Menakar Keefektifan Sinovac Atasi Pandemi

Oleh : Nur Fitriyah Asri
Pegiat Literasi Opini, Akademi Menulis Kreatif

Prihatin, sudah setahun pandemi Corona berlangsung, tapi belum bisa diatasi. Justru penyebarannya menunjukkan tanda-tanda laju penularan. Jumlah pasien yang terpapar Corona di Indonesia terus bertambah. Terlebih lagi, usai libur panjang Natal dan Tahun Baru. Dari hasil update yang disampaikan Satgas Penanganan Corona, 11 Januari 2021 bertambah 8.692 orang.
Total positif Corona sebesar 836.718 orang.
Angka kematian 24.343 orang. 
(kompas.com. 11/1/2021)

Untuk memutus penyebaran Corona secara cepat pemerintah mengambil kebijakan dengan cara pemberian vaksin. Oleh karena itu Presiden Joko Widodo meminta kepada masyarakat agar tidak ada penolakan vaksinasi. "Kalau yang divaksin mencapai 182 juta, artinya tujuh puluh persen dari penduduk Indonesia terjadi kekebalan komunal, insyaallah Corona-nya stop," disampaikan di Istana Kepresidenan Bogor, (8/1/2021).

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin berani memastikan bahwa, vaksinasi akan diberikan serentak di Indonesia pada 13 Januari 2021. Sebab, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa kehalalan vaksin. Demikian juga Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah memberikan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA).  
Adapun orang pertama yang akan mendapat suntikan vaksin adalah Presiden Joko Widodo. (Kompas.com, 13/1/2021)

Dalam penjelasannya, Kepala BPOM Penny K Lukito mengungkapkan hasil analisis interim (sementara) uji klinis di Bandung menunjukkan 65,3 persen. Angka ini sudah memenuhi persyaratan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni di atas lima puluh persen. 
"Efikasi 65,3 persen artinya di atas lima puluh persen itu ada harapan vaksin akan menurunkan kejadian penyakit, meskipun hanya turun 65 persen usai vaksinasi." 
Karenanya tetap melaksanakan (3M) yaitu menjaga jarak, memakai masker dan mencuci  tangan, kata Penny dalam konferensi pers daring, Senin (11/1/2021).

Banyak kalangan yang pesimis terhadap keberhasilan program vaksinasi dalam mengatasi pandemi Corona. Seperti yang disampaikan oleh ilmuwan WHO, Soumya Swaminathan menyatakan, "Kekebalan kelompok atau herd immunity tidak akan tercapai pada 2021, meskipun telah ada vaksin virus Corona."

Adapun Faktor Penyebab Kegagalan Program Vaksinasi Sinovac Antara Lain:

1. Rakyat disinyalir banyak yang menolak tidak mau divaksin meskipun gratis. Hal ini disebabkan karena mosi tidak percaya kepada rezim. Rezim dinilai gagal dalam menangani pandemi Corona. Kebijakan yang berubah-ubah, membuat bingung dan merugikan rakyat. 

2. Vaksin Sinovac buatan China masih dalam uji klinik ketiga. Artinya belum ada hasilnya aman atau tidak. Lebih-lebih Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani dari Fraksi PKS menyatakan, "Vaksin Sinovac dibeli tapi belum teruji, DPR saja bingung apalagi masyarakat. Karena belum teruji keampuhannya, dan tidak sesuai dengan strategi awal pemerintah." Sehingga membuat masyarakat takut. Apalagi dengan beredarnya isu hasil penelitian salah satu kedokteran bahwa, vaksin Sinovac dalam tubuh manusia dapat meyebabkan mutasi gen.

3. Al Jazeera mengungkapkan fakta bahwa, dari dua puluh negara, hanya Indonesia yang membeli vaksin dari China. (Adakah kongkalikong mega bisnis?) Anehnya, China punya vaksin sendiri, tapi mengapa membeli seratus juta dosis vaksin Pfizer dari Jerman. Artinya China sendiri tidak memberikan vaksin Sinovac kepada rakyatnya. Sewajarnya jika kita yang berpikiran sehat menolak divaksin Sinovac. (CNBC Indonesia News, 16 Desember 2020).

4. Kini negara-negara di dunia kembali lockdown, yakni Libanon, Jepang, Inggris, Thailand, termasuk juga China. Ini membuktikan kegagalannya.
Adapun kondisi Indonesia, menurut Epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman menyebut, Indonesia dalam tiga hingga enam bulan ke depan memasuki masa kritis. Mengingat semua indikator termasuk angka kematian semakin meningkat. Mestinya keberhasilan vaksinasi lebih mudah terjadi jika kurva pandemi melandai. 

5. Pemberian vaksinasi yang bertahap diperkirakan butuh waktu dua belas bulan atau lebih, ini sangat berisiko bagi yang mengantre. Dikhawatirkan keburu terjadi penyebaran virus yang tidak terkendali, karena rakyat abai tidak menaati protokol kesehatan. Begitu juga dengan rezim yang abai kepada rakyatnya.

