Hakikat Bertaqwa; Orang Yang Amat Berhati-hati


By : Mia Fitriah Elkarimah
el.karimah@gmail.com

Sebagian orang memberi makna takwa dengan pengertian “takut kepada Allah”, sebagian lain “menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya”. sebuah definisi yang sering kita dengar. Takwa lebih tepatnya bermakna kehatian penuh dalam menjalankan semua perintah dan larangannya, sebagaimana percakapan dua sahabat Nabi yang mulia Umar bin Khattab RA dan Ubay bin Ka'ab ini. 

"Wahai Ubay, apa makna takwa?" Ubay yang ditanya justru balik bertanya. "Wahai Umar, pernahkah engkau berjalan melewati jalan yang penuh duri?"
Umar menjawab, "Tentu saja pernah." "Apa yang engkau lakukan saat itu, wahai Umar?" lanjut sahabat Ubay bertanya. "Tentu saja aku akan berjalan hati-hati," jawab Umar. Ubay lantas berkata, "Itulah hakikat takwa."

Menjadi orang bertakwa hakikatnya menjadi orang yang amat berhati-hati. Ia tidak ingin kakinya menginjak duri-duri larangan Allah SWT,  berhati-hati  meninggalkan amal perbuatan yang sekiranya tidak penting untuk dikerjakan. Berhati-hati   menjalankan kewajiban  dan tidak dibarengi dengan  melakukan maksiat,  tidak dapat dikatakan sebagai orang yang bertakwa orang yang mengerjakan sholat tetapi maksiat masih dijalankan 

Takwa bukanlah sebatas slogan tapi ia menjadi filter. Jika ia buruk, ia akan memerintahkan tubuh untuk menjauhinya. Takwa yang sebenarnya akan menjadi karakter. Orang bertakwa secara otomatis mengerti mana saja jalan yang boleh  ditempuh dan  yang mana harus dihindari.

Maka, Lihatlah kehebatan orang yang masuk pada level bertaqwa, dihilangkan kesulitannya, selalu diberi jalan keluar bagi masalahnya, dan diberi rezeki dari jalan yang tak disangka-sangka, sebagaimana firman Allah, Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tidak disangka-sangkanya, (Q.S. ath-Thalaq [65]: 2-3).


 Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: 

. وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مَخْرَجًا ۙ
Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya," QS.Aṭ-Ṭalāq [65]:2

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: 

وَّيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُۗ وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهٗ ۗاِنَّ اللّٰهَ بَالِغُ اَمْرِهٖۗ قَدْ جَعَلَ اللّٰهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا

"dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu." QS.Aṭ-Ṭalāq [65]:3

Ketaqwaan haruslah dengan 
amal shâlih, konsekuensi wajib bagi orang yang bertakwa amal yang menjadikan seseorang insan bertakwa. Misal puasa Ramadhan adalah salah satu jalan membentuk orang-orang yang bertakwa. Puasa dirancang oleh Allah sebagai instrumen untuk melahirkan manusia-manusia yang bertakwa. Rancang-bangunnya begitu indah, tetapi juga melelahkan untuk dilalui, kecuali bagi orang-orang yang benar-benar beriman dan menjalankan ibadah puasa dengan hati-hati . 

Islam memberi kriteria objektif sebagai standar derajat kemuliaan seseorang, yaitu taqwâ.  Siapa pun itu, bila mampu meraih ketakwaan maksimal maka ia pantas menduduki singgasana kemuliaan di sisi Allah, dan ingat ketakwaan seseorang tidak bisa diukur oleh manusia. Tidak ada yang punya wewenang untuk itu, hanya Allah lah yang berwenang.

Post a Comment

Previous Post Next Post