Eksploitasi Alam Menyebabkan Terjadi Bencana


Oleh : Netta Wardhani Savira 
(Aktivis Dakwah & Member AMK)


Pada tahun 2020, seluruh dunia dihantui oleh virus mematikan yaitu Covid-19 yang telah menyebar mulai akhir tahun 2019. Selama setahun lebih dunia diancam oleh virus ini. Seperti yang kita ketahui, jumlah korban dari Covid-19 ini telah menelan ribuan nyawa, mulai dari masyarakat biasa, maupun tenaga kesehatannya.

Tahun 2021, adalah tahun yang sangat diharapkan agar virus ini cepat berakhir dan kembali normal seperti sebelumnya. Nyatanya, angka kematian semakin meningkat, karena ancaman virus yang belum juga berakhir. Selain itu, ternyata bukan hanya karena virus Covid-19 ini saja salah satu penyebab angka kematian semakin banyak tetapi bencana alam yang terjadi juga ikut berperan. Miris, tahun yang diharapkan semuanya akan normal kembali, malah pupus akibat bencana yang terjadi di awal tahun baru ini.

Anggota Komisi V DPR Irwan Fecho menyampaikan dukacita atas bencana gempa bumi yang menimbulkan korban jiwa di Sulawesi Barat (Sulbar) hingga banjir yang merendam ribuan rumah warga di Kalimantan Selatan (Kalsel).

"Saya mengucapkan turut berduka atas bencana banjir dan gempa ini. Semoga korban yang meninggal diterima di sisi Tuhan dan korban yang selamat bisa diberikan kesabaran dan ketabahan," ucap Irwan di Jakarta. (jpnn.com, 15/1/2021)

Hingga hari ini, banjir yang terjadi di Kalsel sudah berlangsung hampir satu pekan yang merendam ribuan rumah warga dengan ketinggian air antara 2-3 meter.

Sementara di Sulbar, korban gempa bumi yang berpusat pada 6 km di timur laut Kabupaten Majene dengan kedalaman 10 Km menimbulkan korban jiwa dan kerusakan di sejumlah daerah, salah satunya di Kabupaten Mamuju.

Kondisi pada daerah yang terkena bencana alam semakin parah. Banjir yang semakin naik, sementara di wilayah lain terjadi longsor yang  terus-menerus, disusul dengan gempa bumi. Maka akibat dari bencana yang terjadi ini, banyak rumah-rumah yang hancur, dan tenggelam karena volume banjir yang semakin tinggi atau karena  tertimbun tanah akibat longsor. 
Namun, pemerintah sangat lamban dalam menangani masalah ini. 

Walhasil, masyarakat harus hidup dalam kondisi yang memprihatinkan, tinggal di tenda yang disiapkan seadanya. Mereka sangat membutuhkan sumbangan pakaian, makanan dan lain-lain agar mereka bisa tetap hidup. Semestinya, ini merupakan tugas negara untuk meriayah masyarakat yang terkena bencana tadi, dan merupakan kewajiban seorang pemimpin dalam menyelesaikan masalah yang terjadi.

Akan tetapi, pemerintah sangat lamban dalam menangani masalah bencana alam ini, sudah seminggu lebih para korban bencana alam masih tetap sama, bahkan usaha pemerintah sangat minim dalam membantu mereka. Di tengah kesibukan mereka dalam menangani masalah Covid-19 ini, bukan menjadi alasan bagi mereka mengabaikan bencana yang lainnya yang sedang terjadi.

Hal ini menunjukan lemahnya kinerja pemerintah mengurus rakyat. Padahal mengurus rakyat adalah tanggung jawab sepenuhnya pemerintah dan negara. Namun, masih saja pemerintah lalai dalam tugas mereka. Tidak heran, karena yang dipikirkan hanyalah materi dan keuntungan pribadi, bagimana bisa rakyat diperhatikan dengan baik. Inilah bobroknya sistem kapitalisme.

Persoalan banjir yang terjadi hari ini adalah akibat ulah tangan jahil yang dilakukan pemerintah itu sendiri. Karut-marut tata kelola lingkungan dan sumber daya alam di Kalimantan Selatan telah berkontribusi besar pada rusaknya daya tampung dan daya dukung lingkungan, termasuk tutupan lahan dan daerah aliran sungai. Ditambah oleh kondisi perubahan cuaca yang kurang kondusif, tak heran jika banjir kali ini sudah bisa diprediksi BMKG.

Pembangunan kapitalistik yang menonjol dalam pengelolaan lingkungan di sejumlah daerah di Kalsel ini telah berdampak pada deforestasi dan alih fungsi lahan. Padahal, begitu banyak penelitian dan diskusi ilmiah tentang aspek hidrologi, kehutanan, dan pentingnya konservasi dan tata ruang wilayah yang secara jelas menunjukkan bahwa pembangunan mutlak harus memperhatikan prinsip-prinsip kelestarian hutan, lahan serta keseimbangan alam dan lingkungan. Jika tidak, meniscayakan terjadinya bahaya banjir dan tanah longsor mematikan. 

Sayangnya, penguasa yang telah didikte para korporasi telah mengorbankan prinsip tata kelola lingkungan termasuk menyia-nyiakan hasil kajian ilmiah dan diskusi para intelektual untuk mewujudkan kelestarian lingkungan. [Dilansir dari muslimahnews.com].

Dalam Islam, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam melarang pengelolaan harta milik umum oleh individu. Dalam sebuah hadis Rasulullah saw. bersabda, “Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput/hutan, air dan api.” (HR Abu Dawud).

Maka jelas, negara adalah pihak yang berwenang dan bertanggung jawab langsung sepenuhnya dalam pengelolaan hutan, menjauhkannya dari aspek eksploitatif dalam pemanfaatan sumber daya alam. Dan negara tidak dibenarkan memberikan hak pemanfaatan istimewa berupa hak konsesi dan lainnya kepada individu atau pun perusahaan, baik untuk pembukaan tambang, perkebunan sawit, dan lain sebagainya yang mengancam kelestarian lingkungan.

Untuk itu, solusi satu-satunya yang dapat menyelamatkan nyawa masyarakat hanyalah menerapkan kembali sistem Islam (Daulah Khilafah). Islam bukan hanya mengatur masalah spiritual saja, ia mencakup masalah perpolitikan juga. Mengatur urusan individu maupun urusan dalam bernegara. Begitu pun nyawa rakyat, merupakan tugas negara dalam menjaganya. Namun, yang dilihat dengan sistem sekuler sekarang yaitu mementingkan keperluan diri sendiri dan mementingkan keselamatan sendiri. Itulah yang dilakukan para tikus berdasi. Naudzubillah.

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post