TAK CUKUP HANYA MEMPERKUAT LEMBAGA ANTI KORUPSI

By : Ratna Sari Dewi

Kasus korupsi yang menjamur di Indonesia menegaskan kronisnya masalah korupsi di sistem sekuler kapitalis. 

Sistem sekuler yang rujukannya hawa nafsu manusia akan selalu membawa kesengsaraan dan pertentangan bagi 
kehidupan manusia.

Asas sekulerisme dengan memisahkan agama dari kehidupan membawa masalah dalam segala aspek. Dasar pemerintahannya mengusung sistem demokrasi yang melahirkan empat kebebasan. Kebebasan beraqidah, berpendapat, hak milik dan bertingkah laku. 

Semboyan Demokrasi, dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat seakan hanya tinggal semboyan. Diberitakan TEMPO.CO, Jakarta. Selasa, 9 Februari 2021.
Politikus Partai Gerindra Fadli Zon menanggapi turunnya Indeks Demokrasi Indonesia di tahun 2020 versi The Economist Intelligence Unit (EIU). Dalam laporan ini, Indonesia tercatat mendapatkan skor 7,92 untuk proses pemilu dan pluralisme; 7,50 untuk fungsi dan kinerja pemerintah; 6,11 untuk partipasi politik; 4,38 untuk budaya politik; dan skor 5,59 untuk kebebasan sipil. 

Jumlah skor yang diperoleh Indonesia tahun 2020 ternyata merupakan perolehan teredah dalam 14 tahun terakhir," kata Fadli Zon dalam keterangan tertulisnya yang diterima Tempo, Senin, 8 Februari 2021.

Fadli mengatakan EIU memang mencatat terjadinya penurunan  secara global sepanjang pandemi Covid-19. Rata-rata skor indeks demokrasi dunia tahun ini tercatat 5,37, menurun dari tahun sebelumnya di angka 5,44.

Angka 5,37 ini juga tercatat sebagai rata-rata skor terendah sejak EIU pertama kali merilis laporan tahunannya pada 2006. "Namun turunnya skor kita ke angka paling rendah sepanjang sejarah tentunya bukanlah sesuatu yang pantas dimaklumi," ujar Fadli.

Kehilangan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah membuktikan bahwa demokrasi tidak bisa dijadikan acuan untuk memimpin sebuah negara. 

Kepercayaan rakyat hilang diakibatkan pemerintah tidak mampu memberikan hak rakyat, melindungi rakyat dan menjamin kesejahteraan rakyatnya.

Fakta pemerintah mengkhianati rakyat dengan kepemimpinannya. Kebijakan-kebijakannya yang berpihak kepada para koorporasi dan menciptakan pemerintahan oligarki.

Selalu hak rakyat yang dikorbankan. Banyaknya pejabat pemerintah yang terkena kasus korupsi menambah luka di hati rakyat.

Kesalahan memilih pemimpin dalam sistem demokrasi dengan cara politik uang berujung dengan tindakan korupsi. Mahalnya biaya pemilu yang digadang-gadang mencapai angka fantastis menjerumuskan para pejabat pemerintah terjerat kasus korupsi.

Potensi praktik suap kemungkinan juga berulang di Pemilu 2019 dan bahkan semakin besar, mengingat pemilu kali ini publik disesaki ingar-bingar pasangan capres, sementara ribuan calon yang memperebutkan kursi di parlemen dari tingkat pusat, provinsi, hingga kabupaten/kota tidak memiliki kesempatan untuk dikenal ataupun memperkenalkan diri kepada pemilih.

OTT calon anggota legislatif (caleg) dengan bukti berkardus-kardus uang "serangan Fajar" oleh KPK menjadi salah satu indikasi lain adanya potensi praktik suap kepada para pemilih.

Jika bukan khianat demokrasi, lalu apa predikat yang pantas disematkan kepada para pelaku rasuah ini?

Fakta ini menunjukkan bahwa partai politik sebagai satu-satunya lembaga yang diamanatkan oleh demokrasi untuk menseleksi calon legislatif, gubernur, wali kota/bupati hingga presiden cenderung gagal mengajukan kader-kader terbaik yang memiliki integritas dan kejujuran pada jabatan-jabatan publik. 

Jika tidak segera diatasi, korupsi tidak hanya mengancam demokrasi, tetapi juga merusak supremasi hukum, mendorong pelanggaran terhadap hak azasi manusia, mendistorsi perekonomian, menurunkan kualitas kehidupan dan memungkinkan organisasi kriminal, terorisme dan berbagai ancaman terhadap keamanan untuk berkembang.

Penyelesaian tidak cukup dengan repormasi partai atau membenahi lembaga KPK ( Komisi Pemberantasan Korupsi). Jika masih sistem sekuler yang dipakai ini hanya  menciptakan solusi tambal sulam yang menambah permasalahan yang terjadi. 

Sistem sekuler kapitalis  menciptakan sifat individualis dan gaya hidup hedonis. Perbuatan manusia takarannya hawa nafsu dan haus akan kedudukan dan kekuasaan mendorong manusia melakukan segala hal yang melanggar aturan agama. 

Berbanding terbalik saat Islam memimpin dan menjadi tolak ukur perbuatan manusia. Ideologi Islam sebagai pandangan hidup yang diemban oleh manusia. Metode praktis dalam memimpin pemerintahan Islam berdasarkan hukum Syara' yang berasal dari Al Qur'an dan As sunah. 

Memilih seorang pemimpin harus berdasarkan aqidah Islam. Dengan aqidah Islam dan keimanan kepada seluruh hukum Allah menjadikan manusia berhati-hati untuk melakukan perbuatan. Termasuk menjadi seorang pemimpin akan terbentuk individu yang amanah. Setiap perbuatan di dalam Islam akan dimintai pertanggungjawaban walaupun sebiji sawi. Kekuasaan di dalam Islam adalah amanah yang harus dijalankan sesuai hukum Syara'.

Islam memiliki kriteria dalam memilih seorang pemimpin yaitu beragama Islam, laki-laki, baliq, berakal, amanah, adil dan mampu. 

Dengan kepemimpinan yang berdasarkan keimanan akan melahirkan pemimpin yang amanah dan adil yang bertaqwa kepada Allah SWT.

Kepemimpinan Islam tidak diragukan lagi. Awal negara Islam di dirikan oleh Rasulullah Saw yang berhasil mendirikan Daulah Islamiyyah di Madinah dengan metode yang praktis dengan jalan dakwah berkonsep kan dakwah pemikiran, politik dan tanpa kekerasan. Berhasil membebaskan kota Mekah dari kejahilliyaan orang kafir Quraisy. Dan kepimpinannya di lanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin dan terakhir oleh Kekhilafan Turki  Utsmani. 

Saatnya kita yang sudah jenuh dengan sistem kapitalis beralih ke sistem Islamiyyah yang terbukti kepemimpinan yang adil, amanah dan sesuai fitrah manusia memuaskan akal dan menentramkan jiwa.

Post a Comment

Previous Post Next Post