Vaksin, Antara Realita Kebutuhan dan Kekhawatiran


Oleh : Novita Ekawati_
(Pengajar, Pengamat Kebijakan Publik, dan Tim Penulis Ideologis Kaltim)

Sinovac sudah mengirim 3 juta dosis vaksin ke tanah air. Pemerintah RI merencanakan jadwal vaksinasi Covid-19 berlangsung 15 bulan, sejak Januari 2021 sampai Maret 2022. Target vaksinasi kepada 181,5 juta warga berusia di atas 18 tahun, Indonesia membutuhkan setidaknya 426 juta dosis vaksin. 

Sinovac hanya salah satu sumber pengadaan vaksin. Pemerintah sudah berencana memesan vaksin Pfizer, vaksin AstraZeneca, vaksin Novavax, serta vaksin dari Covax/Gavi.  Namun vaksin-vaksin ini baru akan dijadwalkan mulai pemberiannya di bulan April 2021. Bulan Januari-Maret 2021 Vaksin Sinovac yang terlebih dahulu diberikan kepada masyarakat.

Program vaksinasi untuk Covid 19 telah mulai dilakukan sejak tanggal 13 Januari 2021, dari 225 juta dosis vaksin yang disediakan pemerintah. Kalimantan Timur sendiri pada tahap 1 telah menerima kedatangan 25.520 vaksin Covid-19 buatan Sinovac. Vaksin itu diperuntukkan bagi 12.760 tenaga kesehatan (nakes) di 10 kabupaten dan kota di Kalimantan Timur.
Vaksin tersebut akan disuntikkan 2 kali pada 1 orang. ( https://news.detik.com , 05/01/21 )

MUI telah mengeluarkan fatwa kehalalan vaksin Sinovac. Namun di tengah masyarakat masih banyak terdapat keraguan akan keamanan dan kemanjuran vaksin tersebut dan keraguan tersebut makin menguat ketika di tengah masyarakat kelompok "Anti Vaksin" yang menyebarluaskan informasi terkait vaksinasi dengan pandangan kebencian. Teori konspirasi yang dibumbui dengan keraguan dan sikap skeptis.

Hal yang bisa difahami jika masyarakat tidak yakin dengan pengobatan (treatment) baru ini, ditambah dengan volume informasi di media sosial yang massif membuat kebingungan di masyarakat. Terlebih saat ini kita berada pada dunia kapitalisme yang memang akan sangat sulit bagi masyarakat untuk mengetahui siapa yang layak dipercaya. Sehingga bisa dikatakan program vaksinasi Covid-19 secara massal yang diadakan pemerintah tidak berjalan mulus sejak awal sosialisasinya.

*Fakta Vaksin Sinovac*
Vaksin Sinovac adalah vaksin yang diproduksi oleh perusahaan farmasi asal China. Vaksin Sinovac dinyatakan memiliki efikasi (kemanjuran) 65,3%, Pfizer memiliki efikasi 95%, dan Moderna tingkat efikasi vaksin 94,1%. Efek samping ada dilaporkan, tetapi ringan dan bersifat reversible.

Tingkat efikasi vaksin Covid-19 memiliki perbedaan di setiap negara tergantung dengan standar prosedur dalam mendiagnosis pasien. Namun, sesuai dengan rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), tingkat efikasi vaksin harus di atas 50 persen.

Tingkat efikasi Sinovac yang rendah dibandingkan vaksin-vaksin covid lainnya inilah yang kemudian membuat masyarakat bertanya-tanya, kenapa harus menggunakan vaksin tersebut dan tidak menggunakan vaksin yang sudah jelas efikasi dan keamanannya.

*Keraguan memunculkan kekhawatiran*
Politisi dalam masyarakat kapitalis telah mengkompromikan kepentingan bisnis besar atas masyarakat biasa. Para korporasi yang mendominasi kesehatan di seluruh dunia, punya catatan telah menaruh keuntungan perusahaan di atas kesehatan publik. Bahkan organisasi nonpemerintah tidak dipercaya di banyak belahan dunia.

Dunia Kapitalisme akan selalu memprioritaskan kepentingan bisnis di atas kepentingan rakyat. Pemerintah Kapitalisme telah menjadikan kesehatan dan farmasi sebagai komoditas bisnis yang seharusnya menjadi hak dasar rakyat. Kapitalisme juga telah membuat negara mengabaikan perannya untuk mengurusi dan mengatur kehidupan rakyatnya. Pemerintah lalai dan tidak mampu untuk menjamin kebenaran informasi yang beredar di masyarakat

*Peran negara*
Menjawab keragu-raguan yang masih menggelayuti benak masyarakat akan keamanan dan keefektifan vaksin, maka negara wajib memberikan sosialisasi dan edukasi yang massif serta tepat sasaran sehingga yang terbentuk adalah kesadaran bukan pemaksaan.

Negara juga wajib memberikan keamanan dan fasilitas terbaik bagi kesehatan rakyat-rakyatnya dan juga dalam mengatasi pandemi secara murah, mudah atau bahkan gratis.

Negara berkewajiban mendistribusikan vaksin untuk ditawarkan ke seluruh masyarakat, mencegah perjalanan ke dan dari wilayah wabah penyakit, memisahkan orang-orang yang sakit dengan orang yang sehat. Hal ini dilakukan untuk mempercepat penanganan wabah.

Negara juga harus memastikan setiap obat baru, seperti vaksin akan diuji keamanannya sebelum ditawarkan pada masyarakat. Layak tidaknya vaksin harus diserahkan kepada para ahli yang amanah, seperti dokter ahli vaksin, ahli virus, atau biologi molekuler, serta otoritas obat dan makanan serta majelis Ulama. Hal ini dilakukan agar diperoleh informasi  akurat tentang kerja ilmiah vaksin, kemanjuran, keamanan dan kehalalannya. 

Tidak hanya persoalan vaksin yang menjadi fokus utama negara dalam mengatasi pandemi, aspek kesehatan lainnya pun perlu diperhatikan. Seperti memaksimalkan upaya preventif-promotif dan kuratif.  Upaya preventif seperti mewujudkan pola emosi yang sehat, pola makan yang sehat, pola aktivitas yang sehat, kebersihan, serta epidemi yang terkarantina dan tercegah dengan baik. Semua akan dapat terwujud bila negara kokoh dan berkomitmen kuat dalam mengurus rakyat secara total.
Wallahu a'lam..[ ]

Post a Comment

Previous Post Next Post