Predator Seksual Merajalela, UU Kebiri Kimia Solusikah?


By : Ummu Aqiil

Kasus predator anak tampaknya bukanlah hal yang baru yang masuk dalam daftar berita keseharian di cakrawala dunia. Di Indonesia saja menjelang akhir  bulan Desember 2020 telah tercatat beberapa kasus pelecehan seksual terhadap anak.

Salah satunya kasus predator seksual terjadi di wilayah Jakarta Barat dengan korban tiga balita yang dilakukan oleh seorang kakek yang kabarnya merupakan murid dari istrinya. Istri tersangka, S (55 thn) merupakan guru sekolah pendidikan anak usia dini (Paud). Aksi tersangka tersebut menurut sumber dilakukan di halaman belakang rumahnya di Grogol Petamburan, Jakarta Barat.

Kapolres Metro Jakarta Barat, Kombes Audie S Latuheru, mengatakan bahwa aksi bejat tersangka terbongkar dari laporan tiga korban balita tersebut, MJ, 5, MA, 5, dan SP, 5.

Menurut Kombes Audie, pelaku merupakan predator seksual yang sangat berbahaya. Karena melakukan aksinya terhadap murid daripada istrinya sendiri. Dan memanfaatkan tontonan You tube anak, kemudian para balita digerayangi hingga sampai dicabuli.

Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Barat, Kompol Teuku Arsya Khadafi juga mengomentari bahwa tersangka S berbahaya bagi anak-anak karena tersangka cepat bergairah jika bertemu dengan anak-anak.
(Poskota.co.id,  Jum'at 25 Desember 2020).

Dilain kasus juga terjadi pencabulan seorang ayah terhadap anak kandungnya sendiri. Mirisnya, anak tersebut masih berumur 2,5 tahun. Korban dikabarkan sudah tidak mempunyai ibu yang kemudian dirawat oleh bibinya. Dan belakangan ayah korban membawa pulang anaknya dan melakukan pelecehan seksual di rumahnya.

Hal tersebut diketahui ketika tante korban curiga dengan sakit kulit di dekat kelamin korban. Dan kemudian dibawa untuk dilakukan cek medis. Tante korban terkejut karena alat vital korban robek dan baru diketahui terjadi pelecehan seksual. Yang akhirnya pelaku yang tidak lain ayah kandung anak tersebut ditangkap oleh pihak kepolisian.

Begitu juga dengan Guru SMP di Jakarta Barat, yang melakukan pencabulan terhadap muridnya, ACN (16 thn) dengan tersangka AM (32 thn) di Hotel Gloria Suite Jalan Kiyai Tapa No. 215, Grogol, Jakarta Barat.

Korban yang duduk di bangku kelas 7 SMP ini telah dicabuli sebanyak belasan kali. Untuk melancarkan aksinya, pelaku memberikan perhatian khusus.

Korban ACN untuk pertama kalinya dicabuli oleh tersangka yang tidak lain adalah guru korban pada Agustus 2018 silam. Aksi cabul pun dilakukan berulang kali yang sebelumnya telah janjian bertemu di depan SDN 14 dan pergi ke hotel.

Gerak gerik korban mulai tampak ketika belajar dan dicurigai pihak keluarga karena merasa ada yang aneh dan setelah didesak akhirnya korban mengaku telah dicabuli guru olahraganya. Yang akhirnya ibu korban melaporkannya kepada pihak kepolisian dan ditangkap di kampung Guji Jalan Asem, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. 

Dan para tersangka dijerat dengan Undang-undang RI No 17/2016 tentang Perubahan No 23/2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman kurungan penjara selama 15 tahun.
(Poskota.co.id, Jum'at, 25 Desember 2020).

Sebelumnya kasus kejahatan seksual juga pernah terjadi pada tahun 2016, Yuyun, siswi SMP yang diperkosa dan dibunuh di Bengkulu, dikabarkan menjadi pemicu  DPR mensyahkan penerbitan Perppu Nomor 1 tahun 2016 tentang Perlindungan Anak  menjadi Undang-undang yang memuat hukuman kebiri kimia terhadap pelaku kekerasan seksual.
(BBCNEWS, 13 Oktober 2016).

Kejadian berulang kasus kejahatan seksual dan anggapan pemerintah serius dalam menangani masalah predator seksual, pemerintah juga menerbitkan Perppu dengan tujuan memberikan efek jera terhadap pelaku. Presiden Jokowi juga kabarnya telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) No 70 Tahun 2020 tentang Tatacara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.
PP No 70 Tahun 2020 ini kabarnya sudah ditandatangani Jokowi dari 7 Desember 2020.

