Garda Terdepan Kini Berguguran


Oleh : Lina Lugina
(Ibu Rumah Tangga dan Aktivis Dakwah)

Pandemi Covid-19 belum menemui ujungnya. Sejak Maret hingga akhir Desember 2020 tercatat 504 petugas medis dan kesehatan yang wafat akibat terinfeksi Covid-19. Dikutip dari siaran pers Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) pada Sabtu (2/1/2021), Ketua Tim Mitigasi PB IDI Adib Khumaidi mengatakan bahwa kematian tenaga medis dan kesehatan di Indonesia tercatat paling tinggi di Asia. Selain itu, Indonesia juga termasuk ke dalam lima besar kematian tenaga medis dan kesehatan di seluruh dunia, dengan rincian 237 dokter, 15 dokter gigi, 171 perawat, 64 bidan, 7 apoteker dan 10 laboratorium medis. Adapun Jawa Timur masih menjadi provinsi dengan jumlah kematian tenaga kesehatan dan tenaga medis tertinggi dengan rincian 46 dokter, 2 dokter gigi, 52 perawat dan 1 tenaga laboratorium medis. Disusul oleh Jakarta yang terdiri dari 37 dokter, 5 dokter gigi, 24 perawat,
1 apoteker, 1 tenaga dan laboratorium medis. Selanjutnya Jawa Tengah dengan 31 dokter, 24 perawat, 3 tenaga laboratorium medis. Sepanjang Desember 2020, PB IDI telah mencatat 52 tenaga medis dokter yang meninggal. Ini berarti naik lima kali lipat dari awal pandemi. (kompas.com, 2/1/2021)

Kenaikan ini merupakan dampak dari akumulasi peningkatan aktivitas dan mobilitas yang terjadi seperti berlibur, pilkada, dan aktivitas berkumpul bersama teman dan keluarga yang tidak serumah. Kematian nakes yang menduduki top 5 dunia menunjukkan betapa lemahnya pemerintah dalam menangani pandemi. Nyawa seseorang, bahkan seorang dokter yang jasanya sangat di butuhkan tidak ada harganya lagi. Ini terjadi karena sebuah negara menganut sistem kapitalis sekuler. Sistem yang menjadikan segala kebijakan atas tangan manusia, tidak ada campur tangan Allah Swt. Sistem yang menimbang-nimbang aturan sesuai dengan kepentingan diri dan golongannya sehingga tidak mungkin memberikan solusi terbaik dalam segala hal termasuk mengatasi pandemi seperti saat ini. Tak ayal sistem kapitalis sekuler membentuk penguasa yang perhitungan dalam mengatur negara. Padahal kesehatan merupakan hak dasar rakyat yang harus dipenuhi, tetapi justru di komersilkan. Hasilnya, kesehatan hanya bisa dimiliki dan dirasakan oleh kalangan yang berada. Adapun vaksin yang dinantikan justru menjadi ajang bisnis, padahal nyawa jutaan rakyat menjadi taruhan. Selain itu, hingga saat ini negara enggan mengadakan tes massal berbiaya murah bahkan gratis dengan dalih memerlukan anggaran yang besar. Alhasil negara tak mampu memisahkan orang yang sakit dan yang sehat. 

Bagaimana bisa pemerintah memberikan pelayanan terhadap masyarakat, jika sumber daya alam yang seharusnya digunakan untuk kepentingan rakyat justru dikelola oleh asing. Sistem kapitalis justru memberi jalan legalisasi SDA ke tangan korporat, padahal seharusnya SDA dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat. Dimana hasil pengelolaan dapat digunakan untuk menjamin kesejahteraan, termasuk kesehatan.

Dalam sistem kapitalis sekuler, nyawa tenaga medis yang notabene sebagai pasukan garda terdepan dalam menangani pandemi, bahkan turut menjadi tumbal. Begitu ringannya nyawa nakes melayang akibat keserakahan penguasa dan bobroknya sistem kapitalis.

Masihkah kita berharap pada sistem ini? Adakah sistem yang sigap dan siap menghadapi pandemi dengan tuntas? 

Tentu saja ada, dan jawabannya adalah Islam. Dalam sistem Islam, negara akan hadir sebagai periayah dan pengurus rakyat. Negara juga akan melindungi kehormatan, harta, dan jiwa. Bahkan Islam menilai satu jiwa seorang muslim lebih berharga daripada dunia dan seisinya. Betapa Islam sangat memuliakan manusia. Lantas, masihkah eggan menjadikan Islam sebagai aturan kehidupan?

Wallahu'alam bishawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post