6.  Masyarakat berpandangan salah, mengira dengan divaksin semua akan selesai. Padahal tidak demikian, tidak ada vaksin yang sempurna memberi perlindungan. Apalagi keampuhan Sinovac hanya 65 persen. Artinya yang sudah divaksin pun masih bisa tertular atau tambah sakit. Orang yang tampak sehat juga bisa tertular. Sebab, kekebalan tubuh sangat dipengaruhi oleh faktor makanan dan pola hidup sehat. 

Bagaimana dengan rakyat yang tidak beruntung? Padahal angka kemiskinan di Indonesia sangat tinggi. Kelompok inilah yang rentan terinfeksi atau tertular virus Corona. Semakin banyak yang terpapar Corona di masyarakat, mengakibatkan laju penyebaran semakin pesat. Dampaknya, balita, anak-anak, orang berusia lanjut, dan komorbid (penyakit penyerta) semakin terancam jiwanya. 

Akankah rantai penyebaran Corona bisa diputus dengan vaksin? Tampaknya sulit, karena
tidak ada vaksin yang sempurna memberi perlindungan. Terbukti dalam sejarah telah mencatat tidak ada pandemi yang selesai dengan vaksin. Contohnya pandemi cacar, meskipun sudah ada vaksin selesainya setelah dua ratus tahun. Begitu juga dengan polio, baru selesai dalam waktu lima puluh tahun. Sebab, untuk mencapai tujuan herd immunity diperlukan waktu bertahun-tahun.

Itulah buah dari kebobrokan sistem sekularisme-kapitalisme yang dianut oleh hampir semua negara di dunia. Sistem yang mencampakkan aturan Allah, agama tidak boleh mengatur kehidupan di wilayah publik. Pemilik modal inilah yang berkuasa dan memengaruhi kebijakan-kebijakan penguasa. Jiwa manusia bukan lagi yang diprioritaskan dan dinomorsatukan. Orientasinya hanya dunia. Sebab, kebahagiaan hanya diukur oleh banyaknya materi yang didapat untuk alat pemuas. Jadi wajar, jika yang dipikirkan hanya uang dan uang untuk dirinya dan kelompoknya. Akibatnya terjadilah kerusakan di semua lini kehidupan.

Saatnya kembali ke sistem Islam yang telah terbukti menyejahterakan dan berhasil mengatasi pandemi tanpa vaksinasi.

Pada zaman Rasulullah saw. pernah terjadi wabah kusta yang menular, mematikan dan belum diketahui obatnya. Kemudian Rasulullah saw. melakukan isolasi (karantina) terhadap penderita untuk mencegah penularan dan melarang untuk tidak dekat-dekat dan melihat para penderita kusta tersebut. 
Rasulullah bersabda, "Jauhilah penyakit kusta sebagaimana engkau lari dari kejaran singa." (HR. Ahmad)

Pernah juga di suatu daerah terjangkit penyakit Tha'un, Rasulullah  memperingatkan dan bersabda, "Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi, jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." ( HR. Bukhari)

Mengacu pada kedua hadis di atas, syariat mewajibkan negara untuk mengatur penduduk wilayah yang dilanda wabah. Diperintahkan berdiam diri di rumahnya atau di wilayahnya. Tidak boleh keluar, kecuali ada keperluan yang mendesak. Protokol ini penting untuk memutuskan rantai penyebaran penyakit dari wilayah yang satu ke wilayah yang lainnya dan dari satu orang ke orang lainnya. 

Oleh sebab itu, syariat mewajibkan negara menjamin pelayanan kesehatan berupa pengobatan dan obat-obatan gratis. Serta tersedianya sarana dan prasarana yang cukup dan memadai bagi seluruh rakyatnya. Juga negara wajib memberikan pendidikan terhadap warganya terkait makanan, kesehatan, kebersihan dan perilaku hidup sehat.

Lebih dari itu, syariat juga mewajibkan negara memenuhi kebutuhan asasi rakyatnya yakni pangan, sandang papan, juga pendidikan dan keamanan. 

Adapun orang-orang yang sehat tetap melanjutkan kerja  agar ekonomi tetap normal. Sebagaimana sebelum ada penyakit menular, sehingga tidak mengganggu ekonomi dan memicu terjadinya krisis.

Dengan lockdown syariat yang dicontohkan Rasulullah, wabah yang menimpa negeri kekhilafahan dapat diatasi. Inilah bukti syariat Islam adalah problem solving, dapat menyelesaikan semua permasalahan yang mendera umat manusia di seluruh dunia. Termasuk dapat menyelesaikan wabah. Agar keagungan dan kesempurnaan Islam bisa dirasakan, maka syariat Islam harus diterapkan secara sempurna (total) dalam sistem Islam yakni khilafah ala minhajjin nubuwwah.

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post