"Bahwa untuk mengatasi kekerasan seksual terhadap anak, memberi efek jera terhadap pelaku, dan mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak, serta untuk melaksanakan ketentuan  Pasal 81A ayat (4) dan Pasal 82A ayat (3) Undang-undang Nomor 17 tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-undang," demikian bunyi pertimbangannya.

Menurut aturan undang-undang tersebut, ada tiga kategori kekerasan seksual terhadap anak yang dapat dihukum dengan aturan yang baru, diantaranya:

1. Terhadap pelaku pidana persetubuhan kepada anak.

2. Pelaku persetubuhan terhadap anak dengan kekerasan atau ancaman yang memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain yang juga pelaku persetubuhan.

3. Pelaku perbuatan cabul terhadap anak dengan kekerasan atau ancaman, memaksa melakukan tipu muslihat dengan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.
(Liputan6.com, Jakarta, 3/1/2021).

Mengingat ancaman atau sanksi terhadap pelaku kejahatan seksual, 
Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan mengatakan bahwa hukuman kebiri bagi para pelaku kejahatan seksual tidak akan menyelesaikan akar masalah. Yang sebenarnya terletak pada pola pikir dan mental pelaku serta tidak menimbulkan efek jera.

Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi menyebut, akar masalah munculnya kekerasan seksual bukan semata-mata karena libido dan hasrat seksual, tapi disebabkan karena pengaruh relasi kekuasaan antara pelaku dan korban.

"Artinya seksual dijadikan alat untuk mengekspresikan maskulinitas, balas dendam, agresi, pelampiasan dan lainnya. Jadi kebiri tidak menyelesaikan akarnya karena hanya membuat libido menurun, tapi cara pandang terpidana tidak terkoreksi dan otomatis berpotensi terjadi keberulangan," kata Aminah, Senin (04/01).
Komnas juga menyebut peraturan pengebirian menandakan lemahnya peran negara atas para korban.

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) juga menyebut pelaksanaan kebiri kimia membutuhkan biaya yang mahal. Mulai dari pelaksanaan kebiri itu sendiri, rehabilitasi psikiatrik, rehabilitasi sosial dan rehabilitasi medik bagi terpidana.

Para korban juga dinyatakan harus mengeluarkan uangnya untuk perlindungan dan pemulihannya sendiri, ungkap Direktur Eksekutif ICJR Erasmus A. T. Napitupulu.
Namun hal tersebut dibantah dibantah oleh Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
(BBCNEWS, 4 Januari 2021).

Dikutip dari Republika.co.id, Jakarta, bahwa beberapa negara telah melaksanakan hukuman kebiri bagi pelaku pedofilia. 
Di Indonesia sendiri ulama yang setuju dengan hukuman kebiri dianggap lebih mengedepankan aspek maslahat. Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis berwacana, bahwa pemberian hukuman kebiri pada terpidana pedofilia bisa memberikan efek jera (zawajir). Hakim bisa berijtihad dalam memberikan hukuman dalam kasus ini dengan pertimbangan zawajir tadi.

Namun yang jadi permasalahan adalah apakah hukuman Kebiri Kimia ini dibolehkan dalam Islam?
Karena mengingat negeri ini mayoritas adalah muslim. Sehingga perlu dikaji lebih dalam sesuai dengan petunjuk Al-Qur'an dan Hadits Rasulullah Saw.

Menurut sumber, dalam kitab-kitab turats (klasik) hukum Islam, mayoritas ulama mengharamkan kebiri untuk manusia.  Diantaranya, imam Ibnu Abdil Bar dalam Al Istdzkar (8/433), Imam Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Fathul Bari (9/111), Imam Badruddin Al 'Aini dalam 'Umdatul Qari (20/72), Imam Al Qurthubi dalam Al Jami' li Ahkam Alquran (5/334),   Imam Shan'ani dalam Subulus Salam (3/110), serta ulama-ulama Fikih lainnya. Ibnu Hajar al-Asqalani dan Syeikh Adil Matrudi dalam Al Ahkam Al Fiqhiyyah Al Muta'alliqin bi Al Syahwat  bahkan menyebut haramnya kebiri untuk manusia sudah menjadi ijmak ulama.

Kontroversi mengenai hukuman kebiri juga datang dari kalangan ulama kontemporer, seperti Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Asosiasi Pondok Pesantren Jawa Timur, Hizbut Tahrir, serta dari kalangan ulama kontemporer lainnya.
Mereka berdalil kebiri berarti mengubah fisik manusia, melanggar HAM dan juga termasuk melahirkan jenis hukum baru yang tidak pernah dikenal dalam konsep jinayah Islamiyyah.

