paripurna (Lihat: TQS al-Maidah: 3).

Karena itu merupakan kewajiban para dai untuk mengajak umat agar mengamalkan seluruh ajaran Islam. Para dai harus mendorong umat untuk mengamalkan Islam secara total. Tidak setengah-setengah.

Tak hanya mengamalkan ajaran Islam seperti shalat, shaum, zakat dan haji saja. Namun juga mengamalkan ajaran Islam yang lain yang terkait muamalah, ‘uqubat (sanksi hukum Islam), jihad, termasuk ajaran Islam seputar kewajiban menegakkan Khilafah.

Sebabnya, memang demikian yang Allah SWT perintahkan kepada kaum Muslim:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

_Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara kaffah, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh setan itu musuh nyata bagi kalian_ (TQS al-Baqarah: 208).


Terkait ayat di atas, Syaikh Abu Bakar al-Jazairi di dalam kitab tafsirnya menjelaskan bahwa kata “kaffat[an]” bermakna “jami’[an]”. Artinya:

لاَ يُتْرَكُ مِنْ شَرَائِعِهِ وَ مِنْ أَحْكِامِهِ شَيْءٌ

_Tidak boleh sedikitpun syariah dan hukum Islam itu ditinggalkan_ (Al-Jazairi, Aysar at-Tafasir, 1/97).

Lebih lanjut beliau menegaskan maksud ayat di atas:

يُنَادِيْ الْحَقُّ تَبَارَكَ وَتَعَالَى عِبَادَهُ الْمُؤْمِنِيْنَ آمِراً إِيَّاهُمْ بِالدُّخُوْلِ فِي اْلإِسْلاَمِ دُخُوْلاً شُمُوْلِيَّا بِحَيْثُ لاَ يَتَّخَيَّرُوْنَ بَيْنَ شَرَائِعِهِ وَأَحْكَامِهِ مَا وَافَقَ مَصَالِحَهُمْ وَأَهْوَاءَهُمْ قَبِلُوْهُ وَعَمِلُوْا بِهِ، وَمَا لَمْ يُوَافِقْ رَدُّوْهُ أَوْ تَركَوُهْ وَأَهْمَلُوْهُ، وَإِنَّمَا عَلَيْهِمْ أَنْ يَقْبِلُوْا شَرَائِعِ اْلإِسْلاَمِ وَأَحْكَامِهِ كَافَّةً.

_Allah SWT menyeru para hamba-Nya yang Mukmin dengan memerintah mereka untuk masuk Islam secara paripurna (total). Artinya, mereka tidak boleh memilah-milah dan memilih-milih syariah dan hukum-hukumnya. Apa saja yang sesuai dengan kepentingan dan hawa nafsu mereka, mereka terima dan mereka amalkan. Lalu apa saja yang tidak sesuai dengan kepentingan dan hawa nafsu mereka, mereka tolak, mereka tinggalkan dan mereka campakkan. Justru wajib atas mereka menerima seluruh syariah dan hukum Islam_ (Al-Jazairi, Aysar at-Tafasir, 1/97).

Karena itulah para dai yang menyampaikan semua ajaran Islam—termasuk Khilafah, misalnya—tak layak dicap “radikal” dalam makna yang negatif. Lebih tidak layak lagi jika dilakukan upaya “deradikalisasi” terhadap mereka. Salah satunya melalui Program “Sertifikasi Dai” atau Program “Bimbingan Teknis Penceramah Bersertifikat”. Jelas, jika motifnya “deradikalisasi”, ini adalah program yang ngawur.


*Bagaimana Sikap Muslim?*

Sebagai seorang Muslim, tentu kita harus memahami bahwa munculnya gejala-gejala seperti di atas disebabkan karena adanya  islamofobia yang berlebihan yang merupakan hasil karya propaganda Barat atas nama memerangi terorisme-radikalisme. 

Menghalau stigma terhadap Islam memang harus dilakukan. Namun, pembelaan itu jangan sampai salah jalan, seperti ikut mengampanyekan moderasi agama yang sejatinya hal ini akan mengaburkan ajaran Islam yang murni.

Menginginkan adanya pelurusan dan pembelaan terhadap ajaran Islam yang sudah dideskreditkan seperti ini tentu tidak bisa berharap pada lembaga dunia seperti PBB misalnya. Sebab, dalam beberapa momentum, sikap lembaga dunia itu cenderung 'tumpul' dan terkesan membiarkan semua tindakan pendiskreditan terhadap umat Islam sebagai contoh yang terjadi di Ronhingya, atau di Palestina hingga saat ini. Kesan kuatnya selamanya mereka tak akan berpihak pada Islam. Kalaulah memihak, hal itu hanyalah basa basi yang tidak ada realisasinya.

Kaum muslim harus memiliki agenda sendiri. Yaitu, bagaimana membangkitkan kembali kesadaran pemikiran umat Islam. Dengan membersihkan virus sekuler liberal yang menjangkiti pemikiran umat. Islamofobia akan hilang seiring dengan menderasnya pemahaman Islam dengan akidah Islam yang lurus berdasarkan syariat Islam.

Disinilah tugas kita dalam mendakwahkan Islam di tengah umat. Islam adalah agama rahmat. Islam melarang tindakan teror. Akan tetapi, Islam juga tidak membenarkan sikap kompromi pada pemikiran dan tsaqafah asing seperti demokrasi, kapitalisme, sekularisme, pluralisme, serta derivatnya.

Menghalau Islamofobia bukan dengan menjadi penggerak arus moderasi sesuai kehendak Barat, melainkan menjadi penggerak perubahan sistem, yakni mengembalikan kehidupan Islam melalui tegaknya syariat Islam dalam naungan Khilafah. _Wallahu'alam.._

*_Penulis, pegiat di Komunitas Ibu Ideologis ('Tas Bude')_

Post a Comment

Previous Post Next Post