Ketika Ananda Belajar Mandiri


Oleh: Ulfa Ummu Farany

"Cetek. Cetek. Cetek." tunggang langgang emak berlari saat mendengar suara dari arah belakang. Ada yang berusaha menghidupkan kompor rupanya. 

"Aku mau bikin nasi goreng ya, Mi," ujar sholihah dilanjut dengan cengiran. Akhirnya izin Ummi berikan lalu menemaninya memasak menu kesukaan. Hanya  menemani dan mengawasi. Semua ia lakukan sendiri. Mulai dari memotong bawang hingga memasaknya menjadi hidangan yang menggiurkan.  Maysaa Allah antara senang dan cemas. Begitulah ketika menemani ananda belajar kemandirian. 


"Mi, aku mau gosok bajuku, ya!" 
"Aku bisa kok hati-hati. Nggak akan kayak dulu lagi. Sekarang kan aku udah lebih besar," ujarnya meyakinkan. 
Akhirnya kembali  diizinkan dan tetap dalam pengawasan.  Telaten, tangan mungilnya menggerakkan alat setrika yang mulai panas. Menyemprot pakaian dengan pengharum dan pelicin pakaian.

"Pakai secukupnya, ya!" Ummi mengingatkan.

 Dulu saya  paling takut ketika melihat anak mulai meminta melakukan aktivitas yang biasa orangtua lakukan. Padahal ini adalah salah satu peluang mengajarkan kemandirian. Membekali ananda dengan kemampuan melakukan pekerjaan yang bermanfaat dalam kehidupan.  Kurang sabar dan telaten menemani mereka belajar menjadi alasan menunda memberikan pelajaran. Apa lagi konsekuensinya harus melihat semua berantakan, kerjaan jadi doble dan menguras tenaga serta perasaan. 

Bagaimana dapat mencetak generasi tangguh yang handal dan memiliki lifeskill untuk memudahkan kehidupan di hari mendatang, jika saya tidak memberi ruang untuk belaja? Teralalu banyak melarang dan menanam benih takut untuk belajar? Saya tersadar telah salah menempatkan rasa sayang. Bukanlah sayang ketika terlalu memanjakan buah hati hingga lupa bahwa tak selamanya diri ini akan terus ada di sisi. Luoa bahwa kelak anak akan mengemban tanggung jawab mengurus diri sendiri, bahkan keluarganya kelak dewasa nanti.

Tidak ada yang sia-sia dari aktivitas belajar. Seperti yang dilakukan ananda kali ini. Sedang asik mengasihi adik. Tiba-tiba. 
"Zzzzzzggggg zzzgggg" lagi-lagi saya  dibuat kaget. Ada yang sedang asyik uprek di belakang. Saya sengaja diamkan. Tak lama berselang ada yang laporan bahwa bebikinan sudah selesai. 

"Coba, Mi. Enak loh."  Meski kenyang diri tetap menerima demi menyenangkan buah hati yang sejatinya sedang menunjukkan rasa sayang. 

Masyaa Allah segarnya jus mattelmun buatan sholihah.
"Terimakasih ya, Nak. Sudah membuatkan jus sesegar ini." Jujur ada yang menghangat di dalam dada. Merasa dicintai. 


Tidak ada salahnya memberi ruang bagi ananda melatih  kemandirian. Membekali buah hati dengan lifeskill yang pastinya akan bermanfaat untuk masa mendatang. Tak apa sedikit repot. Tak apa sedikit berantakan. Ummi akan belajar jadi teman dan pengawas yang menyenangkan.  Inilah saatnya mereka belajar. Menjadi anak tangguh yang punya segudang kemanpuan serta memupuk rasa empati terhadap orang sekitar. Tak segan membantu ketika Ummi Abi kerepotan. Sholih dan mandiri hingga akhir ya, Nak. Semangat menebar manfaat dengan banyaknya khosiat yang Allah berikan. Darimu Ummi belajar memintal sabar, menghias syukur. Semoga bersama dapat kita raih keberkahan. Aamiin

"Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar." (QS. An-Nisa’: 9)

Post a Comment

Previous Post Next Post