Kebiri sendiri artinya adalah pemotongan dua buah dzakar yang dapat dibarengi dengan pemotongan penis (dzakar). Jadi kebiri dapat berupa pemotongan testis saja. Namun kebiri juga bisa berupa pemotongan testis penis secara bersamaan. Dan kebiri sendiri bertujuan menghilangkan syahwat dan sekaligus menjadikan mandul.

Kebiri yang dibarengi suntikan kimiawi berdampak dengan berubahnya hormon testosteron menjadi hormon estrogen. Sehingga laki-laki yang mendapat hukuman kebiri dapat berubah bentuk seperti halnya ciri-ciri fisik seperti perempuan.
Padahal Islam telah melarang laki-laki menyerupai perempuan maupun sebaliknya.
Sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu alaihi wasallam yang berbunyi:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: «لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ، وَالمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ» 

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma, dia berkata: “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki” [HR. Al-Bukhâri, no. 5885; Abu Dawud, no. 4097; Tirmidzi, no. 2991].

Ulama yang mengharamkan kebiri juga berdasarkan hadits Rasulullah Saw dari Ibnu Mas'ud Ra yang mengatakan,
"Dahulu kami pernah berperang bersama Nabi Saw sedang kami tidak bersama istri-istri. Lalu, kami bertanya kepada Nabi Saw, 
"Bolehkah kami melakukan pengebirian?" 
Maka Rasulullah Saw melarangnya."
(HR. Bukhari Muslim, Ahmad dan Ibnu Hibban).

Dalil yang mengharamkan kebiri pada manusia adalah hadits-hadits shahih yang sudah jelas menunjukkan larangan Rasulullah terhadap hukum kebiri. 
Dari Sa'ad bin Abi Waqash Ra, dia berkata:
"Rasulullah shalallahu alaihi wassalam telah menolak Utsman bin Mazh'un Ra untuk melakukan tabattul (meninggalkan kenikmatan duniawi demi Ibadah semata). Kalau sekiranya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam mengijinkan Utsman bin Mazh'un untuk melakukan tabattul, niscaya kami sudah melakukan pengebirian." 
(HR. Bukhari no 5073), Muslim no 3390).

Islam telah mengatur dengan rinci segala perbuatan yang melanggar hukum dengan hukum yang telah ditetapkan dalam Islam. Kasus predator seksual ataupun pedofilia yang tergolong perbuatan zina maka hukumannya adalah hukuman zina bagi pelaku zina.
Jika pelaku belum  menikah maka hukumannya adalah cambuk dengan 100 kali cambukan dan diasingkan selama satu tahun. Dan jika sudah menikah maka dirajam hingga mati.

Sebagaimana diterangkan dalam firman Allah SWT:

الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ ۖ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ

Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman. (QS. An Nur: 2).

Namun, penerapan aturan yang sistemnya masih diusung oleh sistem sekuler demokrasi, hukuman bagi predator seksual dan kejahatan seksual lainnya tidak dapat dijalankan sebagaimana yang telah diperintahkan dalam syari'at Islam.

Efek jera yang diharapkan agar pelaku tidak melakukan hal yang sama dan tidak menular pada pelaku lainnya juga tidak membuahkan hasil yang berarti.

Namun tingkat kekerasan seksual semakin tak terbendung.
Karena manusia sudah tidak lagi menjadikan hukum Allah sebagai solusi setiap permasalahan. Menjamurnya tontonan yang berbau seks dan merajalelanya kemaksiatan akibat gaya hidup liberal menjadi pemicu beruntunnya kasus kejahatan seksual.

Padahal berhukum selain daripada hukum Allah tergolong perbuatan dosa besar karena telah mengabaikan hukum Allah sang Pemilik Kekuasaan.
Sebagaimana diterangkan Allah melalui firman-Nya:

"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata."
(QS. Al Ahzab [33]: 36).

Maka sudah sepatutnya para pemimpin mengambil hukum Allah untuk menyelesaikan segala permasalahan yang terjadi ditengah-tengah umat manusia. Karena hanya dengan syari'at Islam sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus) akan menjadikan efek jera bagi pelaku kejahatan seksual khususnya dan dari segala bentuk kejahatan yang dilakukan manusia pada umumnya. Semua semata-mata karena perintah Allah dan Rasul-Nya. Sehingga dapat meminimalisir tindakan kejahatan yang serupa.

Wallahu a'lam bish shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post